Revisi UU KPK
KPK Harus Diberi Ruang Aspirasikan Revisi UU
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tidak diajak berkomunikasi mengenai revisi UU KPK
Penulis:
Ferdinand Waskita
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tidak diajak berkomunikasi mengenai revisi UU KPK yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. Anggota Komisi III DPR Dossy Iskandar menilai aspirasi KPK harus didengar.
Namun, ia mengingatkan kewenangan membuat UU merupakan ranah Pemerintah dan DPR. "Itu boleh saja tapi kita jangan mencampur-aduk kekuasaan negara. Kekuasaan negara membentuk UU adalah DPR lalu bersama presiden melahirkan UU," kata Dossy di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (18/6/2015).
Dossy menegaskan DPR bersama pemerintah harus membuka ruang usulan mengenai perubahan untuk menyempurnakan UU KPK tersebut. Kemudian DPR merumuskan dan merespon aspirasi tersebut.
"Silahkan KPK sampaikan pemikirannya, apakah udah selaras dengan perkembangan masyarakat. DPR juga enggak boleh tutup aspriasi. Tapi kewenangan untuk menentukan itu sudah diatur dalam konstitusi. Kan DPR tidak boleh atur teknis KPK," ujarnya.
Politikus Hanura itu juga sependapat dengan adanya revisi UU KPK. Namun, ia menegaskan tidak boleh ada pelemahan untuk KPK. Meskipun lembaga KPK menjadi institusi adhoc, Dossy menilai hal itu harus bersifat permanen sampai penegakan hukum dan keadilan tercapai.
"Salah satunya adalah kepolisian dan kejaksaan yang tugasnya di take over KPK menjadi kuat dan searah dengan KPK," tuturnya.
Ia mengatakan revisi UU KPK diperlukan untuk penguatan penyidik dari polisi dan kejaksaan. KPK sendiri, kata Dossy, menginginkan kepastian mengenai sejumlah hal seperti pengangkatan penyidik, SP3 maupun penyadapan.
Dossy berharap revisi KPK beriringan dengan KUHP dengan meminta Kemenkumham menyiapkan naskah akademik.
"Apalagi sebentar lagi capim sehingga jangan sampai pimpinan baru tidak ada pegangan utuh yang komprehensif," katanya.
Namun, ia mengingatkan pandangannya mengenai revisi UU KPK masih bersifat pribadi dan belum mewakili kelembagaan Fraksi Hanura.
"Sekarang belum bisa disebut kelembagaan Hanura karena ini masih berbentuk pemikiran yang perlu diendapkan, sikap kelembagaan fraksi belum," ujarnya.