Pemalsuan Putusan MK
Polisi Tangkap Andi Nurpati Butuh Satu Alat Bukti Lagi
Kenapa Andi Nurpati belum jadi tersangka dan ditahan polisi atas kasus pemalsuan putusan MK? Alat bukti apalagi yang dibutuhkan?
Penulis:
Abdul Qodir
Editor:
Hasiolan Eko P Gultom

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Bareskrim Polri Komjen (Pol) Sutarman menyatakan pihaknya belum bisa menetapkan tersangka kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK), karena kurang satu alat bukti.
Alat bukti yang dimaksud yakni surat palsu yang dipergunakan untuk memutuskan calon anggota DPR RI dari Partai Hanura menjadi pemenang Dapil Sulawesi Selatan I pada Pemilihan Legislatif 2009 lalu. Ada pun alat bukti yang didapat penyidik, baru sekadar pengakuan sejumlah saksi tentang keterlibatan Andi Nurparti.
"(Saksinya) dua, tiga, empat, maka keterangan saksi itu satu alat bukti. Satu alat bukti lagi mestinya surat palsu ini," ujar Sutarman di Jakarta, Selasa (29/11/2011).
Jika surat palsu tersebut dapat dipastikan digunakan oleh Andi Nurpati, maka ia bisa ditetapkan sebagai tersangka.
"Kan ada dua (surat MK) tuh. Yang satu sama isinya hanya ada kata penambahan, nomornya, tulisannya sama, kemudian ditandatangi juga sama, cuma (surat yang) satu distempel, yang satu lagi tidak. Saya tanya ke MK yang asli yang mana?, (katanya) yang tida distempel. Kalau misalnya sampean terima surat satu distempel satu lagi tidak. Nah di situ yang ragu-ragu. Kalau yang palsu itu tetap dipakai, yah bisa jeblosin," jelasnya.
Surat palsu MK yang dimaksud, yakni surat MK tertanggal 14 November 2009 berisi penjelasan MK tentang sengketa penghitungan suara Pileg untuk Dapil Sulsel I. Surat palsu tersebut dijadikan dasar rapat pleno KPU sehingga memutuskan memutuskan caleg dari Partai Hanura, Dewie Yasin Limpo sebagai peraih kursi anggota DPR RI pada Pileg 2009 dari Dapil Sulsel I. Namun, setelah MK mengungkap surat yang dipakai palsu, KPU merubah keputusannya.
Kasus yang diselidiki Polri sejak Mei 2011 dan diadukan sejak 12 Februari 2011 ini, baru sebatas menjerat dua tersangka pembuat surat palsu MK, Masyhuri dan Zainal. Padahal, Polri mengakui kasus ini terindikasi terjadi pelanggaran pidana dari para pihak pembuat, pengguna dan pemberi perintah atau aktor intelektual.
Sutarman sempat mengungkapkan adanya calon tersangka baru kasus ini, sebagaimana pengakuan sejumlah saksi. Namun, orang tersebut belum bisa ditetapkan menjadi tersangka karena bukti belum lengkap.
Sutarman juga pernah mengatakan pihaknya terus mengembangkan kasus ini, tak terkecuali berdasarkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan tersangka mantan juru panggil MK Masyuri Hasan dan mantan panitera MK Zainal Arifin Hoesein. Semua fakta hukum yang terungkap di persidangan tersebut akan digunakan sebagai bahan penyidikan.