Jumat, 5 September 2025

MK Tolak Permohonan Uji Materi UU LPS

"Menyatakan menolak permohonan untuk seluruhnya," kata Ketua MK Arief Hidayat.

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasanudin Aco
/henry lopulalan
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh permohonan para pemohon uji materi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS). Perkara No. 27/PUU-XII/2014 ini diajukan oleh Kartika Wirjoatmojo diwakili kuasa hukumnya Eri Hertiawan.

"Menyatakan menolak permohonan untuk seluruhnya," kata Ketua MK Arief Hidayat ketika membacakan amar putusan dalam persidangan di Gedung MK, Rabu (28/1/2015).

Dalam dalil pemohon mengatakan bahwa merujuk ketentuan Pasal 30 ayat (5) UU LPS menunjukkan adanya kewajiban LPS menjual saham bank gagal yang tidak berdampak sistemik tersebut selambat-lambatnya pada tahun kelima meskipun tidak mencapai tingkat pengembalian yang optimal bagi LPS ataupun terdapat potensi kerugian LPS.

Kerugian dimaksud itu adalah kerugian dalam arti nilai jual saham bank gagal tidak sepadan nilai Penempatan Modal Sementara (PMS) yang dikeluarkan LPS dalam pengelolaan bank gagal tersebut.

Sementara ketentuan Pasal 38 ayat (5) UU LPS, memunculkan potensi bahwa Pemohon akan dianggap merugikan keuangan negara ketika nilai penjualan bank gagal dimaksud kurang dari tingkat pengembalian optimal yang dikehendaki oleh UU LPS.

Terhadap dalil Pemohon itu, Mahkamah berpendapat pengaturan penjualan bank gagal yang berdampak sistemik, dalam kaitannya dengan tingkat pengembalian yang optimal dan jangka waktu penanganan bank gagal tersebut oleh LPS, memiliki kesamaan substansi dengan pengaturan penjualan bank gagal yang tidak berdampak sistemik yang diatur dalam Pasal 30 ayat (5) UU LPS. Dengan demikian, menurut Mahkamah, substansi pertimbangan hukum tersebut berlaku mutatis mutandis bagi pertimbangan hukum pengujian konstitusionalitas Pasal 38 ayat (5) UU LPS.

Kemudian, menurut Mahkamah, mengenai Tindakan LPS pada tahun keenam menjual saham bank gagal, tindakan tersebut adalah perintah undang-undang yaitu perintah Pasal 42 ayat (5) UU LPS.

Atas dasar perintah undang-undang tersebut, tindakan penjualan saham bank gagal oleh LPS tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan pidana yang merugikan keuangan negara, selama penjualan saham bank gagal dimaksud telah dilakukan secara terbuka dan transparan sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (2) UU LPS.

Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, Mahkamah berpendapat ketentuan Pasal 42 ayat (5) UU LPS tidak melanggar atau tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, sehingga permohonan Pemohon mengenai pasal a quo tidak beralasan menurut hukum.

Sebagaimana diketahui, Menurut pemohon, bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU LPS dalam menangani dan menyelamatkan bank gagal, Pemohon secara langsung telah diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk mengambilalih segala hak dan kewenangan pemegang saham (pemegang saham lama) pada bank gagal yang diselamatkan.

Secara lebih spesifik, berdasarkan Pasal 30 ayat (1), Pasal 38 ayat (1) dan Pasal 42 ayat (1) UU LPS, Pemohon telah diberikan wewenang serta kewajiban untuk menjual seluruh saham pada bank gagal yang diselamatkan.

Dengan adanya frasa “wajib menjual seluruh saham Bank” dalam ketentuan-ketentuan di atas telah jelas Pemohon diberikan tugas dan kewenangan untuk menjual seluruh saham bank gagal yang diselamatkan, baik saham milik Pemohon yang berasal dari penyertaan modal maupun saham milik pemegang saham lama pada bank gagal yang diselamatkan.

Namun demikian, menurut Pemohon, dalam Pasal 45 UU Pasar Modal terdapat frasa yang menghambat Pemohon melaksanakan tugas dan kewenangannya untuk menjual seluruh saham pada bank gagal, khususnya saham milik pemegang saham lama yang tercatat di bursa.

Artinya, dalam konteks penanganan bank gagal, apabila pemegang saham lama tidak memberikan perintah, tidak memberikan surat kuasa kepada Pemohon, maka kustodiantidak dapat mengeluarkan saham tersebut. Sekalipun terdapat permintaan dari pihak lain (in casu Pemohon) yang telah diberikan kewenangan berdasarkan UU untuk menjual saham tersebut.

Supaya ada jaminan, perlindungan dan kepastian hukum terhadap Pemohon melaksanakan tugas dan kewenangannya, ketentuan Pasal 30 ayat (5), Pasal 38 ayat (5) dan Pasal 42 ayat (5) UU LPS harus ditafsirkan bahwa apabila pada tahun ke-5 (pada bank gagal yang tidak berdampak sistemik) atau tahun ke-6 (pada bank gagal berdampak sistemik) Pemohon menjual saham bank gagal di bawah tingkat pengembalian yang optimal, maka tindakan tersebut merupakan tindakan sah dalam rangka menjalankan kewajiban hukum Pemohon serta tidak dapat dituntut.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan