Babak Baru Partai Golkar
Pembelaan Novanto dan Idrus Terhadap Mantan Narapidana Jadi Pengurus Golkar
"Semua langkah yang diambil, itu pasti berdasarkan aturan negara dan aturan Partai Golkar,"
Penulis:
Abdul Qodir
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa mantan narapidana dan orang 'bermasalah' menjadi Pengurus Partai Golkar periode 2016-2019.
Setya Novanto mengatakan, tim formatur mempertimbangkan ketentuan perundang-undangan dan aturan main partai dalam memasukkan orang-orang yang duduk di kepengurusan partainya.
"Semua langkah yang diambil, itu pasti berdasarkan aturan negara dan aturan Partai Golkar," kata Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto usai pengumuman Susunan Pengurus DPP Partai Golkar di kantor DPP PG, Slipi, Jakarta Barat, Senin (30/5/2016).
Ia beralasan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2009, telah membolehkan seseorang yang telah menjalani hukuman atau mantan napi bisa langsung terlibat dalam kegiatan politik.
Termasuk menjadi calon kepala daerah, calon anggota DPRD/DPR/DPD RI hingga menjadi calon presiden/wakil presiden.
Dengan demikian, tidak ada hal yang perlu dipermasalahkan.
"Maka tidak menjadi masalah," ujarnya.
Hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.
"Kalau ada yang terkait dengan masalah hukum, itu kita sudah berdasarkan hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2015," katanya.
Dalam keputusan MK tersebut dikatakan Idrus, bagi siapa pun yang telah menjalani hukuman dari proses hukum yang ada, itu secara serta merta bisa mengikuti proses politik termasuk ikut Pilkada, Pileg, dan posisi-posisi lainnya, termasuk presiden.
Dengan begitu, lanjut Idrus, kader yang pernah bermasalah secara hukum bisa mengikuti proses politik tanpa jeda masa 5 tahun.
"Tidak ada masalah bagi teman-teman yang sudah menjalani hukum yang sudah lewat. Tidak seperti yang lalu. Kalau yang lalu itu ada jeda masa 5 tahun, dengan keputusan MK maka tidak ada lagi masa tunggu itu," katanya.
Beberapa nama mantan napi yang masuk dalam susunan pengurus Partai Golkar, yakni Nurdin Halid selaku Ketua Harian, Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq selaku Ketua Bidang Pemuda dan Olah Raga dan Sigit Haryo Wibisono selaku Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Jawa Timur.
Nurdin Halid yang juga mantan Mantan Ketua Umum PSSI, tercatat pernah tersandung kasus korupsi pengadaan impor beras, impor gula ilegal, dan terakhir distribusi minyak goreng.
Pada kasus terakhirnya, Nurdin mendapat vonis pidana penjara selama dua tahun dari Mahkamah Agung (MA).
Fahd A Rafiq merupakan mantan narapidana kasus korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) Tahun 2011 yang juga menyeret politikus PAN, Waode Nurhayati.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sempat memvonisnya dengan hukuman pidana penjara selama 2,5 tahun atas kasus tersebut dan telah bebas bersyarat pada 23 Agustus 2014 lalu.
Adapun Sigit Haryo Wibisono pernah dijatuhi hukuman 15 tahun penjara atas kasus pembunuhan terhadap Direktur Utama PT Putra Rajawali Nasrudin Zulkarnain, yang juga menyeret mantan Ketua KPK Antasari Azhar.
Ia pernah mendapat remisi dari Kemenkumham sebanyak 43 bulan 20 hari dan akhirnya bisa bebas bersyarat pada 6 September 2015.
Selain tiga nama itu, Ahmad Hidayat Mus juga dipilih menjadi Ketua Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Partai Golkar.
Padahal, mantan Bupati Kepulauan Sula itu telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan Masjid Raya Sanana, Sula.
Kini, kasusnya masih ditangani Bareskrim Polri.
Ada juga nama putra dari Setya Novanto, Reza Herwindo yang diangkat menjadi Wakil Bendahara Umum Partai Golkar.
Diketahui, Reza Herwindo pernah tersangkut kasus penganiayaan terhadap pengunjung di klub malam Blowfish pada 2010.
Namun, kasusnya tidak tuntas hingga saat ini.
Adapun Setya Novanto sendiri selaku Ketua Umum Partai Golkar masih tersangkut kasus dugaan pencatutan nama Presiden Jokowi terkait saham dan proyek PT Freeport Indonesia atau dikenal kasus 'Papa Minta Saham'.
Kini, kasus tersebut masih 'diendapkan' oleh Kejaksaan Agung.
Sementara itu, Yahya Zaini yang sebelumnya sempat dikabarkan menjadi Ketua Hubungan Legislasi dan Lembaga Politik Partai Golkar sebagaimana selebaran yang beredar di publik, justru tak masuk dalam daftar pengurus.
Sebelumnya, mantan anggota DPR periode 2004-2009 ini pernah tersangkut kasus video mesum dengan pedangdut Maria Eva pada November 2006 dan divonis oleh Badan Kehormatan DPR dengan pelanggaran etika berat. (Coz)