Kemacetan Jakarta Turun Signifikan, DPD Dukung Perluasan Transportasi Umum
Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris menyambut baik hasil survei TomTom Traffic Index 2024 yang menempatkan Jakarta tidak lagi sebagai kota
Penulis:
Hasiolan Eko P Gultom
Editor:
Wahyu Aji
Hasiolan EP/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris menyambut baik hasil survei TomTom Traffic Index 2024 yang menempatkan Jakarta tidak lagi sebagai kota termacet di Indonesia.
Secara global, Jakarta juga keluar dari daftar 20 besar kota dengan tingkat kemacetan tertinggi di dunia dan kini berada di peringkat ke-90 dengan tingkat kemacetan sebesar 43 persen, turun 10 persen dibanding tahun 2023.
“Penurunan ini tentu patut diapresiasi dan menjadi bukti bahwa sejumlah kebijakan transportasi umum yang dijalankan selama ini telah menunjukkan dampak signifikan,” ujar Fahira dikutip Minggu (6/7/2025).
Ia berharap penguatan layanan dan jaringan transportasi umum seperti Transjakarta, MRT, LRT, serta sistem Transjabodetabek terus dilanjutkan dan diperluas.
Namun, Fahira mengingatkan bahwa penurunan tingkat kemacetan tidak berarti masalah telah teratasi sepenuhnya. Sebab, sebagian besar masyarakat Jakarta dan sekitarnya masih mengandalkan kendaraan pribadi karena keterbatasan dan persepsi terhadap transportasi umum yang dianggap belum praktis dan nyaman.
Untuk itu, Fahira memaparkan lima strategi yang perlu ditempuh agar indeks kemacetan Jakarta terus membaik.
Dia menyarankan perluasan dan penyempurnaan transportasi publik.
"Jakarta dinilai perlu meneladani kota seperti Singapura dan Stockholm, yang sukses menurunkan kemacetan melalui integrasi sistem, kepastian jadwal, dan kenyamanan layanan. Di Stockholm, kebijakan jalan berbayar (Electronic Road Pricing/ERP) bahkan berhasil menurunkan volume kendaraan hingga 20 persen dan meningkatkan pengguna angkutan umum sebesar 15 persen," kata dia.
Selain itu, dia juga mengusulkan percepatan penerapan ERP dan reformasi parkir.
Menurut Fahira, ERP memiliki potensi besar untuk mengurangi jumlah kendaraan, menurunkan emisi, serta menghasilkan pendapatan tambahan. Penerapannya juga harus dibarengi dengan pengaturan parkir yang ketat dan tarif progresif untuk mendorong peralihan dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.
Hal lainnya adalah edukasi publik dan reformasi budaya transportasi.
Fahira menekankan pentingnya mengubah cara pandang masyarakat bahwa transportasi publik adalah pilihan rasional, bukan simbol keterbatasan. Program seperti kewajiban ASN menggunakan angkutan umum setiap Rabu serta layanan gratis untuk kelompok rentan dinilai sebagai langkah awal yang tepat.
Dia juga menekankan pada pendekatan regional terintegrasi.
"Persoalan kemacetan Jakarta dinilai tidak bisa dipisahkan dari daerah sekitarnya. Oleh karena itu, perlu ada kolaborasi erat antara Jakarta dan wilayah aglomerasi seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek) untuk membangun sistem transportasi internal masing-masing agar beban tidak hanya ditumpukan ke ibu kota," katanya.
Banyak Warga yang Hadir di Pesta Rakyat Monas Alami Heatstroke Imbas Cuaca Panas Terik |
![]() |
---|
17 Titik Parkir Disiapkan untuk Pesta Rakyat di Jakarta 17 Agustus 2025, Ini Daftarnya |
![]() |
---|
Mengenal Jupiter Aerobatic Team yang Bermanuver di Langit Jakarta Saat Perayaan HUT ke-80 RI |
![]() |
---|
Devi, Warga Bekasi Rela Menginap di Hotel Agar Bisa Ikut Upacara HUT ke-80 RI di Istana |
![]() |
---|
Makna Merdeka Bagi Gen Z: Bebas Menyatakan Pendapat di Dunia Maya dan Dunia Nyata |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.