Santri Dilecehkan Pimpinan Ponpes
Sama-sama Cabuli Santri, Pimpinan Ponpes dan Guru Ternyata Tak Saling Tahu Aksi Bejat Mereka
Guru dan pimpinan pondok pesantren di Jakarta Timur, sama-sama cabuli para santri laki-laki tapi tak saling tahu aksi bejat masing-masing.
Penulis:
Nina Yuniar
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Guru berinisial MCN (26) dan CH (47), pimpinan pondok pesantren di kawasan Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan pencabulan terhadap sejumlah santri.
Hingga kini, tercatat ada lima santri laki-laki yang menjadi korban pencabulan oleh oknum pengurus ponpes di Jakarta Timur itu.
Tiga santri yang diduga dicabuli MCN, antara lain ARD (18) , IAM (17), dan YIA (15). Sementara para korban dari CH, yakni MFR (17) dan RN (17).
Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly, mengungkapkan dari hasil penyidikan, MCN dan CH sama-sama melakukan pencabulan di area ponpes, namun keduanya tidak saling mengetahui perbuatan masing-masing.
Tersangka MCN, sang guru ponpes, melakukan pencabulan sejak 2021-2024 di ruang kamar pribadinya.
Sementara itu, CH mencabuli santrinya sejak 2019-2024 di rumahnya dan di ruang pimpinan ponpes.
"Penyidikan sampai saat ini (kedua kasus) tidak ada hubungan sama sekali, mereka juga tidak saling mengetahui kegiatan mereka dengan anak-anak santri di pondok pesantren," kata Nicolas di Jakarta Timur, Selasa (21/1/2025), dilansir TribunJakarta.com.
Baca juga: Nasib Pimpinan dan Guru Ponpes yang Lecehkan Santri di Jakarta Timur, Terancam 20 Tahun Penjara
Nicolas mengatakan modus CH dalam mencabuli para santrinya, yaitu menggunakan tipu daya dan meminta korban memijat.
Berdasarkan hasil penyidikan, diketahui CH berdalih melakukan aksi pencabulan agar penyakit dalam tubuh tersangka keluar.
"Setelah terpuaskan nafsunya, maka penyakit yang ada di dalam tubuh tersangka akan keluar. Tersangka akan sembuh," ungkap Nicolas.
Tipu daya mengeluarkan penyakit dalam tubuh ini selalu disampaikan tersangka saat mencabuli para santri di rumahnya yang masih berada dalam satu area dengan pondok pesantren.
CH mencabuli santri pada ruang pimpinan pondok pesantren yang akses masuknya hanya dimiliki tersangka, sehingga ulahnya luput dari pengawasan para pengurus ponpes lain.
"Itu (tipu daya) yang selalu disampaikan kepada korban. Setelah melakukan pencabulan tersangka juga memberikan uang, dan mengancam korban tidak boleh memberitahukan kejadian," bebernya.
Nicolas menyebut para korban yang secara psikologis berada di bawah tekanan dan ancaman, awalnya sempat tidak berani menceritakan tindak pencabulan CH.
Terlebih, ada relasi kuasa yang kuat antara tersangka selaku pemilik, pengasuh, sekaligus guru di pondok pesantren yang dihormati para santri dan guru-guru lain.
"Mereka juga sebagai santri, mereka memandang pimpinan, pengasuhan, ataupun guru sebagai orang-orang yang harus dihormati. Apalagi juga mereka diancam," jelasnya.
Para korban baru bisa menceritakan kepada orang tua karena sudah tidak kuat terhadap segala tipu daya, bujuk rayu, dan ancaman dilakukan tersangka.
Cerita para korban tersebutlah yang akhirnya membuat para orangtua melaporkan CH ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Metro Jakarta Timur.
"Saat ini mereka mampu bercerita ke orang tuanya karena sudah tidak tahan atas perlakuan tersangka. Jadi sudah tidak tahan ajakan, bujuk rayu, dan ancaman dilakukan tersangka," ujar Nicolas.
Terancam 20 Tahun Penjara
Nicolas menjelaskan kedua tersangka dijerat Pasal 76E juncto Pasal 82 Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Sesuai undang-undang tersebut, tindak pidana yang dilakukan orang terdekat di lingkungan anak seperti orang tua, pengasuh, pendidik akan diperberat.
Oleh karena itu, ancaman hukuman akan ditambah sepertiga dari ancaman pidana karena kedua tersangka adalah guru dan pengasuh para korban.
"Pelakunya itu ada relasi kuasa dengan para korban, sehingga ancaman pidana akan lebih diperberat."
"Dari 15 tahun ditambah sepertiga. Karena mereka (korban) di bawah tekanan, juga sebagai santri mereka memandang pimpinan, pengasuhan, atau pun guru orang yang harus dihormati," terang Nicolas.
Dengan demikian, bila ancaman hukuman maksimal dalam Pasal 76E juncto Pasal 82 UU Nomor 17 tahun 2016 diatur 15 tahun penjara, karena diperberat maka menjadi 20 tahun penjara.
Adapun CH dan MCN kini telah ditahan di Mapolres Metro Jakarta Timur untuk proses hukum lebih lanjut, sebelum berkas perkara kedua tersangka pelecehan itu dilimpahkan ke kejaksaan.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Dalih Pemilik Pesantren di Duren Sawit Cabuli Santri untuk Keluarkan Penyakit
(Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunJakarta.com/Bima Putra)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.