Suap Pembelian Mesin Jet
KPK Hiraukan Bantahan Emisyah Satar Soal Suap Aset
Ditanya soal info dan data apa yang telah dikantongi KPK, Febri enggan menjelaskan detail.
Penulis:
Theresia Felisiani
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam pemeriksaan perdana pada Jumat (17/2/2017) lalu, mantan Dirut PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar membantah menerima suap dalam bentuk aset senilai 2 juta dollar AS di Singapura.
Dimana suap tersebut diduga berasal dari perusahaan Rolls-Royce di Inggris.
Menanggapi hal itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengaku pihak KPK biasa menghadapi bantahan dari para tersangka.
Febri mengklaim penyidik punya bukti kuat soal dugaan suap tersebut.
"Kan sudah ditetapkan ESA bersama SS di kasus ini. Kami yakini punya bukti kuat. Soal bantahan, kami biasa mendapatkannya. Penyidik tidak bergantung dengan bantahan, kami munya info dan data," tegas Febri, Senin (20/2/2017).
Ditanya soal info dan data apa yang telah dikantongi KPK, Febri enggan menjelaskan detail.
Menurutnya sejumlah alur aliran dana suap sudah dikantongi KPK dan terus ditelusuri.
Termasuk adanya informasi dari KPK di Inggris juga makin menguatkan tuduhan pada kedua tersangka yang hingga kini belum ditahan itu.
"Informasi kami soal aliran dana bisa dipertanggung jawabkan ke penyidikan," katanya.
Lebih lanjut, Febri juga sempat menyinggung soal fenomena baru mengenai para tersangka yang banyak mengajukan diri sebagai justice collabolator dan mengakui perbuatannya sehingga berimbas pada keringanan hukuman.
Lantaran Emirsyah membantah suap, apakah KPK berharap dalam proses hukum ke depan, Emirsyah akan mengajukan justice collabolator?
Menurut Febri soal justice collabolator adalah hak dari para tersangka. Tentunya kalaupun nanti Emirsyah mengajukan diri sebagai justice collabolator, KPK akan mempertimbangkan.
"Tersangka kan punya hak bicara atau tidak, termasuk mengajukan justice collabolator. Tentu kalau yang bersangkutan mengajukan, penegak hukum pasti mengapresiasi," tambahnya.
Untuk diketahui, Emirsyah Satar yang adalah mantan Dirut Garuda diketahui menerima suap terkait pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia. Nilai suap itu lebih dari Rp 20 miliar dan bentuk uang dan barang yang tersebar di Singapura dan Indonesia.
Dalam menangani perkara ini, KPK bekerja sama dengan penegak hukum negara lain karena kasus korupsi ini lintas negara.