Ujaran Kebencian
Ustaz Yahya Waloni Cabut Praperadilan, Hakim Perintahkan Penasehat Hukum Keluar
Hakim Praperadilan Anry Widyo Laksono menanyakan kepada Yahya apakah ia ingin mencabut praperadilan dan kuasa terhadap penasehat hukumnya.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang praperadilan tersangka kasus ujaran kebencian berbasis SARA, Yahya Waloni, yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (27/9/2021) diwarnai perdebatan.
Awalnya Hakim Praperadilan Anry Widyo Laksono menanyakan kepada Yahya apakah ia ingin mencabut praperadilan dan kuasa terhadap penasehat hukumnya.
Penasehat hukum Yahya, Abdullah Alkatiri kemudian meminta izin kepada hakim untuk bertanya kepada Yahya.
Alkatiri kemudian menyatakan bahwa rekan setimnya telah berusaha berkali-kali menghubunginya di rutan Bareskrim Polri.
Ia menanyakan kepada Yahya apakah pihak penyidik tidak menyampaikannya.
Kuasa hukum pihak kepolisian selaku termohon dalam sidang tersebut kemudian mengajukan keberatan dengan pertanyaan tersebut.
"Sekali lagi, saya di sini membatasi apakah betul yang bersangkutan ini ingin mencabut kuasanya? Kalau seandainya terjadi suatu pelanggaran-pelanggaran dari kepolisian itu ranahnya pada instansi yang mengawasi kinerja polisi, bukan praperadilan ini. Jadi itu hak saudara untuk menanyakan ini," kata Hakim Anry melerai kegaduhan dalam persidangan.

Alkatiri kemudian kembali bertanya kepada Yahya mengapa dirinya tidak memintanya dan rekan-rekannya mundur saja sebagai kuasa hukum, melainkan langsung mencabut.
Lagi-lagi kuasa hukum keberatan dengan pertanyaan Alkatiri karena dinilai terlalu teknis.
Hakim Anry kemudian menegaskan tidak mau berpanjang-panjang.
Ia kemudian menanyankan lagi kepada Yahya apakah benar dirinya mencabut kuasa dari penasehat hukumnya tersebut.
Yahya kemudian membenarkannya.
Alkatiri kemudian menyahut bertanya kepada Yahya dan terkait surat.
Belum selesai kalimat Alkatiri, kuasa hukum kepolisian keberatan.
Baca juga: Bareskrim Polri Segera Limpahkan Berkas Perkara Muhammad Kece dan Yahya Waloni ke JPU
Hakim Anry kemudian memberi kesempatan kepada Alkatiri melanjutkan pertanyaannya.
Alkatiri bertanya kepada Yahya perihal apakah Yahya menulis surat kepadanya dan menyatakan tidak pernah memberi kuasa kepadanya atau Yahya tidak setuju dengan praperadilan.
Yahya menjawab dengan mengatakan ia memang tidak setuju dengan praperadilan tersebut.
Alkatiri kemudian mengklarifikasi pertanyaannya yang langsung disambut keberatan kuasa hukum kepolisian.
Hakim Anry kemudian menengahi perdebatan tersebut dan bertanya kepada Yahya.
"Saudara Yahya apakah sesuai surat saudara, ini hanya klarifikasi saja, saudara mencabut, salah satu alasannya adalah karena tidak ingin mengajukan praperadilan ini? Apakah betul?" tanya Hakim Anry.
Yahya kemudian membenarkan pertanyaan tersebut.
Alkatiri kemudian mengajukan keberatan.
"Maaf Yang Mulia, mohon dibatasi secara hukum, ini tidak fair Yang Mulia," kata Alkatiri.
Hakim Anry kemudian menegaskan kembali bahwa ia tidak ingin berpanjang-panjang mengenai sidang tersebut.
Ia pun bertanya lagi kepada Yahya dan memintanya menegaskan jawabannya atas pertanyaan apakah ia ingin tetap melanjutkan praperadilan ini, atau saudara tetap akan menggunakan kuasa hukumnya yang hadir tersebut.
"Saya menyatakan mencabut," kata Yahya.
Hakim Anry kemudian meminta Alkatiri dan rekan-rekannya keluar dari ruang sidang.
"Silakan saudara penasehat hukum, legalisasi saudara sudah dicabut, silakan keluar dari ruangan ini. Silakan. Ini sudah dicabut. Silakan. Silakan untuk keluar dari persidangan ini karena kuasa saudara sudah dicabut. Kita tidak perlu memperpanjang lagi," kata Hakim Anry.
"Kami keberatan dan ingin membuat laporan," kata Alkatiri.
"Silakan. Silakan keluar dari persidangan ini karena kuasa saudara sudah dicabut," kata Hakim Anry.
Alkatiri dan rekan-rekannya kemudian keluar ruang sidang.
Hakim Anry kemudian meminta waktu sebentar untuk mempersiapkan putusan terkait permohonan praperadilan tersebut.
Hakim Anry tersebut kemudian membacakan amar putusan yang dalam pertimbangannya menyatakan permohonan praperadilan tersebut tidak diberikan ijin dari Yahya selaku prinsipal yang dengan sendirinya permohonan Yahya untuk pencabutan praperadilan patut untuk dikabulkan.
Sebagai konsekuensi pencabutan surat permohonan tersebut, kata dia, pihak yang mencabut permohonan diwajibkan membayar biaya yang timbul dalam perkara.
"Menetapkan. Satu. Mengabulkan permohonan pencabutan perkara praperadilan Nomor 85/Pid.Prap/2021/PN.Jkt.Sel. Dua. Memerintahkan panitra pengadilan negeri Jaksel untuk mencatat pencabutan perkara praperadilan Nomor Nomor 85/Pid.Prap/2021/PN.Jkt.Sel. Tiga. Menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini sebesar nihil," kata Hakim Anry.
Diberitakan sebelumnya, permohonan praperadilan terkait penetapan tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (6/9/2021) oleh penasehat hukumnya yakni Abdullah Alkatiri.
Pada pokoknya alasan pengajuan praperadilan tersebut adalah untuk menguji apakah penetapan tersangka yang dilakukan oleh Polri sudah tepat atau tidak.
Yahya ditangkap oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri pada Kamis (26/8/2021) sekitar pukul 17.00 WIB.
Dia ditangkap di rumahnya di perumahan Klaster Dragon, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.
Hal tersebut berdasarkan laporan dari Komunitas Masyarakat Cinta Pluralisme yang terdaftar dengan Nomor: LP/B/0287/IV/2021/BARESKRIM tertanggal Selasa 27 April 2021.
Usai ditangkap, dia juga telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus ujaran kebencian yang berdasarkan SARA.
Yahya disangkakan melanggar pasal 28 ayat 2 Jo pasal 45 a ayat 2 Undang-Undang ITE tentang ujaran kebencian dan SARA.
Selain itu, dia juga disangka melanggar pasal 156 A KUHP tentang penistaan agama.