Senin, 29 September 2025

Sikapi Tudingan IPW Soal Banyak KKN, Febri Diansyah: Itu Isu Daur Ulang Untuk Menyerang KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons tudingan yang dilontakan Indonesia Police Watch (IPW).

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Dennis Destryawan
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di kantor KPK, Jakarta Selatan, Senin (29/4/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons tudingan yang dilontakan Indonesia Police Watch (IPW).

IPW sebelumnya menyebut ada enam potensi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

IPW pun mendesak penyidik KPK asal Polri dan Kejaksaan untuk berani mengusut dugaan KKN tersebut.

Merespons hal tersebut, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, menyatakan isu KKN itu tidak ada.

Baca: Restui Hubungan Roger Danuarta dengan Sang Putri, Ini Harapan Ayah Cut Meyriska untuk Menantunya

Baca: Kiara Prediksi 3.000 Barel Minyak Mentah Pertamina Tumpah dan Cemari Laut Jawa

Baca: Saksi PBB Sebut Ada Permainan Suara di Tingkat PPK Alor Barat Laut NTT

Baca: Pusat Kajian Fakultas Hukum Undip Dukung KPK Agar Partai Politik Tidak Calonkan Mantan Koruptor

Meskipun ada, lanjutnya, penyidik KPK asal Polri dan Kejaksaan tentu bisa mengusutnya.

"Ada atau tidak pernyataan tersebut, sebenarnya Polri dan Kejaksaan punya kewenangan (mengusut). Dan sejauh ini kami pastikan (isu KKN) tidak ada," kata Febri di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Senin (29/7/2019).

Kata Febri, enam isu KKN yang disebut IPW berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu merupakan isu 'daur ulang'.

Kemudian berusaha dimunculkan lagi untuk menyerang KPK.

"Kalau dilihat ya beberapa isu dimunculkan itu daur ulang sebenarnya dari isu lama untuk menyerang KPK. Pada saat itu ada Pansus angket, itu isu-isu lama, misalnya perbedaan pendapat terkait dengan kelebihan bayar yang ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan," katanya.

Salah satu dugaan KKN di KPK, seperti dikatakan Ketua IPW, Neta S Pane, adalah kelebihan gaji pegawai KPK, yaitu pembayaran terhadap pegawai yang melaksanakan tugas belajar, berupa living cost namun gaji masih dibayarkan, total sebesar Rp748,46 juta.

Febri menjelaskan, ketika ada audit BPK dan misalnya ada kelebihan bayar pegawai KPK, maka tindak lanjutnya adalah pemulihan kerugian.

"Kalau memang ada kerugian di sana dan dalam konteks itu lah tindak lanjut dari hasil audit itu dilakukan," sebutnya.

"Kami tidak tahu kepentingannya apa, tapi nanti kita lihat saja dan KPK memastikan seluruh proses yang dilakukan KPK itu pasti akuntabel, kena juga diaudit dan diawasi oleh publik," pungkas Febri.

Figur bermasalah

 Indonesia Police Watch (IPW) menilai seleksi Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menjadi pintu masuk untuk membersihkan lembaga antirasuah tersebut dari figur-figur yang bermasalah.

Termasuk terhadap individu yang di dalam masih tersangkut perkara kriminal, tidak sepatutnya menggunakan institusi KPK sebagai tameng dan tempat berlindung.

"Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK dan pimpinan KPK terpilih, serta seluruh elemen KPK, harus berjiwa besar membersihkan KPK dari figur-figur seperti itu dengan cara menyelesaikannya di pengadilan," kata Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S. Pane, di Jakarta, Jumat (28/6/2019).

Neta berharap siapapun yang nanti terpilih bisa menjalankan amanah membersihkan KPK dari tempat bersembunyi figur bermasalah dan ancaman paparan radikalisme.

Baca: Aksi Heroik Anggota Penerbang TNI AD Bantu Ibu Melahirkan di Sulawesi Tengah, Ini Foto-fotonya

Baca: KPK: Ada Tarif Untuk Isi Jabatan di Pemerintah Kabupaten Kudus

Baca: Hago Blokir Pengiriman Gambar dan Nomor Telepon Cegah Pornografi Anak

Tercatat ada 35 orang dari berbagai unsur masyarakat, termasuk Kepolisian Republik Indonesia (Polri), yang sudah mendaftar ke Pansel Capim KPK yang masa pendaftarannya akan berakhir pada 4 Juli.

Dari unsur Polri, hingga pertengahan Juni tercatat ada sembilan perwira tinggi yang telah mendaftar. “Ada kemungkinan bertambah. Kalau tidak salah sekarang sudah menjadi 13 perwira tinggi,” ujar Neta.

Dari deretan perwira tinggi Polri itu, ada dua jenderal bintang dua berkualifikasi terbaik yang siap menjadi pimpinan KPK. Mereka adalah Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri Inspektur Jenderal Antam Novambar dan perwira tinggi Bareskrim Polri yang sedang dalam penugasan di Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Inspektur Jenderal Dharma Pongrekun.

Kebetulan, belum juga proses seleksi dimulai, kedua kandidat ini sudah mendapat kritik tajam dari sebagian pihak. Antam dan Dharma dituding pernah terlibat dalam upaya pelemahan terhadap KPK.

Yaitu, ketika melakukan pemeriksaan terhadap Penyidik Senior KPK Novel Baswedan ihwal dugaan penganiayaan hingga tewas terhadap pencuri sarang burung walet di Bengkulu.

IPW tidak menutup mata menanggapi kritikan tersebut. Neta menganggap kritikan sebagai wujud check and balance dari masyarakat terhadap kedua perwira tinggi Polri yang diunggulkan dalam seleksi kali ini sah-sah saja.

“Namun, tudingan ada usaha pelemahan KPK atas pelaksanaan tugas keduanya dalam kasus Novel ini merupakan kritik yang tendensius,” kata dia.

Kritik semacam ini, ungkap Neta, adalah serangan terhadap Capim KPK dari unsur Kepolisian.

Ada pihak-pihak yang takut bersaing dan tidak siap untuk bertarung secara fair dalam seleksi Capim KPK. Padahal, keduanya adalah calon terbaik dari unsur Kepolisian.

"Keterlibatan mereka dalam pemeriksaan Novel itu bukan pelemahan KPK dan kriminalisasi melainkan upaya penegakan hukum," ujarnya.

Lebih jauh, Neta berharap Novel dan pihak-pihak di belakangnya tidak perlu takut dengan kehadiran Capim KPK dari Kepolisian yang pernah berupaya memeriksanya dalam kasus yang melibatkan Novel. Semua pihak harus segera mendorong upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh siapapun.

Model serangan ala Novel ini, menurut Neta, seperti menggunakan KPK sebagai tempat berlindung dari kasus kriminal. "Jangan merasa istimewa karena sudah berada di KPK, dan merasa dirinya paling bersih. Hadapi saja kasusnya, dan biarkan pengadilan yang membuktikan," kata Neta, menegaskan.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan