Selasa, 30 September 2025

OTT KPK di Kudus

Pusat Kajian Fakultas Hukum Undip Dukung KPK Agar Partai Politik Tidak Calonkan Mantan Koruptor

Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Pujiono menilai permintaan KPK tidak berlebihan

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews/JEPRIMA
Bupati Kudus Muhammad Tamzil usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (27/7/2019). KPK menetapkan Bupati Kudus Muhammad Tamzil sebagai tersangka kasus dugaan jual-beli jabatan. Tamzil diduga menerima suap terkait pengisian perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus tahun 2019. Tribunnews/Jeprima 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengingatkan agar dalam Pilkada 2020 partai politik tidak lagi mengusung calon kepala daerah yang memiliki rekam jejak buruk khususnya dalam kasus korupsi.

Menurut Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Pujiono, permintaan KPK bukan hal yang berlebihan.

Meskipun memang tidak menjamin juga, karena calon yang jadi meskipun bukan dari narapidana kasus korupsi banyak juga yang melakukan tindak pidana korupsi.

Tetapi persyaratan integritas adalah hal utama.

Pemimpin yang bersih dan berintegritas adalah modal utama untuk memimpin.

Baca: Hago Blokir Pengiriman Gambar dan Nomor Telepon Cegah Pornografi Anak

Baca: KPK: Ada Tarif Untuk Isi Jabatan di Pemerintah Kabupaten Kudus

Baca: Penjual Kelapa di Kulon Progo Gadaikan Motor Temannya untuk Judi

Baca: Sikapi Kasus Polisi Tembak Polisi di Depok, Polri Beberkan Prosedur Anggotanya Pegang Senjata Api

"Yang terjaring, tersaring dan terpilih harus orang-orang yang punya integritas, kapabilitas, komitmen dan kemauan untuk mengabdi," ujar pegiat antikorupsi ini kepada Tribunnews.com, Senin (29/7/2019).

Menurut dia, napi koruptor adalah sosok gagal mengemban amanah, sehingga tidak layak untuk "berkontestasi" kembali dalam pilkada.

"Mestinya harus tahu diri, tidak rumongso iso kasih kesempatan orang lain," tegas Pujiono.

Karena itu Partai yang mengajukan kembali calon napi koruptor merugi.

Karena masyarakat akan menilai tidak memiliki komitmen antikorupsi.

"Sehingga akan dihukum ditinggal pemilih," ucapnya.

Dia menegaskan, kasus penangkapan Bupati Kudus Muhammad Tamzil adalah kegagalan sistem pilkada sekaligus kegagalan sistem pembinaan napi koruptor.

Untuk itu pula dia menilai Masyarakat harus lebih dewasa memilih, selain juga regulasi membatasi atau melarang mantan napi korupsi untuk mencalonkan diri harus didorong.

"Peraturan KPU yang melarang mantan napi koruptor mencalon diri, secara substansi sangat bagus menjadi bahan perubahan Undang-undang Pilkada," jelasnya.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan