Senin, 25 Agustus 2025

Pilpres 2019

Bagaimana Peluang Prabowo-Sandi pada Sidang Sengketa Pilpres di MK? Ini Kata Mahfud MD

Mantan Ketua MK, Mahfud MD menanggapi peluang Prabowo-Sandi pada sidang sengketa Pilpres di MK ' tidak mudah dikabulkan'

istimewa
Ilustrasi 

Mantan Ketua MK, Mahfud MD menanggapi peluang Prabowo-Sandi pada sidang sengketa Pilpres di MK ' tidak mudah dikabulkan'

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Ketua MK, Mahfud MD menanggapi peluang Prabowo-Sandi pada sidang sengketa Pilpres di MK.

Sidang perdana sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 digelar hari ini, Jumat (14/6/2019).

Sidang sengketa Pilpres 2019 ini direncanakan dimulai pukul 09.00 WIB.

Dalam sidang ini, pemohon adalah Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan termohon adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Baca: Sedang Berlangsung Live Streaming Sidang Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Tonton di HP

Adapun Capres dan Cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) - Maruf Amin menjadi pihak terkait.

Mantan Ketua MK, Mahfud MD membeberkan peluang Prabowo-Sandi dalam sidang sengketa Pilpres hari ini.

Hal tersebut dijelaskan dalam sesi wawancara acara Kabar Petang yang dibagikan oleh YouTube pada Kamis (13/6/2019).

Mahfud MD memberi tanggapan bagaimana sikap MK terkait aduan BPN soal kecurangan kuantitatif dan kualitatif sebagai bentuk kecurangan yang terstruktur, sistematik dan masif (TSM).

Baca: Seluruh Komisioner KPU Bakal Hadiri Sidang Perdana di MK Pagi Ini

Mahfud MD menjelaskan jika saat ini pengadilan di MK bisa berlangsung secara kualitatif maupun kuantitatif.

Kemudian Mahfud menjelaskan semua hasil tergantung hakim MK yang akan menilai dari sudut pandang mana menilai sebuah keputusan.

"Ada yang mengatakan MK itu hanya kuantitatif. Hanya menghitung hasil dan menilai kembali hasil oleh KPU sehingga tidak bisa kualitatif, ketentuan seperti itu sejak dulu emang sudah ada," jelas Mahfud MD.

Namun sejak tahun 2008 soal sengketa pemilihan, MK saat ini tidak hanya bisa menjadi kalkulator.

Sehingga muncullah kualitatif, yakni teori penerapan persyaratan pelanggaran yang bisa membatalkan dan mengubah hasil pemilu itu bersifat kualitatif, sejak itu dikenal dengan TSM.

Baca: Sidang Sengketa Pilpres 2019 Digelar Hari Ini, Berikut Lima Pelanggaran yang Disebut BPN sebagai TSM

"Sekarang sudah ada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017. Itu nanti tergantung Mahkamah Konstitusi yang menilai, apakah cukup signifikan atau tidak pelanggaran-pelanggaran itu," lanjut Mahfud MD.

Mahfud MD pun menjelaskan bagaimana pelanggaran tersturktur yang bisa diterima oleh MK.

"Perlu diingat, bahwa yang dikatan terstruktur itu dilakukan oleh tersturktur-terstuktur resmi baik KPU maupun pemerintah yang memiliki sambungkan langsung dan ada kaitan dengan TPS," jelas Mahfud MD.

Lebih lanjut Mahfud MD menjelaskan jika pelanggaran terstruktur harus bersinggungan langsung dengan perolehan suara di TPS.

Mahfud MD membuat perumpamaan jika terbukti ada orang pemerintahan yang mengarahkan orang-orang untuk memilih paslon tertentu.

"Tapi kalau itu tidak ada buktinya orang yang mendengarkan pidato itu betul-betul memilih tidak ada, maka sifat tersturktur itu tidak ada. Itu hanya dianggap pelanggaran kampanye biasa. Tidak bisa MK menilai langsung soal itu," ujar Mahfud MD.

Lebih lanjut Mahfud MD mewajarkan sikap keyakinan masing-masing kuasa hukum baik TKN maupun BPN.

Karena menurut Mahfud MD, jika tidak yakin untuk apa melaju ke MK.

"Nanti dimana yang benar dari dua keyakinan itu adalah hasil Mahkamah Konstitusi. Dari sidang perdana nanti sudah ada hasil mana yang tidak dapat diterima dan mana yang diterima," jelas Mahfud MD.

Lebih lanjut Mahfud MD memberikan penjelasan jika MK tidak pernah menolak persoalan yang bersifat kualitatif.

Dan Mahfud MD juga jelaskan pengalaman selama menjadi Ketua MK, tidak lebih dari satu persen tuntutan yang dikabulkan oleh MK.

"Supaya diingat, dari 396 kasus yang saya tangani, itu hanya 11 yang dikabulkan, tidak nol koma dua puluh persen, seperempat aja nggak ada. Karena tidak mudah membatalkan itu (hasil Pilpres)," lanjut Mahfud MD.

Guru besar UII Yogya ini juga jelaskan bagaimana bukti sekunder bisa bantu gugatan BPN dalam sengketa Pilpres nanti.

"Itu tergantung seberapa besar link (berita) itu menyebut subjek pelaku pelanggaran yang bisa dihadirkan ke MK," lanjut Mahfud MD.

"Misal begini, ada link berita. Ada di sebuah kabupaten di Papua ada sebuah Camat dan Bupati ada kampanye terselubung dan memberi uang serta mengarahkan TPS. Di situ kan nggak disebut siapa camat dan TPS berapa, itu nggak ada gunanya," lanjut Mahfud MD.

Mahfud MD menegaskan jika suatu berita yang disampaikan harus menunjukkan subjek yang detail sehingga pemohon bisa menghadirkan dan menjadi saksi di MK.

Baca: Kubu Jokowi-Maruf Enggan Tanggapi Soal Link Berita yang Dijadikan Alat Bukti oleh BPN Prabowo-Sandi

"Nanti oleh MK akan dijawab begini 'alat bukti nomor sekian tidak bisa dibuktikan, oleh sebab itu harus dikesampingkan', nanti setiap bukti akan dibacakan satu per satu," tandas Mahfud MD

Simak video selengkapnya!

Berikut rinciannya seperti dikutip Tribunnews.com dari dokumen permohonoan gugatan tim hukum BPN ke MK:

1. Ketidaknetralan Aparatur Negara yakni Polisi dan Intelijen

Tim Kuasa hukum BPN menyebut aparatur negara tak netral dalam pemilu 2019 dan condong ke pasangan 01.

BPN mengaku memiliki alat bukti untuk membuktikan ketidaknetralan aparatur negara.

Alat bukti ini akan dibawa saat persidangan MK nanti.

Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Hashim Djojohadikusumo bersama Ketua Tim Kuasa Hukum BPN Bambang Widjajanto dan Kuasa Hukum BPN Denny Indrayana saat menyerahkan berkas gugatan sengketa Pemilu 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2019). Gugatan dilakukan oleh Tim BPN Prabowo Sandi ke MK karena pihaknya mengikuti koridor hukum.  Tribunnews/Jeprima
Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Hashim Djojohadikusumo bersama Ketua Tim Kuasa Hukum BPN Bambang Widjajanto dan Kuasa Hukum BPN Denny Indrayana saat menyerahkan berkas gugatan sengketa Pemilu 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2019). Gugatan dilakukan oleh Tim BPN Prabowo Sandi ke MK karena pihaknya mengikuti koridor hukum. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Namun, dipaparkan sejumlah alat bukti yang sudah diketahui publik dari pemberitaan seperti pengakuan Kapolsek Pasirwangi, Kabupaten Garut, Jawa Barat AKP Sulman Azis yang mengaku diperintahkan untuk menggalang dukungan kepada paslon 01.

