Tragedi Priok Berdarah
Akhirnya Badjoeri Mau Beri Keterangan
Setelah disudutkan berbagai pihak,
Editor:
Tjatur Wisanggeni
Menurut Badjoeri, dalam melaksanakan tugasnya, Satpol PP sulit menghindari terjadinya kekerasan. Tugas mereka adalah menegakkan peraturan daerah dan menertibkan pelanggaran.
Masalahnya, banyak warga melakukan pelanggaran untuk mencari penghasilan atau mendirikan tempat tinggal di lokasi yang tidak seharusnya. Mereka tidak mau hajat hidupnya ditertibkan sehingga pasti melawan dengan cara kekerasan. Sosialisasi selalu dilakukan, tetapi sering ditolak.
”Jika diserang secara fisik, kami harus bertahan dan melawan balik supaya target penertiban berhasil dicapai. Saat itulah terjadi kekerasan dan kami yang selalu dipersalahkan. Jika warga menurut dan tidak melawan, kami juga tidak akan melakukan kekerasan,” kata Badjoeri.
Badjoeri mengatakan, satpol PP bagaikan tangan kiri pemerintah daerah. Mereka melakukan pekerjaan kasar, tetapi itu diperlukan untuk mencapai ketertiban sipil.
Bentrokan di Koja itu seharusnya tidak perlu terjadi karena pihaknya sudah melakukan pendekatan kepada beberapa pihak sejak empat tahun lalu.
”Saya sudah bertemu dengan tokoh-tokoh FBR, FPI, para habib Jakarta Utara, dan perwakilan ahli waris sejak tahun 2006. Kami sudah memberi tahu, makam tidak akan digusur, tetapi malah dipugar. Hanya akses jalan akan diubah supaya kesterilan terminal peti kemas Koja dapat dijaga,” kata Badjoeri, saat diwawancarai, Jumat (16/4/2010) kemarin.
Saat 2.000 anggota satpol PP apel pada pukul 05.00, Rabu, pihaknya mendapatkan informasi dari intelijen Kodim Jakarta Utara bahwa situasi di sekitar makam Mbah Pri0ok kondusif sehingga penertiban dapat dilakukan. Namun, di luar dugaan, di dalam areal makam terjadi provokasi yang menyebutkan satpol PP akan menggusur makam.
Ketika pasukan satpol PP sampai di Jalan Dobo, banyak warga yang langsung menyerang satpol PP dengan batu, botol, bom molotov, dan air keras. Pasukan satpol PP mengambil posisi bertahan dan perlahan merangsek maju.
”Kami tidak mungkin melempari lebih dulu karena tidak dipersenjatai dengan batu. Batu yang kami lempar adalah batu yang dilempar warga sebelumnya,” kata Badjoeri.
Sampai di depan gerbang, mereka disambut dengan ayunan pedang, celurit, dan berbagai senjata tajam. Sebanyak 29 anggota satpol PP terluka, ada yang putus jari, putus tangan, dan terburai ususnya.
Badjoeri mengakui, anak buahnya ada yang bertindak kasar terhadap warga yang tertangkap. Kekerasan terjadi sebagai bentuk dinamika lapangan. (ECA)