Mahfud MD di Webinar Menyikapi Perubahan UU ITE: Pasal Karet, Kita Bisa Revisi
Mahfud MD mengakui bahwa setelah berlaku hampir berlaku 12 tahun, ternyata pasal karet dalam Undang Undang Infomatika dan Teknologi (UU ITE) harus dil
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengakui bahwa setelah berlaku hampir berlaku 12 tahun, ternyata pasal karet dalam Undang Undang Infomatika dan Teknologi (UU ITE) harus dilakukan revisi karena dinilai merugikan masyarakat.
"Kita sedang mendiskusikan kesepakatan baru. jadi jangan alergi terhadap perubahan itu karena di dalam ilmu hukum selalu diajarkan perubahan yang disesuiakan. Tidak ada hukum yang berlaku abadi, yang penting masyarakat berubah," ungkap Mahfud MD saat menjadi pembicara kunci di webinar 'Menyikapi Perubahan Undang-Undang ITE yang diadakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Kamis (25/2/2021).
Menurut Mahfud MD, jika dalam UU ITE ada watak pasal karet, kita bisa revisi.
"Apakah dengan mencabut atau menambah norma baru, bisa saja dilakukan di dalam kerangka itu, bahwa hukum adalah kesepakatan yang dibuat. Saat ini kita sedang mendiskusikan kesepakatan baru. Jadi jangan alergi terhadap perubahan itu karena di dalam ilmu hukum selalu diajarkan perubahan yang disesuaikan, Tidak ada hukum yang berlaku abadi, yang penting masyarakat berubah," tutur Mahfud MD.
Dikatakan Mahfud MD, dimana ada masyarakat disitu ada hukum.
"Hukum itu berubah jika alasannya berubah, sesuai dengan pilahnya, jangan takut merubah hukum. TIdak bisa diingkari sejak dahulu, hukum itu selalu bisa diubah sesuai perubahan jaman. Kita punya kebutuhan hukum sendiri, hukum bisa berubah dengan waktu, tempat. Untuk itulah pemerintah, menyambut baik webinar yang diadakan PWI ini," papar Mahfud MD.
Sementara itu, nara sumber lain di webinar ini, pakar hukum Abdul Fickar Hadjar SH MH mengakui permasalah di UU ITE pada dasarnya permasalahan yang timbul hampir sebagian besar antara orang per orang, jadi harusnya bisa 'dilarikan' ke urusan perdata, karena itu resminya ada sikap yang jelas dari penegak hukum, tidak semua laporan diterima, saringannya adalah pendapat.
"Kualifikasi ujaran mana yang termasuk kritik, pencemaran nama baik. Di luar itu, tidak masuk kualifikasi. Yang jadi soal, ssaat ini semua masuk laporan, yang terakhir kasus Abujanda, setelah itu baru muncul idenya untuk merevisi. Butuh penjelasan, bisa dibedakan mana politik mana pidana," tutur Abdul Fikar Hadjar.
Karena itulah, Abdul Fickar Hadjar menghimbau agar aparat penegak harus ketat dalam menerima laporan, dan itu sudah dilakukan kepolisian.
"itu diinspirasi oleh niat presiden," selorohnya.
Abdul Fickar Hadjar juga sepakat jika pasal 27 dan 28 direcisi karena tidak semua ujaran dianggap pencemaran karena yang ditakutkan adalah ancaman hukumannya.
Mahfud MD
UU ITE
Atal S Depari
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat
Wina Armada
Abdul Fickar Hadjar
Aziz Samsudin
Mohammad Nuh
KRONOLOGI Mobil Tim Jordi Onsu Masuk Jurang, Ternyata Ada Kecelakaan Serupa Satu Bulan yang Lalu |
![]() |
---|
Potensi Ancaman Tsunami di Madura, BMKG Ungkap 3 Penyebab Ini dan Desak Mitigasi Bencana Disiapkan |
![]() |
---|
Sidang Isbat Awal Ramadhan 1442 H Akan Digelar Senin 12 April 2021, Ini Daftar Lokasi Pantau Hilal |
![]() |
---|
Pernikahan Hotma Sitompul Bermasalah sejak Lama, Hotman Paris Sebut Kemungkinan Desiree Rujuk Susah |
![]() |
---|
Video Viral Polisi Nyanyikan Lagu Selamat Ulang Tahun saat Penangkapan, Pelaku Pencurian Asyik Tidur |
![]() |
---|