Minimnya SDM Bidang TIK Sebabkan Indonesia Belum Mampu Bersaing
Tenaga-tenaga terampil di bidang teknologi informasi dan komunikasi ini harus dipasok sebanyak-banyaknya
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komite Penyelarasan Teknologi Informasi dan Komunikasi (KPTIK), Ir Dedi Yudiant mengatakan, minimnya SDM yang berkompeten di bidang TIK menyebabkan Indonesia belum mampu bersaing dengan negara maju lainnya di dunia.
Dedi melihat visi Presiden soal ekonomi digital ini harus bersinergi dengan visi lain Presiden terkait penyiapan tenaga terampil melalui jalur pendidikan vokasi.
Sejak awal menjabat, Presiden mendorong pendidikan vokasi dikedepankan, termasuk menyatakan bakal lebih dibutuhkannya lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) ketimbang sekolah umum.
"Tenaga-tenaga terampil di bidang teknologi informasi dan komunikasi ini harus dipasok sebanyak-banyaknya. Cara paling cepat dan masif, ya lewat SMK," kata Dedi saat diskusi Pemetaan Kebutuhan dan Penyiapan SDM TIK 2017 di Jakarta, Selasa (31/1/2017).
Sayangnya, dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) 2015 lalu, ?angka pengangguran di Indonesia meningkat 300.000 orang selama setahun dari Februari 2014 sampai Februari 2015.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) didominasi penduduk berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMK) sebesar 9,05 persen, lalu disusul pada jenjang Sekolah Menengah Atas 8,17 persen, dan Diploma I/II/III sebesar 7,49 persen.
Adapun TPT terendah ada pada penduduk berpendidikan SD ke bawah dengan prosentase 3,61 persen di periode Februari 2015 lalu.
Tingginya tingkat pengangguran lulusan SMK itulah yang menjadi kekhawatiran Dedi.
"SDM-nya banyak tapi menyumbang pengangguran yang juga banyak. Bagi para praktisi TIK, ini tantangan sekaligus potensi ke depan, karena kita punya SDM, tinggal memolesnya dengan pelatihan-pelatihan yang tepat dan didukung kurikulum yang dibutuhkan industri," kata Dedi.
Saat ini hampir 90 persen asosiasi TIK sudah masuk di dalam KPTIK.
Didirikan pada akhir 2015 lalu, KPTIK menjadi organisasi nonprofit untuk menyelaraskan pendidikan terkait TIK dengan industri yang membutuhkan SDM TIK.
KPTIK sendiri saat ini beranggotakan asosiasi industri dan lembaga sosial masyarakat di bidang TIK seperti Aenaki, AOSI, APJII, Apkomindo, APMI, Aspiluki, ATSI, FTII, Genta Foundation, Klik Indonesia, LSP Komputer, LSP Open Source, LSP Telematika, Meruvian Foundation, dan Onno Center.
Dedi berharap, kerjasama KPTIK dengan BBPLK Bekasi yang didahului dengan pendandatanganan MoU pada Agustus 2016 lalu, dapat terlaksana dengan baik.
"Kerja sama pelatihan kerja ini semakin konkret lewat serangkaian pelatihan, ujian, dan penempatan para tenaga kerja siap pakai itu di berbagai industri," kata Dedi.
Direktorat Bina Lembaga dan Sarana Pelatihan Kerja (Lemsarlatker) Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kemenakertrans, Dudung Heryadi mengatakan kemitraan KPTIK dan BBPLK tersebut sangat strategis, apalagi partner utamanya adalah perusahaan atau industri.
Dia menambahkan, bahwa sesuai Undang-undang (UU) Nomor 13 tahun 2003 tanggung jawab masalah ketenagakerjaan dan pengangguran bukan saja tanggung jawab pemerintah, tapi juga semua unsur.
"Untuk itu kemitraan ini sangat menguntungkan, baik untuk BBPLK sebagai perwakilan pemerintah maupun perusahaan. Karena perusahaan bisa mendapatkan banyak SDM siap pakai. Ada 17 BBPLK di seluruh Indonesia dan mudah-mudahan kegiatan semacam ini tak cuma di Bekasi saja, tapi di seluruh Indonesia," ujar Dudung.
Sebagai narasumber diskusi, Kepala BBPLK Bekasi, Edi Susanto, menambahkan, program pemetaan yang dilakukan bersama-sama antara BBPLK, KPTIK dan industri akan bisa digunakan sesuai kebutuhan banyak pihak, bukan hanya tenaga kerja tapi juga pihak industri berbasis TIK.
Berdasarkan catatan Edi, tahun lalu BBPLK Bekasi sudah menggelar pelatihan hingga 3.200 peserta. Tahun ini pihaknya menargetkan 6000 peserta.
"Kami siapkan program yang focus pada dua kejuruan, yaitu teknika dan elektronika. Tahun ini kami menargetkan bisa mencapai 6.000 peserta," ujar Edi.