Pemalsuan Putusan MK
Mashyuri Hasan Tak Tanggapi Dakwaan Jaksa
Terdakwa kasus pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK), yang juga merupakan mantan Staf Panggil MK, Mashyuri Hasan
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK), yang juga merupakan mantan Staf Panggil MK, Mashyuri Hasan, menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi (tanggapan) terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Pusat), yang dibicakan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), hari ini, Kamis (20/10/2011).
"Kami tidak mengajukan eksepsi yang mulia," ujar Mashyuri di dalam sidang, yang diketuai oleh Hakim, Herdi Agusten tersebut.
Setelah mendengar hal tersebut, Hakim Herdi, menunda sidang hingga tanggal 27 Oktober 2011, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
Ditemui usai sidang, Edwin Partogi, Kuasa Hukum Mashyuri, mengatakan, alasan yang mendorong pihaknya tidak mengajukan eksepsi, karena akan memasukannya dalam pledoi (pembelaan) kliennya.
"Eksepsi kan persoalan formalitas bukan soal materil bersalah atau tidaknya Masyhuri. Eksepsi hanya mempersoalkan proses penyidikan, penuntutan dan wilayah persidangan. Menurut kami hal itu bisa disampaikan sekaligus dalam nota pembelaan (pleidooi) nantinya," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, hari ini, JPU Kejari Pusat, mendakwa Mashyuri secara bersama-sama dengan mantan Panitera MK, Zaenal Arifin Hoesin, memalsukan surat MK bernomor, 112/PAN.MK/2009, tertanggal 14 Agustus 2009.
Surat itu merupakan jawaban MK terhadap KPU yang menanyakan tentang maksud amar putusan MK Nomor 84/PHPU-C-VII/2009 tentang sengketa penghitungan suara Pileg untuk Dapil Sulsel I.
Namun, isi surat MK bernomor 112 tersebut, dinilai Jaksa tidak sesuai dengan isi amar putusan MK Nomor 84/PHPU-C-VII/2009.
Oleh karenanya, Jaksa mengenakan pasal 263 ayat 1 KUHP Jonto Pasal 55 ayat 1 KUHP, terhadap Mashyuri, dengan ancaman maksimal enam tahun penjara.
Dalam pemalsuan surat tersebut Zaenal dinilai telah ikut serta mengketik surat palsu tersebut serta melakukan copy paste tanda tangan Panitera MK Zainal Arifin Hoesein dalam surat Nomor 112/PAN.MK/2009 tanggal 14 Agustus 2009 serta mengantarnya ke Komisioner KPU saat itu Andi Nurpati.
Oleh karena surat itu, dalam rapat Plenonya, KPU salah menetapkan Partai Hanura mendapatkan satu kursi untuk calon terpilih Dewi Yasin Limpo, di Dapil Sulsel 1, yang seharusnya diperoleh Mestaryani Habie, dari Partai Gerindra.
Jaksa menilai surat asli yang merupakan jawaban MK terhadap surat permohonan KPU adalah bernomor 112 tertanggal 17 Agustus 2009.