Ahok Masuk BUMN
Pro Kontra Ahok Bakal Masuk BUMN, Tanggapan Mahfud MD hingga Syafii Maarif
Rencana Menteri BUMN Erick Tohir menarik mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk duduk sebaai petingggi BUMN menuai pro kontra
TRIBUNNEWS.COM - Rencana Menteri BUMN Erick Tohir menarik mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk duduk sebaai petingggi BUMN menuai pro kontra.
Ada yang setuju, namun ada pula yang menolak.
Berikut tanggapan sejumlah tokoh atas rencana bergabungnya Ahok ke BUMN dirangkum Tribunnews.com, Sabtu (16/11/2019):
Mahfud MD
1. Mahfud MD
Menkopolhukam Mahfud MD menyebutkan jika pengangkatan Basuki Tjahaja Purnama sebagai petinggi di BUMN tidak seharusnya menjadi polemik.
Seperti diketahui, kabar bergabungnya Ahok ke BUMN menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan.
Namun, menurut Mahfud MD hal tersebut seharusnya tidak menjadi polemik karena penunjukkan Ahok tidak bertentangan dengan undang-undang.
Mahfud MD menilai pengangkatan Ahok tidak berbenturan dengan hukum tata negara maupun undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN) karena BUMN adalah perusahaan yang menganut hukum perdata dan tunduk pada undang-undang Perseroan Terbatas (PT).
"BUMN itu bukan badan hukum publik, dia badan hukum perdata. Badan hukum perdata itu tunduk kepada undang-undang PT, tunduk ke situ bukan undang-undang ASN, bukan apa," terang Mahfud MD dalam tayangan yang diunggah YouTube KompasTV, Sabtu (16/11/2019).
Lebih lanjut Mahfud MD menjelaskan seorang mantan napi tidak boleh menjadi pejabat publik jika ditunjuk langsung sebagai pejabat publik.
Namun, jika berdasarkan dengan pemilihan, mantan napi boleh menjadi pejabat publik.
"Nah ini ni harus jelas nih, seorang mantan napi dilarang menjadi penjabat publik, pejabat publik itu adalah pejabat negara yang ada dua, satu yang berdasar pemilihan, yang kedua berdasar penunjukan dalam jabatan publik," jelas Mahfud MD
"Yang berdasar pemilihan itu, seorang napi boleh menjadi pejabat publik kalau dipilih tapi kalau penunjukkan itu tidak boleh," tambah Mahfud MD.
Sedangkan, menurut Mahfud MD, penunjukkan Ahok tidak dalam kapasitas jabatan publik melainkan sebagai komisaris yang bersifat kontrak.
"Oleh sebab itu nanti coba tanyakan ke Pak Erick ini kan pemerintah menunjuk tidak dalam jabatan publik, komisaris di kontrak," imbuhnya.
"Mantan napi memang tidak boleh jadi pejabat publik, tetapi kalau menjadi pejabat tidak publik, seperti badan usaha, itu terserah AD/ART-nya," terang Mahfud MD.
Rizal Ramli
2. Rizal Ramli
Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli mengomentari rencana Presiden Jokowi menjadikan Basuki Tahja Purnama atau Ahok sebagai pejabat perusahaan BUMN.
Menurut dia, hal itu hanya akan menambah masalah baru.
"Saya bingung Pak Jokowi cari masalah baru," kata Rizal saat ditemui di Hotel Borobudur, Jumat (15/11/2019) sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Menurut Rizal, saat ini sudah banyak masalah yang ada di Indonesia yang perlu diselesaikan.
Pengangkatan Ahok sebagai bos perusahan BUMN hanya akan menambah kontroversi yang tidak perlu.
"Masalah Indonesia ini sudah banyak. Ini (Ahok) orang bermasalah yang hanya akan menimbulkan kontroversi yang enggak perlu," ungkap Rizal.
Adapun alasan Rizal tak setuju dengan rencana Presiden Jokowi tersebut karena Ahok memiliki track record yang tidak mulus dalam kariernya.
Bahkan ia menyarankan penunjukan bos perusahaan BUMN bisa ditunjuk dari sektor swasta yang lebih kompeten dari Ahok.
