DPRD DKI minta Staf Ahli, Tjahjo Kumolo: Tergantung APBD Ada Tidak
Menanggapi itu, Tjahjo Kumolo mengatakan anggaran tersebut dapat diterapkan asalkan APBD memungkinkan
Penulis:
Theresia Felisiani
Editor:
Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo angkat bicara atas usulan anggota DPRD DKI soal tenaga ahli untuk membantu setiap anggota dalam menjalankan tugas mereka.
Diketahui, selama ini DPRD DKI punya satu tenaga ahli, tapi bukan fasilitas dewan atau digaji oleh APBD.
Baca: Jadi Anggota DPRD DKI, Kenneth Komitmen Ingat Janji Kampanye
Mereka, para tenaga ahli digaji oleh masing-masing anggota DPRD DKI.
Dalam pembahasan, anggota DPRD baru periode 2019-2024, mereka berharap tenaga ahli dihaji negara dan jumlahnya dua orang.
Menanggapi itu, Tjahjo Kumolo mengatakan anggaran tersebut dapat diterapkan asalkan APBD memungkinkan.
DPRD, kata Tjahjo Kumolo, punya kewenangan menentukan bersama Pemprov soal ketersediaan anggaran.
"Jadi ya tergantung APBD nya ada tidak. Kami tidak mau urusi secara detail masing-masing DPRD. Membahas anggaran daerah kan antara DPRD dan pemerintah daerah sepanjang skala prioritas daerahnya sudah tercukupi. Misalnya masalah hukum, bajir, kemacetan, sampah sudah clear. Menurut saya tergantung kemampuan daerah," ungkap Tjahjo Kumolo, Selasa (3/9/2019) di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta.
Tjahjo Kumolo melanjutkan, memang Undang-Undang memperbolehkan anggota DPRD memiliki staf ahli layaknya DPR RI.
Baca: Hotman Paris Janjikan Jemput Juliana Moechtar dengan Lamborghini karena Hal Ini
Tapi, Tjahjo Kumolo menekankan pengadaan staf ahli harus dengan pertimbangan APBD daerah yang bersangkutan.
"DPR RI punya tiga sampai empat staf ahli. Boleh saja, namanya staf ahli boleh, sekretaris pribadi yang dibiayai anggota juga boleh, yang sebagian yang dianggarkan APBD boleh juga, sah saja tergantung kemampuan daerah," tutur Tjahjo Kumolo.
Permintaan adanya staf ahli

Satu minggu setelah dilantik, anggota DPRD DKI Jakarta mengusulkan untuk memiliki tenaga ahli bagi masing-masing anggota.
Hal ini diusulkan dalam rapat pembentukan alat kelengkapan Dewan (AKD) di ruang rapat serbaguna, lantai 3, gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (2/9/2019) lalu.
Saat itu, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS, Abdurrahman Suhaimi, mengusulkan agar setiap anggota DPRD DKI mendapat tenaga ahli.
Menurut Suhaimi, anggota DPRD membutuhkan tenaga ahli agar bisa membantu membahas hal-hal yang detail terkait tugasnya, misalnya membahas anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Soalnya, tak semua anggota DPRD memahami persoalan anggaran.
"Karena kami membahas 90 triliun dan itu membutuhkan tenaga ahli yang men-support kami untuk membahas lebih detail. Kan background anggota Dewan beda," ucap Suhaimi.
Dia merujuk pada praktik di DPR RI yang juga mempunyai staf ahli.
Menurut dia, tenaga ahli lebih bisa membantu anggota DPRD.
PDI-P setuju punya tenaga ahli

Usulan ini mendapat dukungan dari Fraksi PDIP. Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan Prasetio Edi Marsudi mengatakan, tenaga ahli memang dibutuhkan.
"Kita butuh, tapi butuh juga kan ada aturannya," tutur Prasetio saat ditemui di balairung, Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2019).
Sebelumnya, ketika menjabat sebagai Ketua DPRD DKI Jakarta periode 2014 - 2019, Prasetio Edi Marsudi mengaku menyewa sendiri tenaga ahli untuknya.
Ia menyewa dua tenaga ahli untuk membantu membahas masalah ekonomi dan juga hukum.
"Ada saya bayar sendiri. Tapi kan itu perlu ada mengerti masalah ekonomi, hukum. Kalau di teman fraksi kan kita juga dikasih. Tapi kan dibagi-bagi," kata dia.
Gerindra turuti aturan

Sementara itu, Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Gerindra Mohammad Taufik mengatakan, usulan tenaga ahli untuk masing-masing anggota DPRD harus mengikuti aturan.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah tidak mengatur tentang tenaga ahli untuk anggota DPRD.
"Kalau Gerindra menyerahkan kepada mekanisme yang ada saja. Sesuai dengan aturan. Bahwa sebenarnya perlu, menurut saya. Tapi kalau secara aturan tidak memungkinkan, ya sudah tidak usah. Kecuali ada aturanya. Nanti kan Mendagri punya mekanisme sendiri soal itu," jelas Taufik saat dihubungi, Selasa.
DPRD sempat mengajukan tenaga ahli untuk para anggota DPRD pada tahun 2017 lalu, namun ditolak oleh kemendagri.
Kemendagri lalu hanya menyetujui dan memberikan tenaga ahli bagi masing-masing fraksi.
"Iya yang pertama memang begitu (ditolak). Akhirnya ada keputusan Mendagri sehingga, apa namanya bahwa untuk tenaga ahli sudah ditetapkan jumlahnya. Nanti setelah itu dibagi secara proporsional (untuk fraksi)," kata dia.
Jika ada tenaga ahli, PSI minta kunker dibatasi
Jika nantinya anggota DPRD DKI Jakarta benar didampingi oleh tenaga ahli, Anggota DPRD DKI Jakarta fraksi PSI Idris Ahmad mengusulkan agar kunjungan kerja (kunker) juga dibatasi.
Menurut dia, jika memakai tenaga ahli namun anggota DPRD DKI terlalu banyak kunker, maka dikhawatirkan hanya tenaga ahlinya yang bekerja.
"Percuma juga TA nambah tapi kunker enggak dibatasi yang terjadi adalah yang kerja tenaga ahlinya. Akhirnya enggak ada proses yang diambil dari antar rapat yang seharusnya terjadi kalau enggak ada kunker," ujar Idris.
Ia menilai, jika kunker dibatasi, maka seharusnya wakil rakyat bisa fokus bekerja di tempatnya, di Jalan Kebon Sirih.
"Ya rapat yang bisa tertunda karena kunker ini terlalu banyak. Terkait jumlah (kunker)-nya masih kami bahas," tuturnya.
Golkar minta tenaga ahli dibedakan
Anggota DPRD DKI Jakarta fraksi Golkar Basri Baco menyebut peruntukan tenaga ahli bagi anggota DPRD DKI dan fraksi harus dibedakan.
Karena masing-masing anggota dalam satu fraksi berbeda komisi maupun badan.
"Kalau usulan kami, setiap anggota Dewan pun tenaga ahli. Kedua, fraksi juga harus ada tenaga ahli. Jadi dibedakan. Tenaga ahli anggota urusin anggota, tenaga ahli fraksi urusin komisi, badan, AKD (alat kelengkapan dewan)," kata dia.