Mendagri Tito Karnavian Sebut Idealnya Ada Lima Provinsi di Tanah Papua
Berikut hasil wawancara Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (30/10/2019)
Penulis:
Seno Tri Sulistiyono
Editor:
Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menindaklanjuti usulan pemekaran provinsi, khususnya untuk Pegunungan Tengah di Wamena, Jayawijaya, Papua.
Lantas bagaimana, proses pemekaran tersebut mengingat saat ini masih terdapat kebijakan moratorium pemekaran provinsi?
Berikut hasil wawancara Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Baca: PW JAPNAS Papua Barat akan Dorong Perkembangan Industri Kelautan
Terkait pemekaran provinsi di Tanah Papua, bagaimana prosesnya?
Pemekaran wilayah itu cukup banyak, ada 183 (daerah) yang meminta pemekaran wilayah. Sehingga anggaran kita kan terbatas maka dilakukan moratorium.
Namun, waktu kunjungan ke Papua, kami melihat aspirasi masyarakat di situ dan juga untuk mempercepat pembangunan di sana, sekaligus menjaga situasi keamanan di situ.
Di antaranya yang didiskusikan, aspirasi dari Papua Selatan, Papua Tengah, ada Papua Pegunungan Tengah.
Di Papua itu ada tujuh suku besar di sana. Nah, yang sudah bulat itu artinya di Papua Selatan sendiri meminta dan di Pak Gubernur juga menyetujui dalam pembicaraan kemarin.
Papua Selatan meliputi Merauke, Asmat, Mappi, Boven Digoel.
Kurang satu (syarat pemekaran minimal 5 kabupaten/kota) jadi dikembangkan kota Merauke.
Kemudian untuk di Pegununagan Tengah, ada aspirasi juga dari namanya La Pago yang pusatnya di Jayawijaya, itu Wamena ingin juga ada (provinsi) pegunungan Tengah.
Di sini juga ada pemerintahan (provinsi) Papua Tengah, ibu kotanya di Timika namanya Mepago.
Kita dengan keterbatasan anggaran yang ada, maksimal hanya bisa dua yaitu Papua Selatan yang gubernur dan para bupatinya juga mau.
Kemudian untuk Pegunungan Tengah ini kita sinkronkan dulu. Bagaimana kalau Mepago dan La Pago jadi satu.
Sementara yang di utara namanya Tabi dan Sarere.
Itu meliputi Jayapura dan kabupaten-kabupaten, ini jadi satu juga.
Jadi utara satu, tengah satu, dan bawah satu. Itu kira-kira idealnya.
Idealnya lima tapi anggarannya tidak cukup, itu kita lakukan bertahap.
Nah, yang kita lihat satu suara itu di Papua Selatan.
Sementara Papua Pegunungan Tengah silahkan diskusikan dulu aspirasi dari bawah.
Kalau sudah cocok mungkin disepakati, tapi kalau tidak cocok, mungkin nanti dulu.
Memang Anggaran yang dibutuhkan untuk pemekaran provinsi, berapa Pak?
Saya tidak tahu detailnya, tapi saya kira lumayan besar.
Baca: Peduli Kepada Masyarakat Papua, Sido Muncul Berikan Bantuan Rp 250 Juta
Terkait pemekaran aturannya seperti apa, kan masih ada moratorium?
Aturan teknisnya kan bisa dibuat, yang tidak bisa diubah kan kitab suci.
Tapi, untuk moratorium pemekaran sampai saat ini masih berlaku Pak?
Sementara itu, moratorium tetap.
Soal pemekaran di Papua, apa tidak sebaiknya menunggu evaluasi otonomi khusus terlebih dahulu, baru lakukan pemekaran?
Ya nanti kami bicarakan, mana yang kira-kira sesuai normal. Norma itu kan bisa diatur, kami lihat nanti azas manfaat yang paling penting.
Memang manfaat dari pemekaran apa Pak? Apa bisa memperlemah gerakan sepatis di Tanah Papua?
Kita bicara masalah kesatuan dan persatuan bangsa. Dan yang utama adalah percepatan pembangunan.
Balik ke otonomi khusus, apakah sudah dievaluasi?
Baca: Tak Singgung Kasus Novel dalam Fit and Proper Test Calon Kapolri, Desmond Anggap Sia-sia Ditanyakan
Masalah di Papua adalah masalah ekonomi yang paling utama. Saya mantan Kapolda di sana, dua tahun.
Masalahnya ekonomi, jadi percepatan seperti Papua Barat, percepatan ekonomi dan kami lihat juga kekerasan langsung menurun.
Pemekaran provinsi di Tanah Papua, nanti bisa memancing daerah lain untuk mengajukan pemekaran, bagaimana Bapak memandangnya?
Ini kan situasional. Kami kan dasarnya data intelegen, kemudian data-data lapangan kami ada, situasi nasional.