Selasa, 26 Agustus 2025

Revisi UU KPK

PCNU Belanda Khawatir Revisi UU Membuat KPK Mati Suri

Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Belanda khawatir revisi undang-undang yang munculnya terkesan tiba-tiba tersebut akan membuat KPK mati suri.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Pegawai KPK menggelar aksi unjuk rasa di kantor KPK, Jakarta, Jumat (6/9/2019). Dalam aksinya mereka menolak revisi UU KPK dan menolak calon pimpinan KPK yang diduga bermasalah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah disepakati menjadi usulan DPR, mendapat kritikan banyak pihak.

Salah satunya dari Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Belanda (PCINU-Belanda).

Mereka khawatir revisi undang-undang yang munculnya terkesan tiba-tiba tersebut akan membuat KPK mati suri.

"Mencermati isi dari usulan perubahan UU KPK, kami mengkhawatirkan rencana perubahan UU KPK akan membuat KPK mati suri dan tidak lagi memiliki taji dalam mengatasi tindak pidana korupsi di Indonesia yang masif," kata Ketua Umum PCNU Belanda, Muhammad Latif Fauzi, melalui siaran persnya, Minggu, (8/9/2019).

Revisi Undang-undang KPK tersebut muncul secara senyap.

Usulan revisi muncul dari Badan Legislasi yang kemudian disetujui dalam rapat Paripurna DPR RI pada Kamis lalu.

Revisi tersebut digenjot agar bisa rampung sebelum selesainya masa kerja anggota DPR Periode 2014-2019, akhir September ini.

Latif khawatir pembahasan revisi tersebut tidak matang karena dilakukan secara tergesa-gesa.

"Kami juga menilai bahwa rencana perubahan UU KPK yang tergesa-gesa tidak sejalan dengan prosedur pembuatan peraturan perundang-undangan yang harus dilakukan dengan prinsip terbuka, partisipatif, dan kejelasan tujuan sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," katanya.

Padahal menurutnya, selama ini KPK telah terbukti berkontribusi sangat positif dalam melakukan pencegahan dan penindakan kasus korupsi yang terjadi di berbagai sektor pemerintahan dan di berbagai daerah.

Baca: Diduga Bunuh Diri, Jenazah Brigpol Dewa Gede Alit Wirayuda Dikremasi Hari Ini

Sampai pertengahan tahun 2019, sebanyak 255 orang anggota DPR dan DPRD dijerat KPK karena melakukan korupsi, dan 130 kader para politikus yang menjadi Kepala Daerah juga ditangkap atau diproses karena terlibat korupsi.

"KPK telah berperan penting dalam upaya pencegahan dan penindakan kerusakan dan pencapaian kemaslahatan, yakni apa yang dalam ajaran Islam dikenal dengan istilah' 'dar’ul mafasid wa jalbul mashalih," kata dia.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Presiden Joko Widodo untuk tidak menyetujui rencana revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berbagai pamflet orasi dibentangkan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bentuk penolakan terhadap revisi Undang-Undang KPK di lobi gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (6/9/2019). Aksi ini merupakan penolakan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang dapat melemahkan KPK dalam memberantas korupsi. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS
Berbagai pamflet orasi dibentangkan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bentuk penolakan terhadap revisi Undang-Undang KPK di lobi gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (6/9/2019). Aksi ini merupakan penolakan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang dapat melemahkan KPK dalam memberantas korupsi. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS (TRIBUN/IQBAL FIRDAUS)

Kepala Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Tama Satya Langkun mengatakan masalah revisi ini dapat diselesaikan Presiden dengan cara tidak mengirimkan surat presiden (surpres).

Halaman
12
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan