BPPT: Selain Garam Dapur, Kapur Tohor Bisa Jadi Bahan Semai untuk Atasi Karhutla
Pengoperasian TMC dalam skala lebih besar ini akan dioptimalkan selama satu bulan ke depan
Penulis:
Fitri Wulandari
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, RIAU - Upaya pemadaman titik panas (hotspot) yang ada di kawasan Riau, serta titik-titik rawan kekeringan terus dilakukan Badan Pengkaian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui pengoperasian Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau hujan buatan.
TMC ini dilakukan oleh Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) BPPT dan berkoordinasi dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang akan memberikan perkiraan titik mana saja yang berpotensi mengalami kekeringan.
Baca: Cegah Karhutla, Inovasi BioPeat Bisa Jadi Alternatif Suburkan Lahan Gambut
Hal ini untuk mencegah meluasnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang ada di provinsi tersebut.
Pengoperasian TMC dalam skala lebih besar ini akan dioptimalkan selama satu bulan ke depan.
Seperti yang disampaikan Kepala BPPT Hammam Riza usai menghadiri Rapat Terbatas (Ratas) mengenai karhutla yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan dihadiri para menteri serta pimpinan lembaga terkait di Pekanbaru, Riau, Senin (16/9/2019) malam.
Ia mengatakan bahwa peningkatan efektivitas operasi TMC akan menggunakan Kapur Tohor aktif (CaO) sebagai bahan semai.
"Kami akan tingkatkan upaya TMC, dengan upaya Kapur Tohor aktif (CaO) sebagai bahan semai," ujar Hammam.
Penyemaian tersebut akan dilakukan mulai pagi hari, untuk memunculkan awan yang dibutuhkan dalam proses TMC.
"Disemai pagi hari untuk meningkatkan kualitas udara yang memudahkan pertumbuhan awan," jelas Hammam.
Jika awan yang dibutuhkan itu muncul, maka BBTMC BPPT akan melakukan langkah selanjutnya pada siang hingga sore hari, yakni penyemaian menggunakan Natrium Chlorida (NaCI) atau garam dapur.
"Setelah awan tumbuh baru disemai dengan NaCl pada siang hingga sore," kata Hammam.
Ia pun berharap agar TMC ini bisa dilakukan secara sistemik.
Karena menurutnya, kandungan air pada lahan gambut, baik berupa kelembaban gambut maupun tinggi muka air gambut harus selalu terkendali.
Pengendalian itu bisa dilakukan melalui sistem informasi, penyebaran sensor IOT, serta integrasi big data lahan gambut.
"Oleh karena itu, keterpaduan kegiatan monitoring kandungan air lahan gambut, pembangunan bendung-bendung di area gambut, serta pengisian atau pembasahan air di lahan gambut baik melalui cara-cara manual seperti dengan pompa maupun cara modifikasi cuaca harus dilakukan secara sistemik," pungkas Hammam.