Revisi UU KPK
Djarot Saiful Hidayat: KPK-nya Mau Diperkuat Kok Jadi Pro kontra, Kan Lucu!
Yang pasti, kata Djarot, KPK itu didirikan saat Indonesia dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri yang merupakan Ketua Umum PDIP
Penulis:
Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor:
Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, SINTANG - Ketua DPP PDIP Bidang Ideologi dan Kaderisasi Djarot Saiful Hidayat menyatakan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah bagian dari strategi untuk melaksanakan komitmen membangun pemerintahan bersih yang antikorupsi.
Djarot Saiful Hidayat mencontohkan, UUD 1945 saja bisa diamandemen, sangat aneh bila UU KPK tak boleh diamandemen atau direvisi.
Baca: Antasari Azhar: Pimpinan KPK yang Mundur Cengeng
Hal itu disampaikan oleh Djarot menanggapi pertanyaan wartawan soal tekanan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dilakukan oleh para staf, komisioner, dan LSM pendukung KPK.
Djarot Saiful Hidayat menjawab tekanan demikian adalah biasa.
Sebab setiap keputusan akan menimbulkan pro dan kontra disertai dengan tekanan-tekanan politik.
Yang pasti, kata Djarot, KPK itu didirikan saat Indonesia dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri yang merupakan Ketua Umum PDIP.
KPK dibentuk sebagai lembaga adhoc dan undang-undangnya sudah berumur 17 tahun.
"Kok mau direvisi, KPK-nya diperkuat, kok malah ada prokontra? Kan lucu ya. Padahal komitmen kita ya tetap, harus membangun pemerintahan bersih yang anti korupsi," kata Djarot di sela Rakerda I DPD PDI Perjuangan Kalimantan Barat, Sintang, Minggu (14/9/2019).
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga memastikan, revisi yang ada dilakukan secara terbatas.
Sangat mengherankan sekali bila ada kelompok yang memaksa agar UU itu tak boleh disentuh oleh siapapun juga.
Baca: Jokowi Dapat Bekukan Sementara Pimpinan KPK dan Tunjuk Plt
"Kalau saya pribadi sih, jangan sampai KPK itu semacam negara baru di dalam negara, tak bisa disentuh. Padahal dia adalah institusi dibentuk negara, anggarannya juga dari pemerintah," kata Djarot.
"UU KPK itu kan bukan kitab suci. UUD 1945 yang merupakan sumber hukum tertinggi kita saja bisa diamandemen. Ini UU KPK sudah 17 tahun, kok ya tak boleh," tandasnya.
Kritik pengamat
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menilai Presiden Joko Widodo kali ini tidak berdaya menghadapi partai politik (parpol) di DPR.
Hal itu mengacu pada Revisi Undang-undang (RUU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ray melihat sikap tersebut bisa dinilai dari bagaimana Jokowi menanggapi 2 RUU, yakni RUU MD3 dan RUU KPK.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam diskusi yang digelar di Kantor Formappi, Jakarta Pusat, Jumat (13/9/2019).
"Di luar itu, cepatnya presiden merespons surat dari DPR yang meloloskan 2 RUU, RUU MD3 dan RUU KPK, juga menunjukkan mulai tidak berdayanya Jokowi di hadapan parpol," ujar Ray.
Baca: Polisi Selidiki Penyebab Ledakan di Mako Brimob Semarang
Sebenarnya Jokowi masih memiliki waktu untuk mempertimbangkan keputusannya dalam menanggapi apa yang disodorkan kepadanya mengacu pada RUU KPK.
Tentunya hal itu bisa dilakukan, kata Ray, jika Jokowi tidak terbelenggu kepentingan yang ada di DPR.
"Kalau misalnya presiden tidak tersandera, dan kalau berpikir secara jernih, setidaknya beliau menunda," kata Ray.
Menurutnya, Jokowi masih memiliki waktu cukup lama untuk tidak mengirimkan Surat Presiden (Supres) terkait persetujuannya terhadap RUU KPK.
Namun hal yang terjadi malah sebaliknya, Jokowi telah meneken dan mengirimkan Supres tersebut.
"Kalau dihitung-hitung, 2 bulan beliau (Jokowi) masih punya kewenangan tidak mengirim surpres pada DPR, faktanya tidak," jelas Ray.
Sehingga Ray melihat sikap Jokowi dalam menghadapi partai politik di DPR kini mulai tidak berdaya.
"Ini menjelaskan pada kita, presiden mulai lemah pada parpol dan dugaan saya akan begini seterusnya," tegas Ray.
Perlu diketahui, sebelumnya Jokowi telah meneken Surat Presiden (Supres) terkait RUU KPK dan mengirimkannya ke DPR.
Supres tersebut berisi persetujuan Jokowi mengacu pada RUU KPK, seperti yang disampaikan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.
"Supres RUU KPK sudah diteken Presiden dan sudah dikirim ke DPR tadi," kata Pratikno, di Jakarta, Rabu (11/9/2019).