Rizal menyebutkan, salah satu contoh kasus yang mencoreng rekam jejak Ahok adalah pembelian lahan RS Sumber Waras saat Ahok menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Syafii Maarif
3. Syafii Maarif
Mantan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Buya Syafii Maarif itu menilai Ahok cocok menduduki posisi pimpinan BUMN.
Hal itu disampaikan Buya Syafii Maarif seusai menghadiri silaturahim akademisi Yogyakarta bersama Menko Polhukam Mahfud MD, di Pendopo Agung Royal Ambarrukmo, Jumat (15/11/2019) malam.
"Kan belum pasti (Ahok menjadi pimpinan salah satu BUMN). Saya rasa oke (Ahok menjadi pimpinan BUMN), kenapa tidak?" ucap Buya seperti dikutip dari Kompas.com.
Buya Syafii Maarif menyampaikan bahwa Ahok mempunyai pengalaman dalam memimpin.
Ahok pernah menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Buya menilai selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Ahok cukup sukses menjalankan tugasnya.
Karenanya, Ahok tentu juga bisa menjalankan tugasnya memimpin BUMN.
"Ia pekerja keras dan lurus orangnya. Selama ditahan, dia banyak belajarlah, terutama dalam menjaga lidah ya," katanya.
Saat ditanya komentarnya mengenai adanya kelompok masyarakat yang tidak percaya dengan kemampuan Ahok jika memimpin BUMN, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini meminta hal itu tak perlu dipikirkan.
"Biarkan saja, enggak usah dengar. Pokok (Ahok) tunjukkan prestasi, kerja dengan baik. Saya rasa dia bisa memimpin, jadi gubernur bisa, apalagi membawa BUMN," pungkasnya.
Analis LIPI
4. Analis LIPI
Analis Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro turut berkomentar terkait dengan rencana bergabungnya Ahok ke BUMN.
Menurut Siti Zuhro, Ahok merupakan sosok yang hingga kini masih menjadi kontroversi di masyarakat.
Saat namanya digadang-gadang akan menduduki jabatan di BUMN, banyak reaksi, pro dan kontra yang berkembang di masyarakat.
"Sudah secara tidak langsung Pak Erick Thohir melakukan testing the water ya, ketika disebutkan namanya Pak Ahok langsung ada reaksi yang luar biasa," tutur Siti Zuhro dalam tayangan yang diunggah YouTube KompasTV, Jumat (15/11/2019).
"Baik dari media mainstream maupun media online, dan sosmed dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa sosok Pak Ahok tetap menjadi kontroversi, pro kontra dengan semua argumentasi dan sebagainya," tambahnya.
Mewanti-wanti Jokowi
Menurut Situ Zuhro, pihaknya sejak awal sudah mewanti-wanti Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak merekrut siapa pun yang akan menimbulkan kontroversi.
"Padahal sejak awal, bahkan sebelum pelantikan kabinet kita wanti-wanti kepada Pak Jokowi dan Pak Maruf (Amin) mohon untuk tidak merekrut siapa pun yang akan menimbulkan kontroversi dan perdebatan di tengah masyarakat," ungkap Siti Zuhro.
Siti Zuhro menuturkan pemilihan Ahok yang akan menduduki jabatan di BUMN tidak semata-mata karena faktor profesionalitas tetapi juga ada faktor politik.
"Pemilihan Pak BTP tidak semata-mata karena profesionalitas, karena kalau profesionalitas, (kalau) saya jadi Pak Jokowi, saya memilih Pak Djarot ini, jelas-jelas orang yang tidak dipermasalahkan background-nya, life history-nya, secara curriculum vitae-nya oke," terang Siti Zuhro.
Menurut Siti Zuhro seharusnya pemilihan penjabat publik itu harus teliti dan akurat agar tidak menimbulkan percekcokan di tengah masyarakat.
"Jadi menurut saya, yang tidak prinsip-prinsip itu dihindari, karena Pak Jokowi mau melakukan kerja-kerja yang paling kurang sampai 2023 mendatang, 2024 itu ada manifestasinya, wujud konkritnya," kata Siti Zuhro.
"Oleh karena itu ya pemilihan pejabat publik itu harus super teliti ya, super akurat karena kalau tidak akurat ini akan menimbulkan percekcokan di tengah masyarakat," jelas Siti Zuhro.
(Tribunnews/Nanda Lusiana Saputri) (Kompas.com/Kiki Safitri/Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma)