Kabinet Jokowi
Menteri Bidang Ekonomi, Menkumham, dan Jaksa Agung Sebaiknya Tidak Diisi Orang Partai Politik
Jokowi diminta tidak memasukkan perwakilan partai politik untuk mengisi jabatan strategis Menteri bidang ekonomi dan hukum.
Penulis:
Srihandriatmo Malau
Editor:
Adi Suhendi
Beda dengan menteri
Sementara itu, Mantan Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Chairul Imam menjelaskan kriteria calon jaksa agung yang tepat.
"Setiap kali presiden memilih jaksa agung seperti memilih menteri. Padahal itu tidak tepat sebab beda kejaksaan agung sebagai institusi dengan kementerian," ujar Chairul.
Menurut dia, menteri yang memimpin kementerian keputusan yang dihasilkan bersifat politis.
Berbeda dengan jaksa agung yang merupakan decision maker mengambil keputusan bukan atas pertimbangan politis.
"Artinya seorang jaksa agung harus tahu seperti apa dunia kejaksaan. Kalau seorang menteri tidak perlu terlalu detail mengetahui soal kementerian karena ada dirjen-nya," kata dia.
"Jadi kenapa seorang jaksa agung harus tahu detail masalah di lingkungan kejaksaan agung karena dia decision maker sehingga jaksa agung seharusnya dijabat orang dalam," Chairul menambahkan.

Selain itu, yang tak kalah penting seorang jaksa agung harus benar-benar yang memiliki track record bersih dan berpengalaman menangani persoalan penting di kejaksaan agung sehingga kinerjanya teruji.
"Dia punya pengalaman operasional manajemen, intelijen dan lain-lain. Itu perlu menjadi perhatian presiden," katanya.
Hal lainnya yang menjadi sorotan Chairul adalah posisi jaksa agung selama ini yang masuk anggota kabinet.
Menurut Chairul presiden Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan harus dipisahkan statusnya dalam memilih jabatan setingkat menteri.
"Jaksa agung hendaknya di bawah presiden tapi sebagai kepala negara bukan kepala pemerintahan sehingga kejaksaan agung tidak bisa diobok-obok politik praktis. Jabatan gubernur BI misalnya itu di bawah kepala negara," kata Chairul.
Dia mencontohkan kalau jabatan jaksa agung ada di bawah kabinet maka putusannya bisa mendadak batal jika ada menteri lainnya yang keberatan.
"Sistem pengangkatan jaksa agung oleh presiden sebagai kepala negara. Kalau jabatannya di bawah kepala pemerintahan maka jika presiden diganti otomatis penegakan hukum bisa stagnan. Sebab jabatannya tergantung kemauan presiden," ujar Chairul.
"Jaman Presiden Gus Dur jaksa agung dilantik sendiri tidak bersama menteri yang lain,' ujar Chairul.