OTT KPK di NTB
Geledah Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, KPK Sita Dokumen Perkara Suap Izin Tinggal WNA
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah dua lokasi di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Adi Suhendi
"Diduga nilai suap terkait perkara izin tinggal turis di NTB tersebut lebih dari Rp 1 miliar," ungkap Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (28/5/2019).

Sebagai barang bukti, KPK menyita uang ratusan juta yang diduga merupakan barang bukti suap untuk mengurus perkara di imigrasi NTB.
Baca: KPK Operasi Tangkap Tangan Pejabat Imigrasi NTB, Ditangkap Dinihari Terkait Suap Izin Tinggal WNA
Baca: Mabes Polri Sebut Pimpinan Lembaga Survei Jadi Target Pertama
Selain itu, tim KPK juga mengamankan 8 orang di NTB, di antaranya unsur pejabat dan penyidik imigrasi serta pihak swasta.
"7 orang dari NTB akan dibawa mulai siang ini ke kantor KPK," kata Febri.
Sesuai hukum acara, KPK diberikan waktu 24 jam untuk menentukan status hukum pihak yang diamankan. Informasi lebih lengkap akan disampaikan saat konferensi pers di KPK.
Modus
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap modus baru yang dilakukan dalam kasus suap pengurusan izin tinggal dua orang warga negara asing (WNA) di kantor Imigrasi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, diduga dua penyidik PNS (PPNS) di Kantor Imigrasi Klas I Mataram mengamankan dua WNA berinisial BGW dan MK. Keduanya diduga menyalahgunakan izin tinggal.
“Mereka diduga masuk menggunakan visa sebagai turis biasa, tapi ternyata diduga bekerja dl Wyndham Sundancer Lombok. PPNS lmigrasi setempat menduga dua WNA ini melanggar Pasal 122 Huruf a Undang Undang Nomor 6 tahun 2011 Tentang Keimigrasian,” kata Alex saat menggelar konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (28/5/2019).
Kemudian, Liliana selaku perwakilan Manajemen Wyndham Sundancer Lombok diduga mencoba mencari cara bernegosiasi dengan PPNS Kantor lmigrasi Klas I Mataram.
Baca: Diincar Pembunuh Bayaran, Kini Moeldoko Harus Dikawal 2 Anggota Kopassus
Baca: Pagar Monas Dipenuhi Karangan Bunga Ucapan Terima Kasih untuk TNI, Polri dan BIN
Baca: BW Sebut Pemilu 2019 Terburuk, Ketua Bawaslu: Ini yang Paling Transparan
Hal itu dilakukannya agar proses hukum dua WNA tersebut tidak berlanjut. Pada Rabu (22/5) lalu, Kantor Imigrasi Klas I Mataram telah menerbitkan Surat Perintah dimulainya penyidikan untuk dua WNA tersebut.
Kepala Seksi Intelejen dan Penindakan kantor Imigrasi Klas I Mataram, Yusriansyah Fazrin kemudian menghubungi Liliana untuk mengambil SPDP tersebut. Permintaan pengambilan SPDP ini, lanjut Alex, diduga sebagai 'kode' menaikkan harga untuk kasus ini terhenti.
Liliana kemudian menawarkan uang sebesar Rp 300 juta untuk menghentikan kasus tersebut. Namun, Yusriansah diketahui menolaknya karena menilai jumlah itu masih sedikit.
Dalam proses komunikasi terkait biaya mengurus perkara tersebut Yusriansah berkoordinasi dengan atasannya Kepala Kantor Imigrasi Klas I Mataram, Kurniadie. Selanjutnya, diduga terjadi pertemuan antara Yusriansyah dan Liliana untuk kembali membahas negosiasi harga.
“Dalam OTT ini, KPK mengungkap modus baru yang digunakan ketiganya dalam negosiasi uang suap, yaitu menuliskan tawaran Liliana di atas kertas dengan kode tertentu tanpa berbicara. Kemudian Yusriansah melaporkan pada Kurniadie untuk mendapat arahan atau persetujuan,” jelas Alex.