Nusantara ini Kalau Tidak Dijaga Bersama Bisa Pecah kata Hendri Satrio
Bangsa Indonesia tengah menyambut datangnya pesta demokrasi yaitu Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang.
Apalagi pada Pilpres 2019 nanti, kedua calon presiden sama dengan 2014 lalu. Fakta itulah yang menurutnya akan sulit mencegah residu yang terjadi pada 2014 dan 2017, tidak terbawa lagi pada 2019.
Hendri justru menyarankan kedua kubu untuk bijak saat berkampanye, baik secara konvensional maupun di dunia maya. Artinya, kalau mau mempromosikan masing-masing calon, tidak perlu menjelekkan calon yang lain.
Jadi cukup mempromosikan kebaikan, kelebihan, dan kedigdayaan, calon yang didukung sehingga masyarakat pasti akan senang mendengarnya dan lebih penting tidak akan menimbulkan kebencian dan perpecahan.
Sekarang ini, ungkap Hendri, tantangannya ada medsos, hitungannya one man one media, jadi setiap orang bisa mengekspresikan lewat medsos.
Apalagi sekarang ada tantangan terkait keberagaman, toleransi, dan pilihan politik, sehingga kalau ada pilihan politik berbeda bukan dihargai, tapi dicaci dan di bully.
Padahal dengan perbedaan itu harusnya saling menghormati dan tidak tidak perlu mengeluarkan kebencian dan umpatan dengan kata-kata.
“Saya percaya kalau bicara politik hanya sampai dagu, gak sampai hati, kalau sampai dagu itu selesai, asal otaknya dingin. Kalau sampai hati susah, karena disana ada cinta dan benci,” tutur Hendri.
Hendri mengajak seluruh pihak untuk belajar dan melihat sejarah Indonesia. Dulu di Indonesia ada tiga kerajaan besar Sriwijaya, Majapahit, dan Singosari.
Tiga kerajaan itu wilayahnya hampir sama dengan Indonesia saat ini. Namun tiga kerajaan akhirnya runtuh karena tidak mampu memelihara perdamaian dan persatuan.
“Ada bukti sejarah yang mengajarkan ke kita, bahwa Nusantara ini kalau tidak dijaga bersama bisa pecah,” jelas Hendri Satrio.