Pemalsuan Putusan MK
Tersangka Pemalsuan Surat MK Lebih Satu Orang
Kepala Bareskrim Polri, Komjen Pol Ito Sumardi mengatakan dalam waktu dekat pihaknya akan menetapkan sejumlah saksi yang
Penulis:
Abdul Qodir
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ito Sumardi mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan menetapkan sejumlah saksi yang terlibat menjadi tersangka kasus pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Ito, para tersangka itu mempunyai peran berbeda-beda dalam pemalsuan surat MK berisi penjelasan pemenang kursi DPR dalam Pemilu Legislatif 2009 dari Dapil I Sulawesi Selatan.
"Dalam waktu dekat ada beberapa nama (tersangka), sesuai peran masing-masing. Pokoknya semua yang terkait, nanti yang jadi saksi akan jadi tersangka," kata Ito di Mabes Polri, Jumat (24/6/2011).
Menurut Ito, saat ini kasus ini masih dalam tahap penyelidikan, dengan pemeriksaan sejumlah saksi dari MK dan KPU, serta pengumpulan sejumlah dokumen pendukung.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar menyatakan diduga saksi yang akan menjadi tersangka berasal dari pihak MK. "Diduga, iya. Karena kan surat MK. Nama-namanya saya belum tahu sampai sekarang. Saya yakin (Sekejn MK) sudah sampaikan ke penyidik kita," ujar Boy perihal hasil pertemuan Sekjen MK, M Janedjri Gaffar dan Kabareskrim.
Kasus dugaan pemalsuan dokumen MK itu berawal pada Agustus 2009. Pada 14 Agustus 2010, KPU mengirimkan surat kepada MK untuk menanyakan pemilik kursi DPR di Dapil I Sulawesi Seltan, yang diperebutkan Dewi Yasin Limpo dari Partai Hanura dan Mestariani Habie dari Partai Gerindra.
Lalu, MK mengirimkan surat Nomor surat 112/PAN MK/2009 Tanggal 17 Agustus 2009, yang berisi penjelasan bahwa pemilik kursi yang ditanyakan KPU jatuh kepada Mestariani Habie. Anehnya, rapat pleno KPU justru memutuskan bahwa kursi tersebut diberikan kepada Dewi Yasin Limpo, dengan landasan surat MK, 112/PAN MK/2009 Tanggal 14 Agustus 2009, yang diterima melalui mesin faksimili.
Setelah diinvestigasi, MK mengetahui bahwa surat Tanggal 14 Agustus 2009 yang dipakai KPU untuk memutuskan Dewi Yasin Limpo sebagai pemegang kursi DPR tersebut adalah palsu.