Kasus Nur Mahmudi
Duit yang Diduga Dikorupsi Mantan Wali Kota Nur Mahmudi Capai Rp 10 Miliar
Meski sudah menetapkan keduanya sebagai tersangka, polisi belum menahan Nur Mahmudi dan Harry Prihanto.
Editor:
Fajar Anjungroso

TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Kepolisian Resort Kota Depok menetapkan mantan Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail dan mantan Sekertaris Daerah (Sekda) Kota Depok Harry Prihanto, menjadi tersangka kasus korupsi pelebaran Jalan Nangka, Tapos, Depok.
Kapolresta Depok Kombes Didik Sugiarto mengutip hasil auditor Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Barat mengatakan, dari total Rp 17 miliar yang digelontorkan dari APBD 2015 untuk pelebaran Jalan Nangka, ada kerugian negara mencapai Rp 10 miliar lebih.
Ini artinya ada sekitar 58,8 persen anggaran yang diduga diselewengkan Nur Mahmudi dan Harry Prihanto saat itu.
"Hasil auditor BPKP Jawa Barat diketahui kerugian negara mencapai Rp 10 miliar lebih dari total Rp17 miliar anggaran APBD yang digelontorkan untuk pelebaran Jalan Nangka tersebut. Karenanya tim penyidik menemukan perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan oleh NMI dan HP, pada proses pembebasan lahan ini," kata Didik di Mapolresta Depok.
Meski sudah menetapkan keduanya sebagai tersangka, polisi belum menahan Nur Mahmudi dan Harry Prihanto.
"Nanti pada waktunya kalau sudah mencukupi, kami akan melakukan pemanggilan lagi kepada mereka untuk pemeriksaan lebih lanjut," kata Didik.
Ia mengatakan selain hasil audit BPKP Jawa Barat penetapan Nur Mahmudi dan Harry Prihanto sebagai tersangka juva berdasar keterangan saksi, beberapa ahli, serta sejumlah surat birokrasi.
"Tentunya itu bagian dari alat bukti yang kami miliiki," kata dia.
Menurutnya, proses pembebasan lahan untuk pelebaran jalan saat itu dibebankan Nur Mahmudi pada pengembang.
Diketahui ada sekitar 17 ahli waris lahan yang akan menerima kompensasi pembayaran.
"Terkait sertifikat tanah untuk lahan itu, yang jelas penyidik akan melakukan proses, langkah-langkah penyidikan untuk melakukan pembuktian. Semua rangkaian tindakan yang dilakukan untuk melakukan pembuktian dari kontruksi hukum yang sudah disusun penyidik," paparnya.
Mengenai ada tidaknya keterlibatan sejumlah anggota DPRD Depok saat itu dalam kasus ini, Didik menjelaskan pihaknya belum menemukannya.
"Sampai sementara ini selama proses penyelidikan, dari DPRD sudah melakukan proses-proses yang sesuai prosedur," katanya.
Pengadaan tanah itu kata Didik berdasar surat izin yang diberikan oleh saudara NMI dimana awalnya dibebankan kepada pihak pengembang.
"Intinya dari fakta penyidik, yang kita temukan bahwa ada anggaran dari APBD yang keluar untuk pengadaan lahan itu, tahun 2015, sesuai dengan izin yang dibebankan kepada pengembang tersebut," katanya.
Sebelumnya pada Kamis 19 April 2018 lalu Nur Mahmudi Ismail sempat menjalani pemeriksaan di ruang penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Mapolresta Depok.
Baca: Dalam Waktu Dekat Polisi Bakal Periksa Nur Mahmudi Ismail
Ia diperiksa terkait dugaan korupsi dalam proyek pelebaran Jalan Nangka, Tapos, Depok, Jawa Barat 2015 lalu, saat Nur Mahmudi masih menjabat Wali Kota Depok.
Selama sekitar 8,5 jam, Nur Mahmudi diperiksa di sana mulai pukul 09.00 sampai pukul 17.30.
Pukul 17.30, mantan orang nomor satu di Kota Depok keluar dari ruang pemeriksaan.
Ia mengenakan baju batik warna cokelat dan celana bahan hitam. Nur Mahmudi didampingi oleh ajudannya.
Sejumlah wartawan yang sudah menunggu di depan ruang Satreskirm Polresta Depok, langsung memberondong Nur Mahmudi dengan sejumlah pertanyaan.
Namun Nur Mahmudi hanya cengengesan saja sambil menjawab diplomatis untuk mengelak.
"Agendanya apa, tanya saja ke Polres," katanya singkat.
Saat wartawan kembali menanyakan apakah pemeriksaan terkait dugaan korupsi Jalan Nangka, Nur Mahmudi kembali cengengesan dan menjawab diplomatis. Ia meminta wartawan menanyakannya ke Polresta Depok.
"Soal apa, coba nanya ke Polres Depok. Sudah ya," kata Nur Mahmudi sambil masuk ke dalam mobilnya.
Kanit Tipikor Polresta Depok AKP Bambang saat itu membenarkan pihaknya memeriksa Nur Mahmudi Ismail sebagai saksi dugaan korupsi pelebaran Jalan Nangka, Depok. Namun ia enggan membeberkan sscara detail proses pemeriksaan yang dimaksud dan apa saja yang ditanyakan.
Sebelumnya, Unit Tipikor Polresta Depok katanya telah memanggil lebih dari 30 orang untuk dimintai keterangan terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi Jalan Nangka, Tapos, Depok.
Diantaranya adalah mantan Sekertaris Daerah (Sekda) Kota Depok Etty Suryahati yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok juga Harry Prihanto, mantan Sekda Depok.
Diketahui proyek pelebaran Jalan Nangka dilaksanakan pada 2015 di era Nur Mahmudi Ismail menjabat Wali Kota Depok. Rencananya jalan dilebarkan menjadi 14 meter dari semula kurang lebih 5 meter.
Biaya belanja lahan dianggarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Depok tahun 2013, 2015, dan 2016 . Namun, hingga saat ini kondisi Jalan Nangka tak berubah sedangkan dana sudah mengucur.
Pengusutan proyek oleh polisi dilakukan sejak November 2017. Diduga ada kerugian uang negara mencapai Rp 10 miliar dalam proyek ini.