Fahri Hamzah Minta Maaf, PKS Tegaskan Cuitan di Twitter Pendapat Pribadi
"Barangkali yang di Hong Kong cukup baik nasibnya. karena sistema hukumnya cukup baik melindungi TKI yang berprofesi sebagai pekerja rumah tangga"
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kicauan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah soal pekerja Indonesia di luar negeri menuai polemik di media sosial. Setelah menghapus kicauan tersebut, Fahri juga meminta maaf atas pernyataannya.
Sebelumnya, ia juga menjelaskan tentang konteks pernyataannya agar tak menimbulkan kesalahpahaman lebih jauh di publik.
"Tapi, apapun, kita harus berhadapan. Kepada pemangku profesi yang merasa terhina saya minta maaf. Terima kasih," tutur Fahri melalui akun Twitter resminya, @Fahrihamzah.
Kicauan Fahri sebelumnya dianggap merendahkan profesi tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri. Bahkan, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri turut merespons kicauan Fahri tersebut.
"Anak bangsa mengemis menjadi babu di negeri orang dan pekerja asing merajalela," begitu bunyi kicauan Fahri yang diunggah Selasa subuh, pukul 04.14 WIB.
Terkait kicauannya yang menimbulkan polemik, Fahri menganggapnya sebagai bahan untuk intropspeksi diri. Terlebih lagi, pernyataannya tersebut membuat dirinya menjadi bulan-bulanan netizen.
Namun, Fahri tak mempermasalahkan hal itu.
"Ya harus banyak senyum. Harus menerima baik kritikan orang. Introspeksi biar positiflah," kata Fahri.
Fahri menjelaskan, kicauannya sebetulnya tak berdiri sendiri, melainkan tengah fokus mengomentari isu nasional. Ia pun tak menduga kicauannya akan berdampak pada reaksi keras sejumlah pihak.
Beberapa isu yang dikomentarinya berkaitan dengan makar hingga coretan di bendera Merah Putih.
"Jadi, tadi si pembawa bendera itu sudah dilepas. Ini kan polisi bekerja berdasarkan provokasi, terutama dari media dan medsos, lalu dia memilih kasus-kasus untuk menyibukkan diri, padahal itu enggak ada manfaatnya," tutur Fahri.
"Saya tahu misalnya isu makar akhirnya enggak ada juga, semua orang diperiksa, dijadikan tahanan, lalu tahanan kota, akhirnya enggak jadi juga. Ada yang diajak damai dan seterusnya," kata dia.
"Lalu, muncul isu lain lagi, isu bendera. Provokasi lagi, kemudian ada yang ditangkap," katanya.
Fahri mengatakan, atas sejumlah peristiwa di dalam negeri, dia menyimpulkan bahwa Indonesia sedang kehilangan prioritas untuk ditangani. Padahal, banyak persoalan yang seharusnya diutamakan.
"Prioritas kita ini saya tunjukkan bahwa hutan kita dibabat orang, pipa-pipa baja kita disedot negeri orang. Padahal, warga kita mengemis meminta kerja menjadi pakai istilah babu. Sebenarnya, istilah ini enggak ada. Sementara pekerja asing kita biarkan merajalela. Concern saya adalah prioritas," ucap Fahri.
Kedua, sebagai Ketua Tim Pengawas Tenaga Kerja, ia mengaku sangat mengetahui nasib pekerja Indonesia di luar negeri. Kondisinya tragis bahkan tak jarang ada yang diperbudak. Ia menegaskan kalimat pada kicauannya tak ada hubungannya dengan penghinaan.
Tanggung Jawab Pribadi
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menilai cuitan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah merupakan pernyataan pribadi.
Cuitan Fahri di twitter yang berisi 'Anak bangsa mengemis menjadi babu di negeri orang dan pekerja asing merajalela'. "Yah itu sih statement pribadinya Pak Fahri Hamzah yah karena itu yg paling tahu Pak Fahri Hamzah. Ketua Fraksi PKS bukan juru tafsirnya Pak Fahri Hamzah," kata Jazuli.
Jazuli menduga Fahri tidak menyoroti persoalan mengemis atau pembantu. Tetapi, di tengah sulitnya masyarakat mencari kerja didalam negeri tetapi banyaknya tenaga kerja luar negeri di Indonesia.
"Mungkin itu kalau positifnya. tapi tafsir yang paling tahu Pak Fahri. saya kira langsung saja ke Pak Fahri Hamzah kalau soal itu," kata Jazuli.
Mengenai rencana pemanggilan Fahri Hamzah, Jazuli menuturkan hal itu bukan tanggungjawab fraksi. Apalagi, secara institusional Fahri sedang berurusan dengan PKS.
"Jadi menurut saya itu urusan pribadilah, saya mendingan yang lebih strategis bicaranya jangan urusan begitu," kata Jazuli.
Dibela Rieke
Anggota Timwas TKI DPR Rieke Dyah Pitaloka menanggapi kicauan Wakil Ketua Fahri Hamzah di twitter. Fahri telah menghapus cuitan yang berisi 'Anak bangsa mengemis menjadi babu di negeri orang dan pekerja asing merajalela'.
"Kicauan Fahri Hamzah di twitter seperti menyentil kita semua. Sebagian marah dan mengecam. Tapi, mari kita lihat arti kata Babu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia: orang yang bekerja sebagai pembantu dalam rumah. Ada babu cuci, babu masak dan sebagainya," kata Rieke.
Rieke mengatakan upah pembantu terserah yang memberi, jam kerja juga tergantung majikan. Tawar-tawaran pun tidak dijamin norma hukum.
"Jadi kalau dilanggar pun tak ada sanksi bagi yang melanggar, bisa diberhentikan kapan saja, tanpa pesangon. Ada majikan yang baik, itu untung-untungan, bukan karena ada perlindungan hukum yang memperlihatkan kehadiran negara," kata Politikus PDIP itu.
Rieke mengakui adanya konotasi yang terkesan kasar dari kata babu. Menurut Rieke, hal itu merupakan kenyataan dimana hidup jadi begitu kasar dan keras bagi mereka yang jadi babu dan diperlakukan sebagai babu, bukan pekerja.
"Saya kira sudah saatnya kita tidak terjebak 'eufemisme', menghalus-haluskan kata untuk kondisi yang berkebalikan. Menggunakan kata-kata yang sopan untuk menutupi ketidakadilan yang terjadi," kata Rieke.
"Selama belum diakui sebagai pekerja formal yaa istilah yang tepat memang babu alias pembantu. Nasib tragispun bagi 'babu', bukan bermaksud menghina terjadi di dalam negeri, klik saja di Mbah Google: Kekerasan terhadap pembantu . Pasti langsung keluar rentetan cerita tragis," tambah Rieke.
Rieke menjelaskan babu atau pembantu berbeda dengan Pekerja Rumah Tangga. Ia mengatakan pekerja rumah tangga memiliki jenjang pendidikan serta perjanjian dan kontrak yang jelas.
Selain itu, terdapat kewajiban sebagai pekerja yang harus dipenuhi pekerja. Kemudian terdapat hak-hak sebagai pekerja yang wajib dipenuhi pemberi kerja, seperti upah , one day off, jaminan sosial.
"Barangkali yang di Hong Kong cukup baik nasibnya. karena sistema hukumnya cukup baik melindungi TKI yang berprofesi sebagai pekerja rumah tangga," imbuhnya.
Namun hal itu berbeda dengan TKI di Timur Tengah dan Malaysia. Ia juga tidak bisa menyalahkan negara Penerima TKI. Tetapi, semua pihak berjuang bersama memperbaiki sistem hukum yang melindungi TKI.
"Tidak perlu saling menghujat dan menyalahkan. Kita sama-sama rumuskan yang terbaik, agar negara Penerima TKI pun 'tidak main-main' terhadap Pekerja dari Indonesia," ujar Rieke.
Rieke meminta mensahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga agar di dalam negeri pun profesi yang sama mendapatkan kepastian Perlindungan hukum sebagai pekerja. "Bukan sebagai babu yang tanpa kejelasan status kerja dan hak-hak pekerja," kata Rieke.
Kemudian, Rieke juga meminta revisi UU yang mengatur TKI dan harus sejalan dengan Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Buruh Migran dan keluarganya yang telah diratifikasi Indonesia.
"Bongkar perdagangan manusia berkedok pengiriman TKI, agar TKI kita tidak diperlakukan sebagai babu atau bagian budak, tangkap dan adili siapa pun pelaku yang terlibat, kalau ada pejabat yang terlibat pun harus dicopot dari jabatannya dan mendapat sanksi pidana," kata Rieke.
Belum Ada Aduan
Pihak kepolisian belum menerima laporan atas pernyataan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat merangkap Ketua Tim Pengawasan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Fahri Hamzah terkait pernyataannya tentang TKI.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, hingga saat ini belum ada laporan atas pernyataan Fahri yang ditengarai menghina TKI.
"Belum ada," ujar Argo di Mapolda Metro Jaya, Jakarta.
Argo mengaku akan mengecek lagi ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu, mengenai cuitan di akun twitter Fahri, @fahrihamzah yang berisi' Anak bangsa mengemis menjadi babu di negeri orang dan pekerja asing merajalela'.
"Nanti saya cek kembali. Saya belum dapat laporan dari SPKT. Nanti saya cek," tutur Argo.(tribunnews/ferdinand/dennis/kompas.com)