Hak Angket KPK
DPR Ngotot Gunakan Hak Angket, KPK Kunci Rapat Rekaman Miryam
KPK memilih mengunci rapat rekaman pemeriksaan terhadap mantan anggota Komisi Hukum DPR RI, Miryam S Haryani terkait kasus dugaan korupsi e-KTP.
Penulis:
Ferdinand Waskita
Editor:
Dewi Agustina
"Syaratnya kan cukup didukung oleh minimal 25 anggota dari dua fraksi," tuturnya.
Ia menjelaskan, alasan KPK menolak membuka rekaman tersebut kurang bisa diterima. Salah satu alasannya, misalnya karena bagian yang diminta Komisi III untuk dibuka hanya berkaitan kesaksian penyidik KPK Novel Baswedan di sidang.
Oleh karena itu, alasan bahwa bagian tersebut "rahasia" dirasa tidak tepat.
"Jadi tidak untuk membuka rekaman keterangan Miryam sewaktu di-BAP secara keseluruhan," tuturnya.
Adapun usulan menggulirkan hak angket itu dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah Anggota Komisi III kepada KPK.
Alasannya, dalam persidangan disebutkan bahwa Miryam mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III.
"Setiap kesaksian pasti direkam. Apakah pernyataan Miryam yang menyebut nama kami terekam? Kalau ada kami minta. Karena ini juga jadi bahan kami untuk melakukan tindakan hukum bagi yang menyebut nama kami," kata Ketua Komisi III Bambang Soesatyo.
"Tapi kalau tidak ada dalam rekaman, maka ini bisa dikatakan mengada-ada," lanjut Bambang.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaidi Mahesa. Nama Desmond juga menjadi salah satu anggota yang disebut Novel saat itu.
Bukti rekaman KPK, kata dia, akan mempertegas bahwa pernyataan tersebut benar diungkapkan Miryam.
Jika rekaman tidak ada, maka tudingan tersebut bukan merupakan bukti dan menjadi bagian dari pembusukan institusi DPR.
Anggota Komisi III Dossy Iskandar Prasetyo mengaku pihaknya telah mengonfirmasi langsung kepada Miryam. Adapun Dossy merupakan rekan satu partai Miryam, yakni Partai Hanura.
Saat ditanyakan, Miryam mengaku tak menyebut nama-nama tersebut di hadapan KPK dan dirinya tak pernah duduk di Komisi III.
Dossy pun mengusulkan agar permasalahan ini dibawa ke pembahasan tingkat berikutnya, yakni rapat paripurna.
Sehingga DPR bisa meminta KPK mengungkap hal-hal yang dinyatakan tak bisa dibuka sebelumnya.