Minggu, 24 Agustus 2025

Polemik Panglima TNI

Setara Institute: Manuver Panglima TNI Sudah Berlebihan, Presiden Harus Lakukan Evaluasi

Ketua Setara Institute, Hendardi meminta kepada presiden sebagai panglima tertinggi untuk segera melakukan evaluasi kepada Panglima TNI.

Penulis: Amriyono Prakoso
Repro/KompasTV
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo memberikan keterangan pers usai menggelar acara pertemuan dengan mantan petinggi TNI di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9/2017). 

"Melempar informasi yang notabene itu, dinggap informasi yang sensitive saya sebut saja kepada publik itu menurut saya tidak pada tempatnya. Sebaiknya dihindari, dan ternyata benar kemudian menjadi riuh, masyarakat menilai ada apa ini? 5000 pucuk senjata itu sama dengan 5 Batalion Tempur. Ada apa dan mengapa?," kata TB Hasanuddin saat ditemui di Gedung DPR.

Meski TB Hasanuddin menilai peryataan Gatot tidak perlu di polemik lebih lanjut setelah Menkopolhukam, Wiranto membuat peryataan, namun seharunya Panglima mengetahui mekanisme penyampaian informasi yang ada.

Panglima harus melakukan komunikasi keistitusi terkait terlebih dahulu sebelum menyampaikan pesan lalu diteruskan kepada Presiden.

"Pejabat negara itu harus paham betul soal aturan perundang-undangan juga soal prosedur dan termasuk di dalamnya etika. Prosedurnya kalau ada informasi seperti itu, diskusikan saja dengan instansi terkait telfon atau dipanggil," ungkap TB Hasanuddin

"Kalau sulit dicapai lapor kepada Menkopolhukam karena beliau punya kewenangan untuk memanggul dan mengkoordinasikan. Kalau itu juga sulit lapor langsung Presiden. Pasti Presiden akan melakukan upaya," kata dia.

Sudah Sesuai Aturan

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan, pemesanan 500 senjata yang dilakukan BIN sudah sesuai aturan. Yakni, dengan mengajukan izin pemesanan ke Mabes Polri.

"Mengajukan ke polri untuk pengadaan nanti setelah mendapat rekomendasi, rekomen itu diajukan mau beli ke luar negeri atau mau beli ke PT Pindad," ujar Setyo di Mabes Polri, Senin (25/9/2017).

Setyo menerangkan, jika senjata dipesan di luar negeri maka harus membuat surat izin import. Dalam surat itu, dicantumkan negara tujuan yang hendak dipesan senjata. Sedangkan, jika senjata dipesan dari dalam negeri, misal PT Pindad, melalui izin Mabes Polri.

Setelah senjatanya dipesan oleh BIN, maka senjata itu, dikirimkan ke Mabes Polri untuk diidentifikasi.

"Setelah identifikasi, semua selesai dokumentasi, kartu pemegang, kartu senjatanya baru diserahkan ke yang bersangkutan," ujar Setyo.

Menurut Setyo pembelian senjata BIN tidak perly izin ke Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, "Enggak ada," ujarnya.

Polemik pembelian 5.000 pucuk senjata muncul pasca rekaman pernyataan Gatot Nurmantyo saat menggelar acara silaturahmi dengan para purnawirawan jenderal dan perwira aktif di TNI tersebar.

Rekaman suara itu berisi rencana salah satu institusi di Indonesia yang akan mendatangkan 5.000 pucuk senjata dengan mencatut nama Presiden Jokowi.

Setelah pernyataan Panglima TNI itu terlontar, Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Wiranto menjelaskan duduk perkaranya.

Wiranto mengonfirmasi bahwa senjata tersebut pesanan BIN. Dia menyebut ada pembelian 500 senjata laras pendek buatan PT Pindad oleh BIN, bukan 5.000 senjata standar TNI.(tribun/rio)

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan