Rabu, 3 September 2025

Pemalsuan Putusan MK

Kejanggalan Pertemuan Andi Nurpati dan Tersangka Mashuri

Sejumlah kejanggalan akibat perbedaan keterangan terjadi saat mantan anggota KPU, Andi Nurpati, dikonfrontasi dengan tersangka surat palsu MK

zoom-inlihat foto Kejanggalan Pertemuan Andi Nurpati dan Tersangka Mashuri
TRIBUNNEWS.COM/ABDUL QODIR
Saksi staf KPU, Hary Almavintomo alias Aryo (paling kiri; mantan supir Andi Nurpati), Matnur dan Sugiarto (mantan staf pribadi Andi Nurpati), tersangka Mashuri Hasan, dikonfrontasi kasus surat palsu MK dengan mantan anggota KPU, Andi Nurpati, di Bareskrim Polri, Kamis (28/7/2011)

Laporan wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah kejanggalan akibat perbedaan keterangan terjadi saat mantan anggota KPU, Andi Nurpati, dikonfrontasi dengan tersangka surat palsu MK, Masuri Hasan, dan tiga saksi staf KPU, di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (28/7/2011) malam.

Dalam konfrontasi sekitar 12 jam itu, tiga staf KPU yang menjadi lawan konfrontasi Andi, yakni Hary Almavintomo alias Aryo (mantan supir Andi), Madnur dan Sugiarto (mantan staf pribadi Andi), serta Hasan selaku tersangka.

Tiga orang yang pernah dekat dengan Andi sewaktu tugas di KPU ini dianggap tahu mengenai asal-usul surat palsu MK, surat Nomor 112/MK.PAN/VIII/2009 tertanggal 14 Agustus 2009, yang dijadikan dasar bagi KPU memenangkan caleg Partai Hanura, Dewie Yasin Limpo, dalam sengketa Pemilu Kada 2009 untuk Dapil I Sulsel.

Pengacara Edwin Partogi yang mendampingi konfrontasi kliennya Mashuri Hasan, mengatakan sejumlah hal dikonfrontasi mengenai kejadian pada 13, 14, dan 17 Agustus 2009. Dan saat dikonfrontasi mengenai peristiwa pada tiga hari itu, Hasan, Aryo, Matnur, dan Sugiarto tak terlalu banyak perbedaan. Namun, Andi lebih banyak lupanya.

Dan saat hendak meninggal kantor Bareskrim, para wartawan coba mengkonfirmasi perihal perbedaan pengakuan Andi dan keempat orang tersebut.

Menurut Edwin, dalam konfrontasi untuk kejadian pada 13 Agustus 2009, Aryo sebagai supir Andi mengakui mengantarkan bosnya itu ke acara ulang tahun MK di Gedung MK. Dan Hasan juga mengakui mengantarkan Andi ke ruangan hakim MK saat itu, Arsyad Sanusi.

Bahkan, Andi sempat memberitahukan Hasan bahwa KPU akan mengirimkan surat ke MK. "Pengakuan Hasan enggak berubah, bahwa Bu Andi meminta supaya dia mengantarkan ke ruangan Pak arsyad dan diantarkan ke ruang pak arsyad. Lalu dia meninggalkan Bu Andi dan Pak Arsyad dan istrinya pak arsyad di ruangan," ujar Edwin.

Saat ditanyakan perisitwa di Gedung MK ini, Andi mengakui datang ke Gedung MK untuk menghadiri acara ulang tahun MK pada 13 Agustus 2009. Namun, ia mengaku lupa apakah saat itu menyempatkan diri menemui Arsyad di ruang kerjanya.

"Saya tidak ingat, apakah saya diantar oleh MH pada saat itu, karena acara itu kan lama, panjang. Yang saya ingat di acara itu ada semacam hiburan seperti 'Republik Mimpi', ada acara lomba-lomba pengetahuan tentang Mk yang dimenangkan oleh beberapa mahasiswa," kata Andi.

Menurut Edwin, Hasan mengaku ditelpon Andi pada 14 Agustus 2009 pagi, dan meminta Hasan datang menemuinya di kantor KPU, karena KPU hendak mengirimkan dua surat ke MK. Dua surat yang akan dikirim, yakni tentang permohonan penjelasan putusan MK sengketa Pileg Dapil I Sulsel yang ditanyakan caleg Parai Hanura, Dewie Yasin Limpo, dan surat adanya kesalahan nama caleg dalam putusan MK untuk Dapil Sumatera Selatan I.

Sebagai juru panggil MK, saat itu Hasan langsung menemui Andi di ruang kerjanya. Kepada Hasan, Andi mengatakan bahwa kedua surat itu belum siap, sehingga Hasan memberikan nomor faksimili MK agar kedua surat itu bisa dikirim. Dan sore harinya Hasan terima kedua surat KPU melalui mesin faksimili di Gedung MK.

Saat wartawan menanyakannya, Andi membenarkan Hasan datang menemuinya pada 14 Agustus 2009 itu. Namun, ia kembali mengaku lupa detail waktu dan isi pembicaraan selama lima menit itu. "Saya ingat, tapi jam berapamya, tanggal berapanya, saya enggak ingat. Saya mengakui memang pernah menerima hasan di ruangan saya," kata Andi.

Mengenai peristiwa pada 17 Agustus 2009, lanjut Edwin, terjadi serah terima surat asli MK di kantor stasiun Jak Tv, yakni asli MK No 112/MK.PAN/2009 yang berisi penjelasan putusan bahwa caleg Partai Gerindra sebagai pemenang Dapil I Sulsel dan surat MK Nomor 113.

Kedua surat MK itu diserahkan Hasan ke Andi. Andi menolak surat asli MK, tapi sempat membaca isinya. Kepada Madnur, Andi meminta surat Nomor 113 diberikan ke KPU dan surat asli MK Nomor 112 disimpan saja.

Saat dikonfirmasi, Andi kembali memberikan pengakuan berbeda. Ia mengakui mendapat surat asli MK dari Hasan, namun tidak sampai membacanya. "Ya memang (saya menolak) dan kalau Hasan mengatakan dia menyerahkan kepada saya surat di dalam map, Aryo mengatakan dia menerima surat, tidak dalam map tapi dalam amplop," kata Andi.

Dalam konfrontasi, ungkap Edwin, staf pribadi Andi, Sugiarto, mengakui bahwa Andi yang mengkonsep surat permohonan penjelasan putusan MK tentang sengketa Pileg Dapil Sulsel I.

Perihal pengakuan Sugiarto ini, Andi menjawab, "Bagi saya yang memproses (mengkonsep/red) surat itu, sama saja yang membikin, mengetik, itu kan proses namanya. Apa sy perlu jelaskan sampai dengan memberi nomor, siapapun. Yang memporoses surat tersebut itu adalah surat resmi KPU."

Saat dikonfirmasi, apakah benar sempat memerintahkan Aryo selaku supirnya untuk mengirim berkas surat ke Arsyad, Andi mengaku tidak tahu. Ia justru mengaku baru dengar saat Aryo mengatakan hal itu dalam konfrontasi di hadapan penyidik. "Iya tadi sempat ada itu. Tapi, berkas apa? Kan harus jelas juga," ucap Andi.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan