Korupsi SKRT
Hakim Tolak Eksepsi Wandojo Siswanto
Majelis Hakim pengadilan Tipikor menolak eksepsi (keberatan) Wandojo Siswanto, terdakwa korupsi pengadaan proyek SKRT
Penulis:
Vanroy Pakpahan
Editor:
Juang Naibaho
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) menolak eksepsi (keberatan) Wandojo Siswanto, terdakwa korupsi pengadaan proyek SKRT (sistem komunikasi radio terpadu) di Kementerian Kehutanan pada tahun 2006-2007.
"Mengadili, satu menyatakan keberatan dari penasihat hukum terdakwa tidak diterima. Dua, menyatakan sah surat dakwaan JPU (jaksa penuntut umum) pada KPK sebagai dasar memeriksa dan mengadili perkara tipikor atas nama terdakwa Ir Wandojo Siswanto. Tiga memerintahkan JPU untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa tersebut sampai putusan akhir," kata hakim pengadilan tipikor Nani Indrawati, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (7/1/2011).
Seiring dengan keputusan itu, majelis hakim pun memerintahkan JPU untuk segera dapat menghadirkan saksi-saksi yang dimiliki mereka untuk diperiksa dan dimintai keterangannya di persidangan lanjutan Selasa depan. "Atas putusan sela ini juga, saudara (Wandojo) dapat melakukan perlawanan ke pengadilan tinggi jika merasa keberatan. Namun perkaranya terus berjalan," tutur Nani.
Menanggapi putusan sela majelis hakim itu, Wandojo melalui penasihat hukumnya Syaiful Anwar mengaku tak kaget. " Saya mengerti eksepsi akan ditolak," tuturnya. Sementara itu JPU Muhammad Rum mengaku jaksa akan segera menjalankan perintah hakim dan menghadirkan lima saksi pada persidangan lanjutan. "Diantaranya dari panitia pengadaan," ungkapnya.
Seperti diketahui Wandojo Siswanto yang pernah menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Kehutanan (Menhut) didakwa menerima suap dari rekanan Kemenhut PT Masaro Radiocom. Saat menjabat sebagai Kabiro Perencanaan dan Keuangan Kemenhut, Wandojo didakwa telah menerima uang sebesar Rp 20 juta dan US$ 10 ribu. Uang itu diberikan sebagai imbalan pemenangan PT Masaro Radiocom menjadi pelaksana pengadaan proyek SKRT tahun 2006 dan 2007.
"Terdakwa menerima sejumlah uang dari Putranefo (Presiden Direktur PT Masaro) sebesar Rp 20 juta pada tahun 2006 dan USD 10 ribu pada tahun 2007 sebagai tanda terima kasih," ujar penuntut umum Riyono saat membacakan surat dakwaannya di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (10/12).(*)