Kasus Ananda, Polisi Dinilai Gagap Hadapi ''Crowdfunding'' yang Dilakukan Secara Terbuka
Ananda sempat ditangkap oleh aparat kepolisian pada Jumat (27/9) pagi, saat ia berada di kos-kosannya di wilayah Jakarta Selatan.
Penulis:
Danang Triatmojo
Editor:
Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Imparsial, Anton Aliabbas menyebut pihak kepolisian gagap dalam menghadapi crowdfunding alias penghimpunan dana yang dilakukan secara terbuka, layaknya pada kasus Ananda Badudu.
Ananda sempat ditangkap oleh aparat kepolisian pada Jumat (27/9) pagi, saat ia berada di kos-kosannya di wilayah Jakarta Selatan.
Penangkapan Ananda terkait penggalangan dana melalui media sosial yang disalurkan untuk demostrasi mahasiswa pada Selasa dan Rabu kemarin di sekitar gedung DPR/MPR.
Baca: Dua Aktivis Ditangkap, Badudu Dijemput Lima Polisi Berpakaian Preman hingga Jokowi Tak Berkomentar
Baca: DPR: Kepolisian Harus Perbaiki Diri
Baca: Seluruh Mahasiswa dan Pelajar yang Sempat Diamankan Polisi Sudah Dipulangkan
"Itu memang di luar bayangan ya. Ada crowdfunding, lalu polisi gagap. Sebelumnya belum pernah ada yang secara terbuka lakukan crowdfunding," ucap Anton di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (27/9/2019).
Menurut Anton, apa yang dilakukan oleh Ananda berbeda dengan kasus demo semisal Aksi 212.
Dalam Aksi 212, ada juga pengumpulan dana lewat rekening tapi hal ini tidak diungkap ke publik alias tidak dilakukan secara terbuka.
Tak berhenti di situ, Anton juga sebut penggalangan dana ini marak terjadi dalam setiap aksi unjuk rasa. Mereka mengumumkan nomor rekening dan koordinatornya. Tapi bedanya, kegiatan tersebut tidak menjadi perhatian publik.
Selain itu dana hasil sumbangan juga tidak dipaparkan ke publik untuk menginformasi rincian pemakaian uang tersebut.
Sementara dalam kasus Ananda, ia memanfaatkan teknologi untuk menggalang dana. Tujuan sumbangannya pun dijelaskan untuk kegiatan apa.
"Kalau nanda kan manfaatkan teknologi. Dan ini jadi jelas sembangan ke siapa, transparan gitu," ungkap Anton.
Apalagi, hal paling nampak jelas dari crowdfunding yang dilakukan Ananda, adalah pembuatan semacam laporan hasil pertanggungjawaban.
Mantan jurnalis Tempo ini mengunggah setiap rincian pengeluaran dan peruntukkannya.
Anton menilai, apa yang dilakukan Ananda merupakan sebuah kemajuan bagi mahasiswa. Sedangkan bagi aparat kepolisian, mereka harus merespons kemunculan kegiatan ini secara hati-hati dan tidak gegabah.
Bahkan Anton merasa gerakan seperti ini bisa jadi akan berlipat ganda. Sebab, ada transparansi yang ditampilkan sehingga sulit untuk disalahgunakan.
"Kalau yang diinisiasi Ananda untuk gerakan mahasiswa ada kemajuan. Tapi di sisi lain bagi aparat keamanan harus direspons secara hati-hati," ujarnya.
"Saya justru nggak lihat akan jadi ketakutan. Justru itu akan berlipat ganda itu. Karena di sisi lain saat transparan, orang jadi sulit untuk salahgunakan. Netizen itu jauh lebih kejam kan," pungkas Anton.
Setelah ditangkap dan diminta keterangan, pada hari yang sama, Ananda akhirnya dilepaskan oleh pihak kepolisian dan diperbolehkan kembali ke rumah. Saat ini Ananda masih berstatus sebagai saksi.