Senin, 22 September 2025

Kuasa Hukum 6 Mahasiswa Papua Mengadu ke Kompolnas

Kuasa hukum enam mahasiswa Papua yang terlibat pengibaran bendera bintang kejora di Istana Negara melaporkan Polda Metro Jaya ke Kompolnas.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum enam mahasiswa Papua yang terlibat pengibaran bendera bintang kejora di Istana Negara melaporkan Polda Metro Jaya ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

Tigor Hutapea, seorang kuasa hukum enam mahasiswa Papua tersebut melaporkan Polda Metro Jaya atas dugaan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia (HAM).

Ia merasa dihalang-halangi kepolisian saat hendak menemui kliennya yang kini ditahan di Mako Brimob, Kepala Dua, Depok.

Baca: Diduga Dipicu Kabut Asap, Janin Susi Sempat Tidak Bergerak Dalam Perut

"Jadi kita sulit untuk bisa berdiskusi dengan enam mahasiswa Papua itu dalam rangka melihat kasusnya," ujar Tigor di Kantor Kompolnas, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2019).

Bentuk upaya menghalangi yang dilakukan kepolisian, menurut dia, berupa pembatasan waktu bertemu dengan keenam mahasiswa Papua tersebut.

Selain itu, adanya pembatasan tim kuasa hukum yang diperbolehkan mengunjungi enam mahasiswa Papua tersebut.

"Kami melihat itu seperti upaya menghalang-halangi. Biasanya kita nggak seperti itu kalau mau ketemu dengan klien kita. Walaupun memang karena ini masalah keamanan negara dibatasi cuma Selasa dan Kamis gitu, tapi ketika hari Selasa kami mau masuk bertemu klien kami juga tidak bisa," kata dia.

Sebelumnya diberitakan, sejumlah LSM dan beberapa advokat melaporkan Polda Jawa Timur ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) terkait penetapan status tersangka Veronica Koman.

Baca: Ekspresi Imam Nahrawi Ketika Ditanya Soal Asisten Pribadinya Miftahul Ulum

Adapun LSM yang terlibat antara lain LBH Pers, Safenet, YLBHI, Civil Liberty Defender (CLD), Federasi Kontras, LBH Apik, Amnesty Internasional Indonesia, Yayasan Satu Keadilan (YSK) serta LBH Jakarta.

Tigor Hutapea, seorang perwakilan advokat, mengatakan Veronica berkapasitas sebagai pengacara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) sejak tahun 2018 silam.

Karenanya, Veronica pun menerima banyak informasi langsung dari mahasiswa Papua terkait kondisi dan kejadian di Bumi Cendrawasih.

Baca: Ratusan Produk Inovatif Penunjang Pendidikan dari 15 Negara Dipamerkan di GESS Indonesia 2019

Sehingga, kata dia, tidak tepat apabila Veronica yang menyampaikan informasi tersebut melalui akun Twitter-nya dianggap sebagai berita bohong.

"Inilah yang dipublikasikan ke medsos melalui Twitter. Jadi apa yang diinformasikan Veronica Koman itu adalah sesuatu yang fakta bukan sebuah informasi yang tidak benar atau direkayasa sendiri oleh dia," ujar Tigor, di kantor Kompolnas, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2019).

Menurutnya, penetapan tersangka kepada Veronica pun terbilang aneh lantaran yang bersangkutan adalah advokat dari AMP.

"Sehingga penetapan tersangka yang diterapkan kepada Veronica Koman adalah suatu tindakan yang menurut kami abuse ya, sewenang-wenang kepada seorang advokat maupun seorang Pembela HAM," kata dia.

Lebih lanjut, ia pun berharap agar Kompolnas dapat memeriksa dan melihat apakah penetapan status tersangka kepada Veronica sudah tepat atau tidak.

"Menurut kami, sebagai advokat tidak bisa dikenakan pidana maupun perdata itu diatur di UU Advokat maupun keputusan MK. Bahkan dua hari yang lalu, dewan PBB mengeluarkan satu statement bahwa Indonesia harus melindungi pembela HAM," ujarnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan