Senin, 29 September 2025

Cerita Para Pemulung Bertahan Hidup di Jakarta

Penghasilan yang pas-pasan dari hasil memulung membuat mereka terkadang mengharap derma di pinggir jalan.

Editor: Hasanudin Aco
TribunJakarta.com/Satrio Sarwo Trengginas
Suasana Kampung pemulung di Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan pada Senin (18/1/2021). 

Malahan, pemasukannya kadang terkuras untuk biaya makan, jajan dan listrik setiap bulan.

Ia pun tak ada pilihan selain berutang.

"Ini aja sudah minjem lagi ke pak Rubiyo," ungkap perempuan yang tinggal di bedeng reot berdinding triplek itu.

Warga kampung pemulung Pondok Labu lainnya, Yani (32) juga senasib dengan Hasnah.

Ia tampak duduk di depan balai pertemuan warga sambil menyuapi dengan nikmat semangkuk bakso yang dicampur nasi bersama anaknya.

Yani bersama suaminya sudah empat tahun meninggalkan Klaten, Jawa Tengah demi mengadu nasib menjadi pemulung.

Di kampung pemulung, Yani juga menjadi anak buah Rubiyo.

Ia kerap kali dipinjami uang untuk biaya makan oleh pelapak tersebut.

Namun, sistem semacam ini ibarat gali lobang tutup lobang.

Sebab, hasil memulung dalam sebulan saat pandemi terkadang tidak cukup untuk melunasi utangnya.

Yani bahkan kembali berutang untuk biaya hidup selanjutnya setelah baru melunasi utangnya kepada Rubiyo.

"Kemarin udah minjem uang Rp 500 ribu buat makan. Itu pun masih kurang buat makan. Kalau dapatnya Rp 520 ribu sekali nyetor, untung 20 ribu. Nanti minjem uang Rp 500 ribu lagi" ujarnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Cerita Pemulung di Pondok Labu: Selain Mengais Sampah, Raup Untung dari Tangan Dermawan

Sumber: TribunJakarta
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan