Selasa, 26 Agustus 2025

Polemik KPK

Sekjen PDIP: Kekuasaan Awak KPK Tak Terbatas

Sebaiknya semua pihak melihat persoalan secara jernih. Khususnya menyangkut kelompok anti revisi UU KPK dengan yang menyetujuinya.

TRIBUN JOGJA/HASAN SAKRI GHOZALI
PERNYATAAN SIKAP UGM. Sejumlah mahasiswa membawa poster dukungan untuk KPK saat pembacaan sikap civitas akedemika terkait polemik pembahasan RUU KPK di kampus UGM, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (15/9/2019). Dalam kesempatan tersebut dibacakan sikap yang berisi lima poin yang intinya menolak pembahasan RUU KPK dan segala upaya pelemahan KPK. TRIBUN JOGJA/HASAN SAKRI 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menjawab soal posisi partainya di tengah kerasnya prokontra menyangkut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Khususnya setelah persetujuan presiden atas revisi UU KPK, terpilihnya komisioner baru, dan dilanjutkan manuver politik para komisioner KPK saat ini.

Hasto menjelaskan, pertama, bahwa pihaknya tetap merasa bahwa pemberantasan dan pencegahan korupsi adalah pekerjaan yang tidak akan pernah berhenti. Sebab korupsi adalah kejahatan luar biasa.

Namun, sebaiknya semua pihak melihat persoalan secara jernih. Khususnya menyangkut kelompok anti revisi UU KPK dengan yang menyetujuinya.

"Sebaiknya kita melihat secara jernih terhadap pro dan kontra," kata Hasto, Minggu (15/9/2019).

Menurut Hasto, para pihak yang setuju revisi UU KPK memiliki landasan argumentasi yang kuat. Selama ini, kekuasaan para awak KPK sangat tidak terbatas dan di dalam kekuasaan yang tidak terbatas itu bisa disalahgunakan oleh oknum yang di dalamnya.

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto disela Rakerda I PDI Perjuangan Kalimantan Barat, di Hotel My Home, Sintang, Kalbar, Jumat (13/9/2019).
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto disela Rakerda I PDI Perjuangan Kalimantan Barat, di Hotel My Home, Sintang, Kalbar, Jumat (13/9/2019). (Fransiskus Adhiyuda/Tribunnews.com)

Ia lalu mencontohkan bagimana bocornya sprindik Anas Urbaningrum dan pelanggaran kode etik yang dilakukan mantan Ketua KPK Abraham Samad pada saat penyusunan calon menteri tahun 2014 lalu.

"(Abraham Samad, red) Mencoret nama-nama calon menteri secara sembarangan, tidak proper dengan vested interest.

Dan kemudian tidak ada proses atau kritik perbaikan ke dalam yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus Samad itu," ujar Hasto.

Terkait hal itu, kata Hasto, tak pernah ada jawaban jelas dari unsur KPK terhadap berbagai penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi di dalamnya.

Diantara pimpinan KPK dan wadah pegawai KPK sendiri namapak sebagai dua buah entitas berbeda dengan kepentingannya masing-masing.

Baca: Denada Kabarkan Kondisi Terkini Putrinya Setelah Hampir 2 Tahun Dirawat karema Leukimia

Baca: Sinopsis Film Chrisye, Berkisah tentang Perjalanan Hidup dan Karier Musisi Legendaris Chrisye

Baca: Foto-foto: 771 Jamaah Haji Kaltara Tertahan di Balikpapan, Akibat 10 Penerbangan Terganggu Asap

Baca: Aspek Gender Dinilai Perlu Jadi Perhatian dalam Pemilihan Pimpinan DPD RI

Padahal, di dalam sebuah organisasi dan manajemen yang sehat, tidak boleh ada yang namanya organisasi kepegawaian yang kewenangannya melampaui kewenangan pimpinan KPK itu sendiri.

"Mereka yang tidak setuju revisi UU KPK, dari dalam internal KPK, seharusnya juga mampu memberikan penjelasan tehadap berbagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu, menjawab berbagai pertanyaan yang secara kritis disampaikan oleh masyarakat," ujar Hasto.

"Jadi bisa dikatakan, persetujuan untuk revisi UU KPK itu sebenarnya akibat tindakan orang yang ada di KPK sendiri. Karena ketertutupan dan tak ada penjelasan terhadap berbagai pertanyaan yang ada," tambahnya.

Halaman
12
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan