Pemalsuan Putusan MK
Masyhuri Berharap Bebas, Andi Nurpati Harus Tanggung Jawab
Menurut kuasa hukum Masyhuri dari fakta persidangan, justru mantan anggota KPU Andi Nupati yang seharusnya menjadi diadili
Penulis:
Abdul Qodir
Editor:
Gusti Sawabi

Laporan wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK), Masyhuri Hasan, berharap majelis hakim memutus bebas dalam sidang pembacaan putusan kasus pemalsuan surat MK di PN Jakarta Pusat, Selasa (3/1/2012) siang ini.
Menurut kuasa hukum Masyhuri, Edwin Partogi, dari fakta persidangan, justru mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Andi Nupati lah yang seharusnya menjadi tersangka dan diadili. "Harapan Masyhuri tentu majelis hakim akan membebaskannya dari segala dakwaan atau tuntutan, karena dari pemeriksaan di persidangan, kami telah buktikan tidak ada unsur dari Pasal 263 KUHP atau surat palsu yang terbukti. Yang terjadi sebenarnya adalah penyalahgunaan jabatan atau wewenang oleh Andi Nurpati yang menggunakan surat yang tidak patut atau semestinya untuk pengambilan keputusan," kata Edwin.
Sidang vonis yang dipimpin ketua majelis hakim Herdi Agusten ini dijadwalkan dimulai pukul 10.00 WIB.
Dalam tuntutan, jaksa menuntut Masyhuri dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara karena dianggap memenuhi pelanggaran dalam dakwaan Pasal 263 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Ia dianggap bersalah bersama-sama membuat surat palsu yang mengakibatkan putusan MK dapat ditafsirkan keliru oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menentukan satu kursi DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Selatan I.
Jaksa menyatakan perbuatan Masyhuri bersama dengan Panitera MK Zainal Arifin Hoesein dengan membuat surat Nomor 112/PAN.MK/2009 tanggal 14 Agustus 2009 yang berisi tentang penjelasan yang tidak sesuai dengan putusan MK Nomor 84/PHPU.C/VII/2009 tentang perselisihan pemilu DPR di Dapil Sulawesi Selatan I.
Surat penjelasan MK yang belakangan diketahui palsu itu dijadikan dasar dalam rapat pleno 21 Agustus 2009 KPU yang dipimpin oleh Andi Nurpati itu memutuskan calon anggota DPR dari Partai Hanura, Dewie Yasin Limpo mendapat satu kursi. Setelah ada investigasi internal MK, baru diketahui surat yang dipakai Andi Nurpati dalam rapat pleno KPU itu adalah palsu, karena berdasarkan surat penjelasan MK yang asli, seharusnya caleg dari Partai Gerindra lah yang berhak atas satu kursi DPR untuk Dapil Sulsel I tersebut.
Dalam nota pembelaan atau pleidoinya, Masyhuri ingin meyakinkan bahwa dirinya tidak bersalah dalam kasus tertsebut. Sebab, sudah jelas, dalam kasus tersebut dirinya hanya dijadikan sasaran. Ia menegaskan dirinya tidak punya niatan yang buruk dalam perkara surat palsu, karena hanya menjalankan tugas. Seperti saat dirinya menyampaikan surat yang belakangan dikatakan surat palsu, pada KPU, hal itu terjadi karena desakan dari anggota KPU Andi Nurpati.
Diketahui, Masyhuri terlibat kasus tersebut saat menjadi juru panggil MK. Dalam kasus itu, mantan Panitera MK Zainal Arifin Hoesein juga telah menjadi tersangka, tapi berkasnya belum sampai ke pengadilan. Masyhuri dan Zainal disangka bersama sama membuat surat palsu penjelasan putusan MK soal sengketa Pemilu legislatif Dapil Sulsel I.
Kasus ini juga menyeret nama mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Andi Nurpati yang saat ini menjadi pengurus pusat Partai Demokrat, mantan hakim MK Arsyad Sanusi dan politikus Partai Hati Nurani Rakyat Dewie Yasin Limpo. Namun, ketiganya masih melenggang bebas karena Polri mengaku belum punya bukti untuk menetapkan ketiganya sebagai tersangka dalam kasus ini.