Arya Menilai Positif RUU PSDN yang Bakal Disahkan DPR
Arya menjelaskan RUU ini dinilai juga telah sukses mengakomodir aspirasi ketika telah memasukkan penegasan bahwa Komcad sifatnya sukarela, bukan wajib
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) Untuk Pertahanan Negara dikabarkan bakal disahkan menjadi Undang-Undang dalam waktu dekat.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif The Indonesian Democracy Initiative (TIDI), Arya Sandhiyudha menilai positif RUU PSDN akan segera disahkan.
“Ini sangat baik dari sisi proses dan muatan pembahasan. Semua prinsip masukan masyarakat sipil terkait demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM), dan supremasi sipil juga masuk dalam RUU ini. Kedua pihak, baik Pemerintah (Kementrian Pertahanan) maupun DPR RI (Komisi I) sangat akomodatif dan peka terhadap aspirasi yang berkembang." Kata Arya di Jakarta, Senin (23/9/2019)
Lanjut Arya menjelaskan RUU ini dinilai juga telah sukses mengakomodir aspirasi ketika telah memasukkan penegasan bahwa Komcad sifatnya sukarela, bukan wajib.
“Yang diwajibkan nanti hanya pendidikan Bela Negara. Kalau latsarmil sebagai Komcad tidak wajib tapi sukarela untuk mendaftar. Nampaknya, skema usulan Komisi I disepakati sebagai mekanisme,” ucapnya.
Baca: Moeldoko Sebut UU KPK Hasil Revisi Beri Kepastian Hukum bagi Investor
Baca: BNPB: 328.724 Hektare Lahan Terbakar, 89 Ribu Di Antaranya Lahan Gambut
Baca: Viral Gadis Penjual Kue Menangis saat Kapolres Padang Panjang Pindah Tugas, Begini Kisah di Baliknya
Menurut Pengamat Politik Internasional itu, perubahan tersebut yang membuat akhirnya dalam RUU terkini Komcad bersifat sukarela dengan cara mendaftarkan diri.
Ia berpendapat, untuk negara Indonesia memang paling tepat memilih model voluntary (sukarela) seperti di Kanada, Inggris, dan Australia.
Negara yang menerapkan wajib militer, lanjut Arya, biasanya punya 2 alasan, pertama adalah ukuran geografis dan populasinya sangat kecil seperti Singapura.
Bisa juga punya persepsi potensi perang yang sangat tinggi, diantaranya seperti Mesir, Israel, Turki, Iran, Korea Utara, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Rusia.
Adapun terhadap kekhawatiran kedua yaitu mengenai kritik tidak ada opsi bagi Komcad menolak ketika mobilisasi. Sedangkan sewaktu sudah menjadi Komcad lalu ada mobilisasi tentu tidak ada opsi lain.
“Di semua negara begitu, termasuk negara-negara demokrasi. Kalau nggak mau ya jangan daftar Komcad. Justru itukan tujuannya seorang mendaftar Komcad,” sebut Master bidang Studi Strategis Nanyang Technological University (NTU) Singapura itu.
Menurutnya, mobilisasi dalam RUU ini juga telah diatur sedemikian rupa, “Mobilisasi hanya dalam darurat dan dalam proses pembahasan RUU akhirnya dimasukkan klausul musti ada persetujuan DPR RI,” tukasnya.
Arya yang merupakan Doktor bidang Ilmu Politik dan Hubungan Internasional ini kembali menilai, bahwa prinsip sukarela untuk menjadi Komcad sudah cukup dianggap menghormati HAM.
“Milih status komcad di awal secara sukarela itu sudah menghormati HAM. Saya sudah nggak melihat ada hal lain yang lebih penting, karena prinsip sukarela sudah diakomodir. Pembatasan lain yang juga memenuhi unsur HAM adalah Komcad sendiri memiliki Batasan waktu, jadi tidak berlangsung terus-menerus,” tuturnya.
Prinsip Proporsionalitas