Senin, 6 Oktober 2025

Kasus Suap Impor Gula

Kubu Irman Gusman Optimis Menangkan Praperadilan Lawan KPK

Sidang praperadilan yang diajukan mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Irman Gusman terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasuki babak

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Abdul Qodir
Sidang praperadilan penangkapan dan penetapan tersangka mantan Ketua DPD RI, Irman Gusman, KPK, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (1/11/2016). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang praperadilan yang diajukan mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Irman Gusman terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasuki babak kesimpulan.

Sidang akan masuk pembacaan putusan, Rabu (2/11/2016).

Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (1/11/2016) siang, kuasa hukum Irman Gusman selaku pemohon menyerahkan dokumen kesimpulan kepada hakim, I Wayan Karya.

Begitu juga Biro Hukum KPK selaku termohon.

Ditemui usai persidangan, kuasa hukum Irman Gusman, Fachmi, optimistis hakim akan mengabulkan permohonan pihaknya dalam sidang putusan Rabu besok.

Yakni, memutuskan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan penyidikan yang dilakukan pihak KPK terhadap kliennya atidak sah karena tidak sesuai aturan yuridis yang ada.

Namun, Fachmi menyatakan akan melaporkan hakim I Wayan Karya ke Komisi Yudisial (KY) jika putusan sidang nantinya menolak permohonan praperadilan tanpa alasan yuridis yang jelas.

"Kami optimis dikabulkan. Kalau kalah itu tergantung pada pertimbangan hakim apa, yuridis atau tidak."

"Kalau yuridis kami akan terima. Tapi, kalau tidak yuridis, tentu ada upaya lain," kata Fachmi.

Menurutnya, meskipun putusan sidang praperadilan tidak bisa dikasasi, tentu pihaknya akan berbicara dengan KY.

"Butir 10 kode etik KY, hakim harus profesional," katanya.

Fachmi menjelaskan, kesimpulan persidangan praperadilan yang disampaikannya kepada hakim berisi enam butir perbuatan atau tindakan sah yang dilakukan pihak KPK.

Diantaranya, pihaknya dapat membuktikan di persidangan sebelumnya bahwa tangkap tangan oleh penyelidik KPK kepada Irman Gusman adalah cacat yuridis.

Penangkapan dinilai tidak sesuai dengan Pasal 1 butir 19 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP).

Diantaranya tidak adanya surat tugas penangkapan dan tanpa serangkapaian penyelidikan panjang atau hanya 'by accident' saat penyelidikan kasus lain.

KPK juga tidak memberi kesempatan mendapatkan bantuan hukum untuk Irman Gusman selaku orang yang ditangkap.

Kemudian ditetapkan sebagai tersangka hingga lembaga anti-rasuah tersebut melimpahkan berkas perkara Irman ke penuntutan.

"Berdasarkan yurisprudensi, tersangka yang tak pernah didampingi penasihat hukum sesuai putusan MA, maka dakwaannya batal," ujarnya.

Selain itu, penyidikan yang dilakukan KPK terhadap perkara Irman Gusman tidak sah.

Sebab, proses penangkapan itu sudah tidak sah, termasuk temuan dua alat bukti, sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 24 Tahun 2014.

Tidak hanya itu, seharusnya barang bukti Rp 100 juta yang ditemukan di lokasi dikualifikasikan sebagai gratifikasi sebagaimana aturan KPK dengan masa waktu pengembalian gratifikasi tersebut.

Selanjutnya, status berkas perkara lengkap atau P-21 yang dilakukan KPK tidak sah.

Sebab, pihak KPK belum pernah melakukan pemeriksaan terhadap Irman Gusman selaku tersangka selama proses penyidikan.

"Kalau tersangka tidak diperiksa dan langsung P-21, maka hak-hak tersangka yang diatur dalam KUHAP diabaikan dan dilecehkan," kata Fachmi.

Fachmi selaku kuasa hukum Irman Gusman juga mengkritisi tindakan dari KPK yang melimpahkan berkas perkara Irman ke penuntutan untuk selanjutkan diajukan ke persidangan.

Menurutnya, tidak serta-merta praperadilan yang diajukan Irman Gusman gugur kendati berkas perkara pidana korupsi Irman Gusman telah dilimpahkan ke penuntutan.

Sebab, masih ada waktu untuk proses pelimpahkan berkas perkara ke pengadilan hingga penentuan jadwal sidang.

Selain itu, delik 'memperdagangkan pengaruh' terkait penerimaan uang Rp 100 juta yang disangkakan KPK kepada Irman belum diatur dalam hukum positif di Indonesia.

Jika KPK menggunakan yurispridensi perkara dan putusan kasus Luthfi Hasan Ishaaq, maka hal itu tak bisa menjadi pembenaran dan tidak sesuai peraturan perundang-undangan yang ada.

Sebelumnya, tim KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Irman Gusman selaku Ketua DPD RI di rumah dinasnya, Jakarta, 17 September 2016, dini hari.

Turut ditangkap, Direktur CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto; istri Xaveriandy, Memi, serta adik Xaveriandy, Willy Sutanto.

Dari rumah dinas Irman Gusman, tim KPK menemukan uang tunai Rp 100 juta dalam plastik yang diduga baru diserahkan Memi.

Uang tersebut diduga digunakan Xaveriandy untuk menyuap Irman terkait pengurusan penambahan kuota gula impor yang diberikan Bulog untuk wilayah Sumatera Barat pada 2016.

Selanjutnya KPK menentapkan tersangka dan menahan Irman Gusman, Xaveriady Sutanto, Memi dan Willy Sutanto.

Pihak KPK menyatakan, OTT atau terungkapnya kasus ini bermula saat pihaknya menyelidiki kasus lain dari Xaveriandy Willy.

Yakni, penyelidikan dugaan suap Xaveriandy sebesar Rp365 juta kepada jaksa Farizal yang menangani perkara impor gula 30 ton gula pasir non-Standar Nasional Indonesia (SNI) di Pengadilan Negeri Padang.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved