Selasa, 23 September 2025

Kasus Terorisme

Anggaran BNPT 'Hanya' Rp 500 Miliar Tapi Mampu Lakukan Deradikalisasi dan Jadi Contoh Dunia

Meski Anggaran BNPT sangat terbatas, hanya Rp 500 miliar per tahunnamun ternyata mampu melakukan deradikalisasi.

Editor: Dewi Agustina
Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo
Komisaris Jenderal Polisi Drs Suhardi Alius, M.H. (56) yang masih memiliki darah Minang, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), sejak 20 Juli 2016, jenderal polisi bintang tiga. 

"Namun kalau berbekal pada value dari kecil apa pun, dengan kemajuan teknologi informasi pasti ada kemampuan untuk seleksi serta verifikasi bagi anak muda yang memang memiliki value. Namun kalau tak punya value maka tak akan bisa melakukan filtering. Oleh karena itu pendidikan karakter penting sekali sejak usia dini," katanya.

Jenderal Suhardi memberikan contoh.

"Coba kita lihat anak muda sekarang, hafal tidak siapa-siapa pahlawan daerah, hafal tidak lagu-lagu daerah, siapa menteri-menteri yang ada. Pada zaman saya dulu semua itu di luar kepala," tambah jenderal berdarah Minang yang kini berusia 56 tahun.

Jika anak muda sekarang tak punya nilai kebangsaan yang baik, maka akan gampang terprovokasi.

"Mana yang benar tak diketahuinya, banyak hoax berseliweran. Kalangan Radikal melempar pesan, langsung diforward tanpa difilter sehingga jadi massif, tak bagus bagi bangsa dan negara," kata dia.

Namun Jenderal Suhardi melihat Jepang lain.

"Pendidikan tinggi, pengetahuan bagus, salary tinggi, tetapi tetap tak kehilangan identitas dia. Sopan santun terjadi di terminal bus dengan pegawainya yang nunduk-nunduk. Ini kan satu karakter padahal mereka orang modern dengan ekonomi terhebat di dunia, namun tetap terlestarikan tingkah lakunya meskipun berada di era kemajuan teknologi tinggi, tetapi tetap tak kehilangan identitasnya, misalnya hormat pada orangtuanya. Mungkin yang baik itu perlu kita contoh bersama," kata Suhardi.

Sistem yang dilakukan BNPT menurutnya seperti disampaikan saat berada di Yordania sebagai narasumber mengenai penanganan soft approach, supaya mantan-mantan teroris ini kembali ke masyarakat dengan baik.

"Kita coba kembangkan bagaimana napi teroris beserta keluarganya kembali ke masyarakat. Namun apabila mereka masih di luar, belum ada vonis pengadilan, maka kita belum dapat mengaksesnya," ujarnya.

BNPT berupaya untuk memanusiakan mereka.

"Setiap orang punya sisi keras, ada pula sisi humanisnya. Jangan dimarjinalkan napi teroris, karena kalau dilakukan demikian maka mereka akan kembali ke jaringannya semula," ujarnya.

BNPT memiliki 32 forum koordinasi pencegahan terorisme (FKPT) yang terdiri dari para intelektual, para tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, sampai tokoh perempuan sehingga lengkap untuk melakukan verifikasi.

Kini dengan adanya UU Anti Teroris yang baru, BNPT berharap dapat sinergikan koordinasi kementerian dan badan para lembaga negara dengan lebih baik karena memang perintah UU itu sendiri.

Baca: KPU Adang Eks Koruptor Maju Caleg Meski Ditentang Bawaslu, Kemendagri dan DPR

Untuk pesantren BNPT berhara kementerian agama dapat lebih aktif lagi memonitor para pesantren karena jaringan kementerian agama sampai ke kecamatan.

Sedangkan untuk pendidikan umum dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"Monitoring mungkin perlu pula dengan melihat kembai kurikulum sekolah, bagaimana pola rekrutmen guru, bagaimana bahan ajaran yang ada, bagaimana proses seleksi kuat bahan bacaan wajib, bagaimana pengaruh lingkungan sekolahnya. Semua perlu dilakukan karena ada indikasi infiltrasi terorisme baik ke pesantren maupun ke sekolah pendidikan umum," kata Suhardi.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan