Sabtu, 6 September 2025

Ombudsman Nilai Penerbitan Inpres Terkait Sanksi Bagi Penunggak Iuran BPJS Bentuk Maladministrasi

Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih mengritik keras rencana pemerintah memberikan sanksi bagi para penunggak iuran BPJS Kesehatan.

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Theresia Felisiani
Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih menggunakan kaos hitam dalam diskusi bertajuk : BPJS Salah Kelola, Pelayanan Publik Disandera, Minggu (13/10/2019) di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih mengritik keras rencana pemerintah memberikan sanksi bagi para penunggak iuran BPJS Kesehatan.

Menurutnya, rencana pemberian saksi yang direalisasikan dalam bentuk penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) merupakan bentuk maladministrasi.

"Penerbitan Inpres terkait sanksi pelayanan publik lain adalah bentuk maladministrasi‎ serius karena menghambat hak inkonstitusional‎," kata Alamsyah dalam sebuah diskusi bertajuk : BPJS Salah Kelola, Pelayanan Publik Disandera, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (13/10/2019).

Baca: ICW Temukan 49 Potensi Fraud Dalam Penggunaan Fasilitas BPJS Kesehatan

‎Dia melanjutkan sanksi bagi penunggak BPJS sama sekali tidak memiliki landasan yuridis dalam Undang-Undang BPJS Kesehatan maupun dalam PP Nomor 86 tahun 2013.

Untuk itu, dia menyarankan pemerintah baiknya mengubah skema sanksi dengan skema syarat administratif melalui sistem pelayanan publik terintegrasi.

Baca: Klasemen dan Top Skor Liga 2 2019, PSIM, PSMS, dan Persis Jaga Harapan Lolos 8 Besar, Sirvi Teratas

"Kelancaran BPJS dapat diberlakukan sebagai syarat administratif bagi pelayanan publik yang relevan, bukan sebagai ‎sanksi," kata Alamsyah.

Terakhir, Alamsyah meminta pemerintah lebih fokus pada skema kenaikan iuran dan perbaikan pelayanan di unit penyelenggara pelayanan kesehatan.

‎Termasuk juga efektifitas pengumpulan dana dari PPU Badan Usaha dan Penyelenggara Negara untuk memastikan tidak terjadi perbedaan jumlah peserta dan meningkatkan dukungan anggaran dari Pemerintah Daerah.

49 potensi fraud

Indonesia Corruption Watch (ICW) konsen dalam memantau program asuransi kesehatan sosial-Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Hasilnya sejak 2017, ICW bersama dengan 14 jaringan Civil Society Organization (CSO) menemukan 49 potensi fraud atau penipuan di 15 daerah.

"Kami menemukan ada 49 temuan potensi fraud di 15 daerah mulai dari Aceh, Sumut, Riau, Sumbar, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, Madura, Kalbar, Kaltim, Sulsel, Sultra, NTT, hingga NTB," tutur Perwakilan ICW, Dewi Anggraeni dalam sebuah diskusi bertajuk 'BPJS Salah Kelola, Pelayanan Publik Disandera' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (13/10/2019)

Dewi menjelaskan beberapa temuan tersebut di antaranya terjadi manipulasi penggunaan Kartu Indonesia Sehat (KIS) oleh bukan pemilik kartu.

Baca: Selain Wiranto, Ini Deretan Pejabat Negara yang Pernah Diserang, Soekarno Sampai Dilempari Granat!

Ini karena pasien merupakan pasien miskin dan tidak terdaftar sebagai peserta JKN-Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Halaman
12
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan