Pilgub DKI Jakarta
Pengamat Minta DPR Urungkan Niat Perketat Syarat Calon Independen
calon Independen atau perseorangan dalam Pilkada bukanlah hal baru dalam politik di tanah air.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebaiknya DPR mengurungkan niatnya untuk melakukan revisi Undang-undang Pilkada Nomor 8 Tahun 2015 dimana syarat seseorang mencalonkan diri melalui jalur independen bakal diperberat.
Pengamat politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang menilai revisi tersebut hanya untuk kepentingan politik tertentu.
Menurutnya, calon Independen atau perseorangan dalam Pilkada bukanlah hal baru dalam politik di tanah air.
Bahkan beberapa pilkada sebelumnya telah diikuti calon Independen. Dan tidak ada persoalan sama sekali.
Dia jelaskan, munculnya calon Indenpenden merupakan jawaban atas kehendak publik oleh partai politik di DPR ketika itu oleh karena tidak semua orang yang hendak ikut berkompetisi dalam pilkada merupakan kader partai. Tidak semua orang yang hendak maju pilkada juga mau melalui Parpol.
Meskipun Parpol membuka diri terhadap orang non partai untuk maju melalui parpol.
Singkatnya UU mewadahi partisipasi politik setiap warga negara dalam pilkada baik melalui parpol maupun di luar parpol atau perseorangan.
Karena itu perlu di atur persyaratan dukungan bagi calon yang maju melalui parpol maupun calon perorangan.
Syarat pencalonan tidak boleh ada tendensi politik untuk mempersulit calon perorangan.
Dan hal itu telah dibuktikan dalam beberapa pilkada selama ini. Jumlah calon Independen selama ini masih tergolong sedikit dan yang terpilih juga lebih sedikit.
Jika sekarang persyaratan calon perorangan menjadi fokus perhatian DPR untuk merivisi persyaratan dukungan, menurutnya, pasti ada faktor penyebabnya, atau ada pemicu.
"Dugaan saya, hal itu dipicu oleh sikap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Jakarta yang hendak maju melalui jalur independen/perorangan. Kebetulan hasil beberapa survei menujukkan Ahok memiliki electabilitas tertinggi," katanya.
Dengan demikian, parpol lesu darah karena belum ada calon yang cukup tangguh untuk bersaing dengan Ahok.
"Jika dugaan ini betul, menurut saya, DPR sedang berada dalam ancaman yang serius, oleh karena UU dibuat sebagai alat politik untuk menjegal calon diluar parpol," ujarnya kepada Tribun, Kamis (17/3/2016).
Sikap DPR seperti itu hanya akan membuat lembaga tersebut akan berhadap hadapan dengan masyarakat sipil.