Jumat, 5 September 2025

Korupsi KTP Elektronik

Sebut Nama Puan Maharani dan Pramono Anung, Setnov Dinilai Gegabah

Wakil Sekjen DPP PDIP, Ahmad Basarah mengatakan apa yang disampaikan oleh Setnov sangat gegabah.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
Hasto, Pramono Anung dan Puan Maharani 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai PDI Perjuangan meradang ketika tersangka kasus mega proyek e-KTP Setya Novanto (Setnov) menyebut nama Menko PMK Puan Maharani dan Sekretaris Negara Pramono Anung menerima aliran dana sebesar Rp 500 ribu dolar AS.

Wakil Sekjen DPP PDIP, Ahmad Basarah mengatakan apa yang disampaikan oleh Setnov sangat gegabah.

Ia menilai pernyataan mantan Ketua Umum Golkar itu bisa membuat majelis hakim tidak fokus dalam membuktikan kesalahan Setnov dalam kasus tersebut.

Menurutnya, kesaksian Setnov tidak kuat lantaran ia menyampaikan pernyataan bahwa 'ia mendengar' dari seorang pengusaha bernama Made Oka Masagung bahwa Puan dan Pramono menerima aliran dana.

Baca: Penggerebekan Pabrik Narkoba di Denpasar Berawal dari Penangkapan Krisna Andika

"Setya Novanto bukanlah orang yang melihat, mendengar, mengalami sendiri peristiwa tersebut," ujar Basarah, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (22/3/2018).

Setnov, kata Basarah, tidak mengalami peristiwa itu sendiri, ia tidak melihat secara langsung terkait apa yang disampaikannya dalam persidangan.

Namun mendengar pernyataan dari tersangka lainnya.

"Melainkan hanya mendasarkan pada pernyataan orang lain yang juga tersangka dalam kasus korupsi E-KTP (Made Oka Masagung)," jelas Basarah.

Ia menambahkan dengan demikian pernyataan Setya Novanto tidak dapat dikualifikasikan sebagai saksi, sebagai salah satu alat bukti dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, sepanjang tidak dilengkapi dan didukung dengan alat bukti lainnya.

Baca: Mantan Direktur Mainichi Shimbun Osaka Jepang Ditangkap Polisi karena 49 Kali Mencuri

Basarah menegaskan, kesaksian Setnov tidak bisa dipergunakan sebagai alat bukti langsung.

Karena kesaksiannya disebut testimonium de auditu atau kesaksian tidak langsung karena tidak mengalami sendiri.

"Dalam hukum acara Pidana, kesaksian Setya Novanto ini disebut sebagai Testimonium de auditu, yaitu kesaksian karena mendengar dari orang lain yang tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti langsung," tegas Basarah.

Sebelumnya, nama Puan dan Pramono disebutkan Setnov dalam sidang e-KTP.

Keduanya disebut menerima aliran dana masing-masing sebesar 500 ribu dolar AS.

Baca: Mahfud MD Bertemu Luhut Panjaitan Tak Bicara soal Pilpres Tapi Hanya Untuk Makan Singkong Goreng

Dalam kasus mega proyek tersebut, saat itu Puan masih menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP.

Setnov pun menyampaikan dalam sidang tersebut bahwa seseorang bernama Made Oka Masagung bertugas memberikan uang itu untuk Puan dan Pramono.

Namun dalam kesaksiannya, Setnov mengaku bahwa dirinya hanya 'mendengar' pemberian uang itu dari Made dan seorang tersangka lainnya, Andi Narogong.

"Oka menyampaikan (kalau) dia menyerahkan uang ke dewan, saya tanya 'wah, untuk siapa?', disebutlah (dua nama itu), tidak mengurangi rasa hormat, saya minta maaf, waktu itu ada Andi, untuk Puan Maharani 500 ribu dan Pramono 500 ribu dolar," kata Setnov dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/3/2018).

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan