Asuransi Jiwasraya
Respons Jaksa Agung Sikapi Permintaan DPR Cekal Direksi Jiwasraya Periode 2013-2018
Jaksa Agung ST Burhanudin menanggapi permintaan Komisi VI DPR RI yang mendesak penegak hukum mencekal direksi asuransi Jiwasraya periode 2013-2018.
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung ST Burhanudin menanggapi permintaan Komisi VI DPR RI yang mendesak penegak hukum mencekal direksi asuransi Jiwasraya periode 2013-2018.
Permintaan pencekalan tersebut seiring dengan mengemukanya dugaan korupsi atau fraud yang dilakukan manajemen Jiwasraya sebelumnya.
Jaksa Agung mengatakan saat ini penyidik masih memproses kasus gagal bayar Asuransi Jiwasraya.
Terkait pencekalan, kata dia, pihaknya masih menunggu hasil penyidikan tim internal.
"Kami lihat, orang yang dicekal di kami ini statusnya apa dulu, kita pastikan," kata Burhanuddin di kantornya, Rabu (18/12/2019).
Lebih lanjut, dia mengatakan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) penyidik memiliki waktu tiga bulan untuk mengusut tuntas kasus ini.
Terhitung sejak 17 Desember 2019.
Baca: Jaksa Agung: Potensi Kerugian Negara Dalam Kasus Jiwasraya Capai Rp 13,7 Triliun
"Nanti-nanti ya kan ini baru awal, ini baru penyidikan," kata dia.
Sebelumnya, Komisi VI DPR RI meminta penegak hukum dan pemerintah mencekal jajaran direksi asuransi Jiwasraya periode 2013-2019.
Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komisi VI DPR fraksi PDI Perjuangan Aria Bima, Senin (16/12/2019).
Aria menilai para direksi Jiwasraya periode itu ikut bertanggung jawab terhadap permasalahan tunggakan klaim nasabah.
Baca: Ular Sanca Mampir ke Sekolah di Pejaten Timur, Seorang Pekerja Bangunan Evakuasi Pakai Jaket
Selain mencekal direksi tersebut, DPR juga merekomendasikan penyelesaian tunggakan lewat jalur hukum.
"Komisi VI DPR RI meminta penyelesaian permasalahan polis bancassurance nasabah PT Asuransi Jiwasraya lewat penegakan hukum tetep dijalankan dimulai dengan melakukan pencekalan terhadap direksi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) periode 2013-2018," ucap Aria di Ruang Rapat Komisi VI DPR, Senayan, Jakarta.
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR RI dari fraksi PAN Daeng Muhammad mendukung pencekalan kepada direksi lama sampai kasus Jiwasraya selesai.
Daeng juga mempertanyakan keputusan direksi menjual produk asuransi berbasis investasi yang ditawarkan lewat kemitraan dengan bank berisiko tinggi kepada nasabah.
Baca: Kasus Asuransi Jiwasraya, Presiden Jokowi Ungkap Sudah Mengetahui Sejak 3 Tahun Lalu
Padahal putusan pembentukan portofolio produk tentunya telah diputuskan melalui rapat bersama jajaran direksi.
"Pertanyaan besarnya ada apa produk bermasalah dijual untuk menarik uang nasabah. Komisi VI harus memperdalam menjadi rekomendasi bukan hanya penyelamatan uang nasabah tapi juga rekomendasi pelaku pencurian di Jiwasraya," ujarnya.
Potensi kerugian negara capai Rp 13,7 triliun
Jaksa Agung ST Burhanudin mengungkapkan, kerugian negara akibat kasus tersebut ditaksir mencapai Rp13,7 triliun.
"PT Jiwasraya sampai dengan Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara Rp 13,7 triliun. Ini merupakan perkiraan awal dan diduga akan lebih dari itu," kata Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2019).
Baca: Kasus Asuransi Jiwasraya, Presiden Jokowi Ungkap Sudah Mengetahui Sejak 3 Tahun Lalu
Dari hasil proses penyidikan, pihaknya juga mengendus adanya indikasi tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya.
"Hal ini terlihat pada pelanggaran prinsip hati-hati yang dilakukan PT Jiwasraya yang telah banyak investasi aset-aset risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi," katanya.
Baca: Komisi VI DPR RI Sebut Ada Indikasi Kejahatan Kriminal di Jiwasraya
Adapun rinciannya, penempatan 22,4 persen saham sebesar Rp5,7 triliun dari aset finansial.
Detilnya, 95 persen saham ditempatkan pada perusahaan dengan kinerja buruk dan sisanya pada perusahaan dengan kinerja baik.
Selanjutnya, adapula dana yang ditempatkan sebesar 59,1 persen reksadana senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial.
Disana, 98 persen dari jumlah tersebut dikelola manager investasi yang juga berkinerja buruk dan sisanya berkinerja baik.
Baca: Jokowi: Persoalan Jiwasraya Sudah Sejak 10 Tahun Lalu
Di tempat yang sama, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Adi Toegarisman menyebut, temuan tersebut berdasar hasil pemeriksaan terhadap 89 orang saksi.
Kejaksaan Agung belum mau membeberkan siapa nama maupun perusahaan di balik alira uang Jiwasraya.
"Jadi bukan rahasia ya, tapi tolong dimaklumi ini sedang penyidikan. Jelas saksi yang kami nilai dia memahami, melihat, mendengar peristiwa. Yang berkaitan," kata Adi Toegarisman.
Sebelumnya, Kementerian BUMN mengindikasikan adanya dugaan korupsi atau fraud pada pengelolaan dana investasi Jiwasrsya.
Baca: Ada 3 Kasus Gagal Bayar Lain di Bisnis Asuransi, Bukan Cuma Jiwasraya!
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, pihaknya telah meminta Kejagung untuk menindaklanjuti dugaan korupsi atau fraud yang terjadi pada masa manajemen Jiwasraya terdahulu.
“Tentu kalau ada indikasi tindak pidana korupsi atau fraud di masa lalu, pastikan kami akan laporkan. Kami sudah berbicara dengan Kejaksaan Agung untuk melakukan investigasi dan membuktikan apakah (manajemen) lama melakukan fraud atau penggelapan atau korupsi,” kata Kartika di Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Sementara itu, berdasarkan rapat dengar pendapat dengan DPR RI pada 7 November 2019 lalu, pangkal masalah Jiwasraya adalah terbitnya produk saving plan tahun 2013-2018 yang menawarkan return garansi 9-13 persen per tahun.
Demi mengejar return tersebut, manajemen Jiwasraya waktu itu menempatkan dana investasi ke saham dan reksadana.
Celakanya, mereka berinvestasi serampangan dan diduga terjadi rekayasa harga saham.
Akibatnya, aset investasi Jiwasraya tidak memiliki nilai.
Begitu saving plan jatuh tempo, Jiwasraya tak bisa membayar.
Asuransi BUMN tersebut membutuhkan dana Rp 32,89 triliun agar rasio solvabilitas atau risk based capital (RBC) sesuai ketentuan, yakni 120 persen.
Berdasarkan salinan RDP yang dibacakan Dirut Jiwasraya Hexana Tri Sasongko, ada empat alternatif penyelamatan Jiwasraya.
Pertama, mencari strategic partner yang dapat menghasilkan dana Rp 5 triliun.
Kedua, holding asuransi senilai Rp 7 triliun.
Ketiga, skema finansial reasuransi senilai Rp 1 triliun.
Keempat, sumber dana lain dari pemegang saham Rp 19,89 triliun.