Soal Dugaan Pencemaran Nama Baik Panglima TNI, Dokter Siti Bilang Postingannya Hoax
Irfan mengatakan, kondisi itu yang sempat membuat wanita kelahiran 1966 tersebut bingung karena sama sekali tidak mengerti hukum.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Dokter asal Padang, Siti Sundari Darnila alias SSD telah menjelaskan bahwa postingan di Facebook dengan akun Gusti Sikumbang adalah Hoax. Hal itu dijelaskan oleh SSD kepada kuasa hukumnya, Irfan Iskandar.
Kata Irfan, apa yang diunggah dalam akun tersebut bukan berasal langsung dari tangan Siti.
"Beliau bilang, itu hoax. Ada di kolom komen, kalau itu bukan dia yang buat," jelasnya saat dihubungi, Jakarta, Jumat (29/12/2017).
Postingan dengan kalimat "KITA PRIBUMI RAPATKAN BARISAN..PANGLIMA TNI YANG BARU MARSEKAL HADI TJAHYANTO BERSAMA ISTRI *LIM SIOK LAN* DGN 2 ANAK CEWEK COWOK....ANAK DAN MANTU SAMA SAMA DIANGKATAN UDARA....." bukanlah orang yang pertama mengunggah kalimat itu.
"Dia bukan yang pertama, mungkin beliau yang kesekian," ucapnya.
Dokter umum di salah satu Puskesmas tersebut, juga masih tidak percaya jika dia harus ditangkap pihak kepolisian dirumahnya setelah beberapa saat kalimat itu diunggah.
Irfan mengatakan, kondisi itu yang sempat membuat wanita kelahiran 1966 tersebut bingung karena sama sekali tidak mengerti hukum.
"Dia sempat bingung beberapa hari. Dia awam sekali dengan hukum," tukasnya.
Namun begitu, Kepala Subdirektorat II Dittipidsiber Bareskrim Komisaris Besar Asep Safrudin mengatakan selama pemeriksaan berlangsung, tersangka dinilai cukup kooperatif dan menjawab semua pertanyaan.
"Sejauh ini kooperatif kok," katanya.
Motif yang pelaku, lanjut Asep, yakni hanya ikut-ikutan untuk mengunggah kalimat tersebut ke dalam akun Facebook-nya.
Ada Celah Hukum
Kuasa Hukum SSD, Irfan Iskandar mengatakan pihaknya optimis masih ada celah hukum yang bisa digunakan. Dasarnya, kepolisian dinilai tidak memiliki dasar untuk langsung menangkap tanpa adanya aduan.
Urai dia, dalam Pasal 27 ayat 2 UU ITE, harus ada aduan apabila ada seseorang yang nama baiknya tercemarkan. Sedangkan, jika pihak kepolisian mengatakan ada unsur SARA seperti pada Pasal 28 ayat 2, maka menurutnya, ada beberapa proses yang terlewat.
"Kalau pencemaran nama baik, berarti harus ada yang mengadu karena delik aduan. Kalau ada unsur SARA, maka harus ada ahli bahasa yang menilai terlebih dahulu, kalimat itu mengandung SARA atau tidak?" tukasnya.
Dari ahli bahasa, lanjut Irfan, maka kepolisian bisa mengetahui dapat dikategorikan SARA atau tidak dan sebagainya. Pasalnya, berbeda koma, titik atau tanda baca dan huruf yang digunakan memiliki makna berbeda.