Pemilu 2019
Koalisi Sipil Masyarakat untuk Pemilu Temukan Ribuan Pelanggaran di Pemilu 2019
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak 2019 yang terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat memberikan kritik pelaksanaan Pemilu.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak 2019 yang terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat memberikan kritik pelaksanaan Pemilu.
Lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil adalah Mata Rakyat Indonesia, Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), Kode Inisiatif, Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Lingkar Madani Indonesia (LIMA).
Kemudian Komite Pemilih Indonesia (TePI) Indonesia serta Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra).
Koalisi sipil menemukan sebanyak 1.022 cacat Pemilu, mayoritas merupakan pelanggaran Pemilu.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jerry Sumampouw, satu di antara lembaga yang tergabung dalam koalisi tersebut, menyatakan bahwa pemilu 2019 memiliki sejumlah catatan buruk, terutama soal penyediaan dan penyaluran logistik.
Baca: Pakar Bahasa Tubuh Sebut Sandiaga Uno Dalam Tekanan Berat Saat Deklarasi Kemenangan Bersama Prabowo
"Kesimpulan pertama, pemilu kita semrawut, chaotic dan crowded. Penyebabnya tak lain adalah penyelenggara dan bukan masyarakat," katanya dalam sebuah diskusi bertajuk 'Penyampaian Hasil Pemantauan dan Temuan atas Penyelenggaraan Pemilu 2019, di Menteng, Jakarta, Kamis (18/4/2019).
Jerry mengatakan semrawutnya Pemilu bisa diindikasikan dari tidak tersedianya logistik di wilayah yang dianggap masih terjangkau.
Seperti yang terjadi di Bekasi, kata Jerry, penyediaan penyediaan logistik pemilu bermasalah.
"Sulit membayangkan logistik tidak sampai ke lokasi. Kalau di Jayawijaya orang masih bisa paham secara geografi. Kalau Bekasi bagaimana rasionalisasinya," tuturnya.
Jerry menilai, KPU dan Bawaslu seharusnya mampu untuk mengatasi hal tersebut.
Mengingat ketersediaan logistik pemilu yang sangat penting.
"Jadi jelas ini ada di penyelenggara Pemilu, bukan hanya KPU tapi juga Bawaslu. Ini bentuk ketidakmampuan Bawaslu memastikan logistik atau teknis betul-betul oke," ujarnya.
Kendati demikian, Jerry menegaskan Pemilu 2019 sah dilaksanakan.
Pelanggaran yang terjadi adalah tindakan oknum yang harus diteruskan ke institusi hukum.
Di lokasi yang sama, peneliti Konstitusi Demokrasi (Kode) Inisiatif, Ihsan Maulana menyebut banyak pelanggaran yang ditemukan pihaknya pada sektor pelanggaran teknis dan administrasi.
"Berdasarkan pemantauan kami, hal yang paling menonjol menyangkut pelanggaran teknis administrasi dengan total 367 temuan," ucapnya.
Sebanyak 1.022 temuan yang ditemukan Ihsan, dibagi menjadi 7 kategori, yakni pelanggaran teknis dan administrasi, temuan mengenai partisipasi dan hak pilih serta terakhir kesiapan penyelenggara.
Pelanggaran teknis dan administrasi menjadi temuan terbanyak yang diindikasikan dengan enam masalah.
"Ada 204 temuan DPT yang tidak terpasang di TPS, 93 temuan keterlambatan pembukaan TPS, 20 temuan surat tertukar dan rusak . Ada 9 temuan surat yang kurang, 5 surat suara yang tercoblos dan 6 temuan mengenai TPS yang ditutup tidak tepat waktu," bebernya.
Temuan terbesar di Pemilu 2019 lainnya adalah ketidaksiapan penyelenggara yakni sebanyak 275 temuan panwas disebut tidak di tempat saat TPS buka. Berikutnya, temuan kesiapan logistik yang dinilai kurang.
"Ada 97 temuan kasus logistik kurang, 50 kasus logistik rusak, 52 logistik terlambat, dan sisanya ialah karena bencana alam dan logistik rusak di Malaysia, NTB, Riau, bengkulu dan sejumlah tempat lainnya," katanya.
Laporan tersebut dibuat Koalisi Masyarakat Sipil berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh relawan di lapangan sepanjang masa tenang 14-16 April 2019, pemantauan media untuk pemilu luar negeri selama 8 April hingga 14 April 2019 dan pemantauan media pada H-1 hingga H Pemungutan suara pukul 21.00 WIB.