Revisi UU KPK
Perjalanan Revisi UU KPK Sejak Tahun 2010 hingga Kini Disahkan, Dahulu SBY Menolak
Perjalanan Revisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sejak Tahun 2010 hingga Kini Disahkan, Dahulu SBY Menolak
Editor:
Suut Amdani
Upaya revisi UU KPK pada era Jokowi mulai mencuat pada 23 Juni 2015. Sidang paripurna memasukkan revisi UU KPK dalam prioritas Prolegnas 2015.
Tidak ada satu pun fraksi yang menolak revisi UU KPK. DPR beralasan dimasukkannya RUU KPK dalam Prolegnas 2015 karena usulan dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Pada 7 Oktober 2015, draf revisi UU KPK mulai dibahas dalam rapat Baleg DPR.
Draf tersebut mengatur pembatasan usia institusi KPK hanya sampai 12 tahun, memangkas kewenangan penuntutan, mereduksi kewenangan penyadapan.
Kemudian, membatasi proses rekrutmen penyelidik dan penyidik secara mandiri hingga membatasi kasus korupsi yang dapat ditangani oleh KPK.
Baca: Dewan Pengawas Gantikan Keberadaan Penasihat KPK, Tsani Annafari: Secara De Jure Saya Sudah Selesai
Revisi UU KPK saat itu diusulkan oleh 45 anggota DPR dari enam fraksi. Sebanyak 15 orang dari Fraksi PDI-P, 11 orang dari Fraksi Nasdem, 9 orang dari Fraksi Golkar, 5 orang dari Fraksi PPP, 3 orang dari Fraksi Hanura, dan 2 orang dari Fraksi PKB.
Kendati demikian, hanya PDI-P yang paham dan mengerti mengenai isi draf tersebut.
Tak butuh waktu lama, rencana revisi ini kembali mendapat penolakan yang keras dari publik, termasuk internal KPK.
Pada 13 Oktober 2015, pemerintah dan DPR akhirnya sepakat menunda pembahasan revisi UU KPK hingga masa sidang selanjutnya.
Kesepakatan ini tercapai setelah Presiden Joko Widodo dan pimpinan DPR bertemu dalam rapat konsultasi di Istana Negara.
Menko Polhukham Luhut Panjaitan menyatakan, alasan penundaan karena pemerintah merasa masih perlu memastikan perbaikan ekonomi nasional berjalan baik.
"Kita sudah sepakat mengenai penyempurnaan Undang-Undang KPK itu kita masih menunggu pada persidangan yang akan datang," kata Luhut.
Dalam rapat konsultasi tersebut, disepakati poin yang akan direvisi mengerucut menjadi empat hal, yakni pemberian kewenangan kepada KPK untuk menerbitkan SP3, pengaturan kembali kewenangan menyadap, keberadaan penyidik independen, dan pembentukan badan pengawas KPK.
Pada 27 November 2015, upaya merevisi UU KPK kembali berlanjut. Baleg DPR dan Menkumham menyetujui revisi UU KPK menjadi inisiatif DPR.
Pada 15 Desember 2015, rapat paripurna di DPR RI memutuskan untuk memasukkan RUU KPK dan RUU Pengampunan Pajak dalam Prolegnas 2015.