Senin, 15 September 2025

Konsep Ketahanan Nasional Harus Diupdate dan Divalidasi Sesuai Kebutuhan

Perlu dihadirkan doktrin Indonesia unggul yang bertujuan menciptakan Manusia Indonesia Berkarakter Unggul.

Editor: Eko Sutriyanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyak sekali problematika atas ketahanan nasional yang ada pada saat ini. Problematika itu dapat menghambat kekuatan nasional dan cita-cita serta tujuan nasional. Sebagai misalnya ancaman yang disebabkan oleh kemajuan teknologi. Untuk itu konsep atau doktrin Ketahanan nasional harus terus di update dan divalidasi sesuai kebutuhan dan perkembangan lingkungan.

Terlebih berdasar pengukuran kondisi ketahanan nasional yang dilakukan oleh Laboratorium Pengukuran Ketahanan Nasional Lemhannas RI pada tahun 2016, indeks ketahanan nasional ini berada pada angka 2,60 dari rentang 1,5. Indeks ini menunjukkan ketahanan nasional berada pada kategori kurang tangguh.

Ini benang merah Diskusi Panel Serial, menyelenggarakan Pemaparan Hasil Diskusi Panel Serial 2017-2018. Pemaparan ini merupakan sebuah bentuk Eksekutif Summary DPS yang telah diselenggarakan selama 16 kali.

Hadir sebagai narasumber Dr Bambang Pharma Setiawan. Dengan penanggap utama, Mayjend TNI (Purn) I Dewa Putu Rai, Achmad Chodjim, dan Laksda TNI (Purn) Dr. Yani Antariksa.

Juga Ketua FKPPI sekaligus Ketua Aliansi Kebangsaan, dan Pembina YSNB Pontjo Sutowo selaku Pengantar Pemaparan Hasil DPS, juga Ketua Panitia Bersama DPS Iman Sunario, dan Prof. Dr. Bambang Wibawarta yang bertindak sebagai moderator.

Baca: Tiga Jenazah Teridentifikasi Penumpang Lion Air Lewat Sidik Jari Hingga Jaket

Dalam Pengantar Pemaparan Hasil DPS, Pontjo Sutowo mengatakan jika ada celah-celah kekosongan dalam pengelolaan keamanan nasional atau pertahanan dan keamanan negara terutama pada ancaman nir-militer diberbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Hal ini karena pemerintah belum mengatur adanya lembaga negara yang mengelola pertahanan nir-militer tersebut," katanya.

Menurut Pontjo Sutowo kembali, Presiden Soekarno pada peresmian berdirinya Lemhannas tahun 20 Mei 1965, telah memberi pagar dalam menyusun Pertahanan Nasional Indonesia yaitu harus bersedikan pada karakter bangsa. Pagar ini kiranya perlu dikembangkan dalam menyusun pengembangan ketahanan nasional yang baru. Dan karakter bangsa tersebut adalah Pancasila.

"Dengan tetap menggunakan paradigma 'Pancasila', dan kerangka berfikir 'keamanan nasional komprehensif (comprehensive security concept)', diharapkan segera lahir tata keamanan nasional lebih khususnya ketahanan nasional yang dapat menjawab secara kekinian kekosongan pertahanan nir-militer yang ada", kata Pontjo Sutowo.

Dalam pemaparannya, Bambang Parma menyatakan jika dalam menyusun Ketahanan Nasional, Tim Perumus menggunakan konsep yang baru.

Konsep dimana tidak menggunakan pendekatan kondisi dinamik seperti yang selama ini ada, namun menggunakan pendekatan budaya.

Baca: Aksi Comeback Ezechiel N Douassel dan Jonathan Bauman Tuai Pujian Pelatih Persib

Melalui konsep baru tersebut, banyak masukan baru yang kemudian dihadirkan dalam mengembangkan ketahanan nasional yang baru Baik dalam sisi doktrin dan legislasi misalnya.

Dalam sisi doktrin, perlu dihadirkan doktrin Indonesia unggul yang bertujuan menciptakan Manusia Indonesia Berkarakter Unggul.

Sementara dalam legislasi, perlu dihadirkan kembali UUD 1945 dengan dilampiri dengan usul penyempurnaan sebagai addendum.

"Konsep-konsep baru itu akan dihadirkan dalam buku berjudul 'Indonesia Unggul Prasyarat Ketahanan Nasional', konsep yang juga di dalamnya menggabungkan spiritualisme dan rasionalisme,"  kata Bambang Parma

Dalam tanggapannya, I Dewa Putu Rai mengharapkan agar ketahanan nasional yang disusun DPS, dapat berkontribusi langsung pada konsepsi dan doktrin ketahanan nasional dan kondisi ketahanan nasional.

Diharapkan mampu memberi masukan berupa pemikiran secara update sesuai perkembangan kekinian. Juga memberi masukan terhadap penguatan kondisi ketahanan agar menjadi tangguh.

Sekalipun demikian, I Dewa Putu Rai juga mengapresiasi penggunaan paradigma berfikir yang bersumber dari Pancasila dengan pendekatan budaya dan peradaban.

Pendekatan ini sebagaimana ia kutip dari Yudi Latif, perlu memaksimalkan tiga rejim yang ada agar ketahanan nasional yang disusun dapat diaplikasikan.

"Ketiga rejim itu adalah rejim pembuatan kebijakan, dan rejim produksi", kata I Gede Putu Rai.

Yani Antariksa mengharapkan adanya kreativitas dan inovasi pemikiran baru dalam membangun ketahanan nasional yang baru sebab sudah menjadi realitas jika ketahanan nasional seperti saat ini, juga mengalami proses evolusi.

Misalnya saja, pada tahun 1965, ketahanan nasional masih menggunakan konsep kekuatan. Tahun 1968-1969 menggunakan konsep ketahanan. Tahun 1972 memasukkan memasukkan Ipoleksosbud. Tahun 1973 konsepsi Tannas dimasukkan dalam GBHN.

"Kreatif yang dapat mengubah konsep kekuatan pertahanan menjadi national power", kata Yani Antariksa.

Sementara itu Achmad Chodjim menyatakan jika ketahanan nasional harus tetap bertumpu pada pemberdayaan militer yang didukung oleh kekuatan nir-militer.

"Ketahanan nasional yang ada bertumpu pada penguatan astagrata yaitu demografi, geografi, SKA, idiologi, politik, ekonomi, sosbud dan hankam," katanya.

"Penguatan ini perlu dijabarkan secara tegas agar dapat direalisasikan dengan benar", kata Achmad Chodjim.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan