Rich Brian Disebut Membanggakan oleh Jokowi Tapi Dianggap Bukan Panutan oleh Dino
Brian mulai dikenal di dunia internasional setelah mempublikasikan lagu Dat $tick di YouTube tiga tahun lalu.
Editor:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapper Indonesia, Rich Brian, banyak dibela di media sosial, setelah mantan Duta Besar Indonesia untuk AS, Dino Patti Djalal, menulis dalam akun Twitternya bahwa Rich Brian, rapper yang kini berkarier di AS, bukan panutan untuk generasi muda Indonesia.
Rich Brian yang diterima Presiden Joko Widodo di Istana Bogor awal Juli lalu, disebut bukan panutan karena konten sosial medianya.

Namun pengamat sosial mengatakan hal tersebut terjadi karena pertentangan nilai kebudayaan di masyarakat.
Presiden Jokowi memuji rapper kelahiran 1999 dengan nama asli Brian Imanuel Soewarno, dengan menyebutnya "membanggakan".
Brian mulai dikenal di dunia internasional setelah mempublikasikan lagu Dat $tick di YouTube tiga tahun lalu.
Dengan cepat lagu-lagu yang dibuatnya, seperti Seventeen, Gospel, hingga Glow Like Dat menembus jutaan penonton di Youtube.
Tahun lalu, ia masuk ke dalam daftar tahunan majalah ekonomi Forbes bertajuk "Forbes 30 Under 30: 2018".
Menyusul kritikan itu, sejumlah warganet segera menyambar cuitan Dino dan membela Brian.
Beberapa juga merujuk cuitan Dino tahun lalu yang mengundang Brian untuk menjadi pembicara untuk acara Supermentor di Los Angeles.
'Hip-hop dan Rap memang begitu'
Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Triawan Munaf, yang memperkenalkan Brian kepada Jokowi turut membela rapper yang disebutnya sangat sopan dan rendah hati.
"Berkesenian dia dengan cara yang cocok dengan Amerika. Di dunia rap dan hip hop ya memang begitu di sana. Kita nggakmau munafik gitu," ujar Triawan.

Lalu, bagaimana Jokowi memandang karya musik rap dan hip hop?
"Beliau sama seperti saya, lebih suka metal sama hard rock. Kita nggak ngerti hip hop, rap tapi kita berusaha mengapresiasi semua genre musik," kata Triawan.
Triawan menekankan pemuda yang bisa dianggap menginspirasi adalah mereka yang pekerja keras, independen, tidak cengeng, dan tidak hanya meminta dari negara.
Baca: Dino Patti Djalal: Rich Brian Bukan Panutan, Tweetnya Sering Jorok dan Porno
Sebelumnya, selepas pertemuan Jokowi dan Rich Brian, Triawan mengatakan apa yang dilakukan Brian bisa jadi inspirasi bagi anak-anak muda Indonesia, mengingat ia meniti karier di Amerika Serikat sendiri, tanpa diantar orang tua.
Sebelum Rich Brian, Jokowi telah menemui sejumlah tokoh muda lainnya dari berbagai bidang.
Tak hanya wiraswasta, seniman, atau atlet, Jokowi juga pernah bertemu dengan sejumlah YouTuber, seperti Atta Halilintar, Ria Ricis, hingga 'gamer' Mobile Legends, Jess No Limit.
Pertentangan kebudayaan di masyarakat
Pengamat Sosial Vokasi dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, memandang polemik yang ada terjadi karena ada pertentangan nilai kebudayaan.
Ia menyebut telah hadir generasi baru yang lahir di dunia digital, dengan platform budaya demokratis, yang tidak lagi berjarak dengan karakter yang luwes, termasuk dalam komunikasi verbal.
"Yang kemudian bertemu dengan kelompok lain, dengan ideologi offline, yang memang memiliki aturan aturan yang berbeda," ujarnya.
Yang ia maksud sebagai ideologi offline adalah pola pikir masyakat yang lebih jarang berselancar di internet.
Ia mengatakan baik generasi yang lebih tua maupun generasi muda, yang memiliki akar budaya offline yang kuat, berpotensi menilai Rich Brian, influencers muda, atau sosok-sosok muda lainnya, sebagai pembangkang nilai-nilai tertentu.
Meski begitu, Devie memandang, sosok-sosok yang hadir di dunia digital ini kini mendapat penghargaan, khususnya dari Presiden Jokowi.
Menurut Devie, hal itu terjadi karena generasi muda saat ini memiliki jalur karier yang berbeda dengan orang-orang di masa lalu, yang lebih berorientasi ke profesi berlatar belakang akademik.
Di masa lalu, ujarnya, penghargaan untuk orang-orang yang berprestasi di luar jalur akademik relatif rendah, meski di luar negeri diskriminasi itu lebih jarang terjadi.
"Rich Brian, Atta Halilintar merepresentasikan keberhasilan anak bangsa di jalur non-akademik," ujar Devie.
Lebih lanjut, Devie mengatakan, pekerjaan seperti konten kreator tidak boleh dianggap remeh.
"Jangan berpikir itu mudah. Bayangkan saja setiap hari (mereka) harus membuat editorial plan untuk menghasilkan karya minimal tiga atau empat kali. Ini harus diapresiasi," kata Devie.
Ia menilai Jokowi tengah berupaya memberikan penghargaan yang sama untuk prestasi anak muda di bidang akademik maupun non akademik.
Apa sedang terjadi pergeseran nilai 'kepatutan'?
Devie mengatakan tidak sepakat jika disebut bahwa tengah terjadi pergeseran nilai kepatutan yang disebabkan tokoh-tokoh muda saat ini.
Ia mengatakan justru para elit-elit dan politikus yang kerap kali mengeluarkan pernyataan tidak pantas, terutama saat momen Pilpres lalu, dan hal itu cenderung ditiru masyarakat.
Hal itu, kata Devie, jelas berbeda dengan karya seni, seperti yang misalnya dibuat oleh Rich Brian.