Kabinet Jokowi
Dirumorkan Jadi Menteri Jokowi, Fadli Zon: Enggak Lah, Itu Cuma Isu Saja
"Enggak lah, itu cuma isu-isu aja," tegas Fadli Zon saat ditemui dalam diskusi peluncuran buku di Perpustakaan Nasional
Editor:
Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jelang pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih 2019-2024 Joko Widodo - Maruf Amin, desas-desus nama-nama yang akan mengisi Kabinet Kerja masih mengemuka.
Selain nama yang berasal dari koalisi pendukung pemerintah, nama yang berasal dari kubu oposisi juga berhembus kencang.
Ketika ditanya rumor tersebut, Fadli Zon tak banyak berbicara.
"Enggak lah, itu cuma isu-isu aja," tegas Fadli Zon saat ditemui dalam diskusi peluncuran buku di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Rabu (9/10/2019).
Di sisi lain, ketika disinggung rumor partai Gerindra meminta 3 jatah menteri, Fadli juga menjawab singkat. Dia memastikan, kabar tersebut juga tidak benar.
Baca: Susi Pudjiastuti: Saya Berdoa Presiden Tidak Revisi Perpres Nomor 44
"Setau saya sih enggak ada ya. (Gerindra) Nggak minta-minta ya," tutupnya.
Selain Fadli Zon, nama lain dari lingkaran partai Gerindra yang dikabarkan merapat menjadi menteri adalah Sandiaga Uno dan Edhy Prabowo.
Bursa Menteri Kabinet Jokowi, PDI-P minta partai pengusung didahulukan, tak masalah tak beri kursi untuk Gerindra.
Soal bursa menteri kabinet baru 2019-2024, Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto meminta Presiden Joko Widodo mendahulukan partai pengusung.
Hal itu sekaligus menanggapi wacana Partai Gerindra yang menyiapkan nama calon menteri di kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Dirinya meminta Jokowi untuk memiliki skala prioritas dalam penyusunan menteri kabinet baru 2019-2024.
"Dalam hal yang ideal tentu saja apa yang terjadi dalam koalisi sebelum presiden itu sebangun dengan pembentukan kabinet sehingga skala prioritas Pak Jokowi mengedepankan terlebih dahulu para menteri, terutama yang berasal dari unsur kepartaian Koalisi Indonesia Kerja," ujar Hasto saat ditemui di Pondok Pesantren Luhur Al Tsaqofah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Selasa (8/10/2019), dikutip dari Kompas.com.
Hasto meyakini, Jokowi memahami skala prioritas itu dan akan menerapkannya dalam menyusun kabinet di periode kedua.
Hasto menambahkan, PDI-P dan partai koalisi pengusung Jokowi-Ma'ruf telah membuka ruang kerja sama dengan Gerindra dalam menyusun struktur pimpinan parlemen dan alat kelengkapan dewan di dalamnya.
Karena itu, ia berharap Gerindra dapat memahami hal tersebut dan tetap melanjutkan kerja sama di parlemen.
"Bahwa meskipun PDI-P menang dengan kekuatan 60,7 di DPR persen kami tidak menerapkan politik bumi hangus seperti 2014 sehingga Gerindra, Demokrat, PAN, PKS itu mendapat tempat di dalam susunan alat kelengkapan dewan," papar Hasto.
"Dengan demikian kerja sama seluruh parpol itu berjalan baik di DPR-MPR.
Susunan kabinet itu hak prerogatif presiden, tapi tentu dalam demokrasi yang sehat koalisi sebelum pilpres dan pasca-pilpres di dalam kabinet itu seharusnya senapas dan sebangun," kata dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyouno menyampaikan, partainya meminta tiga posisi menteri di kabinet Jokowi-Ma'ruf mendatang.
Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani pun mengakui adanya pembicaraan antara utusan Partai Gerindra dan Presiden Jokowi terkait tawaran posisi menteri dalam pemerintahan periode 2019-2024.
"Pembicaraan itu memang ada. Kita tidak bisa mungkiri bahwa ada pembicaraan, ada pemikiran di sekitar Istana untuk itu," ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/10/2019).
Tak Masalah jika Jokowi Tak Beri Kursi Menteri ke Gerindra
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai tidak akan ada masalah jika presiden terpilih Joko Widodo ( Jokowi) tidak memberikan jatah menteri bagi Gerindra.
Partai Gerindra, kata dia, justru akan menjadi vitamin bagi pemerintah apabila partai pimpinan Prabowo Subianto itu berlaku sebagai oposisi.
"Saya pikir akan baik-baik saja (jika Jokowi tak beri jatah menteri ke Gerindra).
Keberadaan Gerindra sebagai partai oposisi menjadi vitamin bagi pemerintah, karena ada yang mengontrol, mengingatkan," ujar Pangi kepada Kompas.com, Selasa (8/10/2019) malam.
Menurut Pangi, jika Gerindra berada di luar pemerintahan, akan ada kompetisi yang bisa membuat akselarasi kinerja kementerian dan presiden terpacu.
Kuatnya oposisi akan membuat pemerintah bekerja keras untuk menunjukkan keberhasilan.
"Cara menjinakkan partai dengan merekrut kader partai tersebut masuk ke pos kabinet menurut saya itu tradisi lama, tidak ada jaminan juga nanti ketika menteri dari partai tersebut sudah diberikan namun masih menganggu," kata dia.

Menurut Pangi, sudah banyak contoh partai-partai yang kadernya diangkat jadi menteri, tetapi tetap berperan sebagai oposisi.
Salah satunya adalah PAN dan PKS.
Kedua partai itu, kata Pangi, pernah mendapat jatah menteri, namun tetap tidak mendukung kebijakan serta program pemerintah di parlemen, selayaknya oposisi.
"Kalau begini (oposisi diberi jatah menteri) kan enggak bagus juga dipertahankan budaya politik pragmatis seperti ini ke depannya, merusak tatanan demokrasi dan budaya politik sehingga mengacaukan fatsun politik kita," kata dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyouno menyampaikan, partainya tersebut meminta tiga posisi menteri di kabinet Jokowi-Ma'ruf mendatang.
Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani pun mengakui adanya pembicaraan antara utusan Partai Gerindra dan Presiden Jokowi terkait tawaran posisi menteri dalam pemerintahan periode 2019-2024.
"Pembicaraan itu memang ada.
Kita tidak bisa mungkiri bahwa ada pembicaraan, ada pemikiran di sekitar Istana untuk itu," ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/10/2019).