Sedangkan untuk ketidaknetralan aparat Intelijen, kuasa hukum BPN menjadikan pernyataan SBY sebagai bukti permulaan.

Pernyataan SBY itu dilakukan saat jumpa pers di Bogor pada Sabtu 23 Juni 2018.

2. Diskriminasi Perlakukan dan Penyalahgunaan Penegakkan Hukum

BPN juga menyebut terjadi indikasi kuat pelanggaran dan kecurangan dalam Pilpres 2019 yakni adanya diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakan hukum yang sifatnya tebang pilih ke paslon 02 dan tumpul ke paslon 01.

Bukti-bukti yang disampaikan untuk mendukung argumen ini yakni sejumlah peristiwa seperti pose dua jari Gubernur DKI Jakarta Anies Bawedan, pose jari Menko bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani serta sejumlah kasus kepala desa dan kepala daerah lainnya.

3. Penyalahgunaan Birokrasi dan BUMN

BPN menyebut telah terjadi penyalahgunaan wewenang dengan menggerakkan birokrasi dan sumberdaya BUMN untuk mendukung pemenangan paslon 01.

Dalam kasus ini, BPN melampirkan sejumlah bukti antaralain pernyataan Jokowi dan sejumlah menteri Kabinet Kerja.

Di antaranya pernyataan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang meminta Satpol PP untuk mengkampanyekan Jokowi dalam Rakornas Satpol PP dan Satlinmas di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara.

BPN juga menuding BUMN dimanfaatkan pendanaanya untuk mendukung kampanye dan pemenangan palson 01 melalui program yang terkesan CSR tetapi sebenarnya mengarahkan pemilih mencoblos Paslon 01.

Ketua Hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kedua kiri) didampingi Direktur Hukum dan Advokasi, Ade Irfan Pulungan menyerahkan bukti-bukti terkait Pilpres 2019 kepada petugas Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019). Tim Hukum TKN menyerahkan berkas dan alat bukti atas gugatan Badan Pemenangan Nasional (BPN) dalam perselisihan hasil Pilpres 2019. Tribunnews/Jeprima
Ketua Hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kedua kiri) didampingi Direktur Hukum dan Advokasi, Ade Irfan Pulungan menyerahkan bukti-bukti terkait Pilpres 2019 kepada petugas Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019). Tim Hukum TKN menyerahkan berkas dan alat bukti atas gugatan Badan Pemenangan Nasional (BPN) dalam perselisihan hasil Pilpres 2019. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

Sejumlah kasus yang dicontohkan antaralain pemberlakukan gratis naik Trans Jakarta setiap hari Senin sejak Maret-April 2019 jurusan Sumarecon Bekasi-Tj Priok Jakarta dan diperluas dengan KRL gratis PP Bekasi-jakarta.

Ada juga penjualan 1 juta paket sembako murah 1-13 April 2019 di berbagai daerah Indonesia serta sejumlah program lainnya.

4. Penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan/program Pemerintah

BPN menyebut paslon 01 menyalahgunakan APBN dan program pemerintah yang sifatnya material untuk meningkatkan elektabilitas paslon 01 di Pilpres.

BPN menyatakan tindakan itu sebagai bentuk vote buying dengan menggunakan anggaran negara.

Baca: BPN Berharap Sidang Sengketa Pilpres 2019 Berlangsung Dengan Kelas Negarawan

Sejumlah contoh yang ditampilkan di antaranya kenaikan dana kelurahan, pencairan dana bansos dan percepatan penerimaan Program Keluarga Harapan (PKH).

5. Pembatasan Kebebasan Media dan Pers

BPN juga menuding dalam Pilpres 2019 pemilik media coba diarahkan untuk memperkuat pasangan Jokowi-Maruf Amin.

Kasus yang dicontohkan antaralain tidak diliputnya reuni 212, pembatasan tayangan TV One dan pemblokiran situs jurdil.

Bukti-bukti kasus itu juga diambil dari pemberitaan media.

(Tribunnews.com/ Siti Nurjannah Wulandari/ Daryono)

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan