Pilkada Serentak
Sebut 90 Persen Kepala Daerah Petahana Diduga Korupsi, Agus Rahardjo Dianggap Belum Matang
Arsul menilai Agus Rahardjo selaku pimpinan KPK melakukan politisasi proses hukum dengan menyampaikan informasi tersebut kepada publik.
Menurutnya, slogan penegakan hukum tanpa pandang bulu juga harus melihat kearifan sistem politik yang ada.
Sebab, bila banyak calon kepala daerah yang dijerat pidana, justru itu menunjukkan pilkada sebagai simbol demokrasi Indonesia tidak akan berjalan.
"Kalau ada 20 orang saja yang ditersangkakan, bisa bubar itu pilkada. Apalagi sekarang sudah enam dan mereka terus menjalankan prosedur pilkada karena tak bisa dibatalkan, makin rusak image demokrasi kita. Jangan lakukan OTT-OTT (operasi tangkap tangan dulu," kata dia.
"Tapi, kalau tertangkap tangan harus langsung ditindak dan diberhentikan dari posisi. Karena kalau tertangkap tangan seperti itu tak perlu pembuktian," imbuhnya.
Jimly menambahkan, masyarakat tidak perlu khawatir bakal salah pilih calon kepada daerah dengan adanya informasi banyaknya calon kepala daerah yang akan menjadi tersangka.
Sebab, jika benar calon kepala daerah tersebut akhirnya terpilih dan ditetapkan sebagai tersangka, maka wakilnya yang akan meneruskan jabatannya.
Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini meminta kepada KPK untuk segera mengungkapkan siapa saja calon kepala daerah yang dimaksud.
Sebab, lamanya pengungkapan status hukum seseorang, termasuk calon kepala daerah, dapat menimbulkan kegaduhan baru di masyarakat.
"Buktinya, saat ini sudah terjadi di Sulawesi Selatan. Banyak kepala daerah yang namanya seolah-olah sudah disebut oleh KPK. Ini bisa jadi distorsi baru," ujarnya.
Mereka yang namanya seolah disebut, dinilai akan menjalankan peran playing victim atau korban penzaliman dan politisasi dari KPK.
Belum lagi, apabila calon pemilih menaruh curiga tinggi terhadap para calon kepala daerahnya.
Bukan tidak mungkin mereka tidak menggunakan hak pilihnya. (Tribun Network/amriyono/tim/coz)